Palsu

130 32 4
                                    

"Hati itu mudah dibujuk saat lemah dan rapuh. Hati itu buta, kala ia sakit."

_________________

Raga menggaruk kepalanya yang tidak gatal, lantas menyikut pelan Alvin yang diam di sebelahnya.

"Kalau lo ... mau ngorbanin apa buat Acha?"

Alvin meringis, pemuda itu terlalu kaku untuk mengungkapkan perasaan atau bualan seperti ketiga rekannya. Dia menyayangi Achaira, sangat malah. Tapi dia bukanlah pujangga yang bisa menyusun kata indah, dia hanyalah pemuda biasa yang hanya bisa menyusun kata membentuk mantra.

"Ng ... nggak tahu," jawab Alvin, setelah seperkian detik hanya membisu. "Lo sendiri mau ngorbanin apa buat Lidya?" Alvin balik bertanya. Membuat Raga ikutan terdiam.

"Ngomong-ngomong si Achaira ke mana?" celetuk Anifah yang berjalan paling depan, saat menoleh ke arah belakang.

Semuanya terhenyak, baru menyadari kehilangan satu anggota mereka. Alvin membelah barisan di belakangnya, hanya untuk melihat kepastian dari pertanyaan Anifah.

Benar, gadis yang selalu tampil khas dengan bando hitamnya itu tidak ada di sini.

"Cha!" Raga berinisiatif memanggil, suaranya menggema tapi tidak ada sahutan sama sekali.

"Gue mau cari Achaira," ucap Lidya lantas berbalik ke tempat awal mereka. Di sana memang ada pertigaan jalan hutan, gadis itu memilih pergi ke arah utara.

Satu cengkraman kuat menghentikan langkahnya, Lidya berbalik dan mendapati Raga yang menatapnya tajam.

"Jangan pergi! Ntar lo ikutan hilang," larang pemuda itu.

Lidya membuka cengkraman itu hingga terlepas. Detik berikutnya, gadis itu berkata, "Sahabat gue hilang, dan lo seenaknya mencegah buat mencarinya. Lo siapa, hah?!"

Raga mengacak rambutnya kasar, melihat Lidya yang kembali berbalik ke arah utara. Dia mengejar kepergian Lidya yang sudah jauh dari rombongan. Sekali lagi, pemuda itu berhasil menarik pergelangan tangan Lidya saat mengejarnya.

"Gue bilang jangan, ya jangan!"

"Gila lo!" sembur Lidya.

"Achaira bisa balik sendiri. Ingat ada tiga temanmu yang lain, jika lo kehilangan Achaira tidak akan berpengaruh apapun, bukan?"

Satu tamparan mendarat mulus di pipi pemuda itu, perih kian menjalar di permukaan kulitnya yang memerah.

Gadis di depannya masih terbawa emosi, napasnya saja masih memburu seirama dengan pundaknya yang turun naik dengan ritme yang tidak jelas.

Satu kalimat Raga bukannya membuat hati Lidya luluh, justru membuat gadis itu membencinya mati-matian.

"Dari dulu lo emang nggak berubah. Egois, tidak berperasaan!" sarkas Lidya kemudian berbalik meninggalkan Raga.

||

Raga yang kehilangan jejak Lidya, kini pusing tujuh keliling. Pasalnya, dia juga terpisah dari rombongannya.

Dia merasa menyesal, kenapa sampai bisa ia berkata demikian tadi. Sesekali ia menggaungkan nama Lidya atau Achaira, berharap bertemu dengan salah satu gadis itu.

Dua Dunia [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang