Perdamaian

216 47 2
                                    

"Seratus mantra, seribu satu cara. Jika hatimu sendiri yang tidak mau terbuka untuk yang lain, percayalah! Move on kamu bullshit!"

_Dua Dunia_

_____________________

"Tante izinkan kalau Silla sendiri yakin," ucap Debby memberikan satu titik terang untuk harapan gadis berponi itu.

Mata Silla berbinar, detik kemudian ia menghambur ke pelukan wanita paruh baya di depannya.

Satu getaran pendek mengalihkan fokus Silla. Ia melirik benda pipih yang tergeletak sejak tadi. Membaca nama pengirim pesan, membuat Silla menjauh dari Debby.

"Dasar remaja," rungut Debby. Tapi tak dapat dipungkiri, senyum merekah tercipta di bibir pucatnya. Gadis yang selalu ia pikirkan nasib ke depannya, ternyata mampu melawan traumanya sendiri.

[What are you doing? Hilih mentang-mentang gue chat anak sastra inggris.]

Silla tersenyum, jemarinya mulai lincah menekan huruf demi huruf.

[Dasar entalpi. Kalau lo nggak mau chat gue, ya nggak usah juga, rektan! Kayak nggak ikhlas banget.]

Gadis itu tertawa sendiri, jika memanggil Jeon. Ada banyak nama kimia yang ia sematkan untuk pemuda bertubuh atletis itu. Silla tidak akan lupa, keahlian Jeon dalam kima. Jasa-jasa pemuda itu dalam membantunya mengerjakan tugas dulu di SMA.

Satu dentingan kembali terdengar. Silla buru-buru menekan tombol power karena layarnya sudah meredup.

[Nggak mau ikut ke Aira Gramedia?]

Tanpa ditanyakan, Silla dan anggota Dua Dunia juga berniat untuk mampir di sana.

Sudah lama ia tidak mampir ke Gramedia milik orang tua Achaira. Selepas gadis itu merantau ke Yogyakarta, Silla jadi kehilangan stok buku gratis.

[Tentu.]

[Okay, come on barbie let's go barbie.]

Silla terkekeh. Pemuda itu sering kali membalas pesannya dengan lagu barat.

***

Di sebuah tempat luas dengan buku yang tersusun rapi. Achaira terus saja menyusun buku-buku itu tanpa memperdulikan ocehan Alzio. Hari ini mereka sedang bersama di gramedia milik keluarganya. Sedang sepi, karena sedang ada banyak buku masuk, dan butuh waktu untuk membereskan, akhirnya Achaira di sini untuk membantu. Gadis itu sedikit menyesal, saat dulu ia pernah meminta agar Alzio satu fakultas dengannya.

Kini, dia harus bertemu hampir setiap hari dan tentunya mendengar curhatan hubungan pemuda itu dengan sahabatnya, Chellyvia.

"Ngomong-ngomong, kalian bakal pergi ke empat pulau, 'kan? Kami boleh ikut nggak? Anggap aja kami menawarkan bantuan. Gimana?"

Mendengar pertanyaan itu, Achaira berhenti sejenak menyusun buku. Tatapannya teralih pada Alzio yang juga menghentikan aktivitasnya.

"Dari mana lo tahu?"

"Kepo," jawabnya. Alih-alih akan memaksa, Achaira lebih memilih melanjutkan pekerjaannya yang belum terselesaikan. Sejak hari itu ia masih saja menyimpan sakit yang sama. Ia tidak bisa menerima kenyataan pahit ini.

"Kami punya anggota yang bisa membantu kalian," celetuk Alzio.

Gadis itu menatap Alzio malas, banyak sifat Alzio yang kurang berkenan dengan kepribadian Achaira. Tapi nyatanya rasa itu tak jua memudar, meski gadis itu tahu, perasaannya tidak akan pernah terbalas. "Lo ngejual temen lo sendiri?" sinis Achaira.

"Nggak, cuma ngeyakini lo aja kalau bantuan kami pantas."

"Bantu buat?" Gadis itu tergelitik untuk menanyakan ini.

Dua Dunia [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang