[2] COLD SWEAT

242 97 260
                                    

Siapa pun... TOLONG AKU!

Pintu kamar Jin diketuk. Sayup-sayup suara ketukan itu menembus telinga Jin. Dia ingin menyahut, tetapi suaranya tidak keluar sama sekali. Semakin berusaha untuk bersuara, dia semakin merasa sesak di dadanya.

Ketukan terdengar lagi, kali ini lebih keras. Jin mencoba membuka mata. Astaga, bahkan hanya membuka mata saja rasanya begitu sulit. Jin seolah kehilangan kontrol atas dirinya. Tangannya berusaha mengusir entah apa yang menindihnya, tetapi tak bisa.

TOLONG DOBRAK SAJA! Jin mengerahkan segenap tenaga, tetapi sia-sia. Dia mulai kehabisan napas. Jeritannya tertahan di tenggorokan.

Ketukan di pintu berubah menjadi gedoran yang bertalu-talu.

DOBRAK SAJA BODOH! AKU KEBURU MATI!

Blar!

Pintu mengayun terbuka. Angin dingin yang membawa uap air hujan menembus ruangan. Aroma segar hujan melewati indera penciuman Jin. Aroma air dan karat di kamar mandi dibawa turut serta. Gemericik hujan di luar sana bercampur suara keran air yang tadi dinyalakannya di kamar mandi. Seketika, Jin bisa bernapas lagi. Seketika dia bisa membuka mata. Seketika organnya bisa bergerak seperti sedia kala.

Jin terengah mengeja apa yang baru saja menimpa dirinya. Matanya nyalang ke sana kemari. Kamarnya gelap gulita. Tidak ada apa-apa. Tidak ada tanda-tanda seseorang baru mencoba membunuhnya. Bahkan, pintu yang tadi dikiranya terbuka masih tertutup rapat. Juga jendela di sisi lemari itu masih tertutup sempurna. Lalu bagaimana angin bisa bertiup dan membangunkannya?

Satu-satunya yang benar adalah kran air kamar mandi masih menyala dan hujan sedang mengguyur tempat ini. Langit gelap, entah karena hujan atau memang sudah malam, Jin tidak peduli. Satu-satunya yang dipedulikannya adalah, apa yang baru saja menimpanya?

Jin mengusap peluh di dahinya. Tubuhnya berkeringat dingin.

Apa mungkin sesuatu tengah marah karena pohon yang ditebang tadi sore? Jin tak yakin. Dia tidak terlibat apa pun dengan pohon itu, bahkan tidak menginjak satu ranting yang terjatuh di sana.

oOo

Jin berusaha menggosok rambutnya berulang dengan handuk supaya lekas kering. Sebanyak apa pun dia mengucurkan sampo yang dibawanya dari Negeri Gingseng, aroma karat keparat itu tetap saja mengganggu. Lengannya kemerahan dengan bentolan kecil seperti digigiti sesuatu. Pasti kutu kasur keparat!

Baru memaki, bahu Jin juga terasa tak nyaman. Dia mendekat ke cermin berjamur dan berusaha menurunkan lengan kemejanya supaya bisa melihat apa yang salah di sana. Samar terlihat luka membiru dan lebam tersemat di sana. Luka yang sama menempel di banyak bagian tubuhnya. Luka-luka yang membuatnya menguatkan tekad minggat dari tanah kelahiran artis idolanya, Kim Seok Jin alias Jin BTS, dan berakhir menyedihkan di tempat ini.

"Kalau di Korea aku mati dipukuli majikan, di sini aku mati infeksi kena air karatan!" maki Jin pada dirinya sendiri. Sibuk meneliti seberapa parah lukanya yang terasa gatal dan perih, lampu neon panjang di ruangan itu mendesis perlahan. Cahayanya tidak stabil.

"Setelah lampu kamar mandinya mati, kamu mau mati juga? Mati sana!" murka Jin pada lampu di langit-langit. Dia menarik napas perlahan dan panjang. Sehari saja di sini, mungkin dia sudah gila karena bisa berbicara dengan lampu.

Mari berdamai dengan tempat terkutuk ini sampai... entah sampai kapan.

Jin membuka koper lebar-lebar. Matanya menyisir ruangan, mengira-ngira harus menata mulai dari mana. Yang pertama harus dilakukan adalah menata mood-nya. Jadi dia mengeluarkan segulung poster raksasa dari dalam koper. Bibirnya melengkungkan senyum ketika melihat Kim Seok Jin tersenyum kepadanya. Jin tengah mengira-ngira di mana harus memasang poster, ketika pintu kamarnya diketuk. Dia menatap ke pintu. Perasaannya jadi aneh karena percampuran mimpi buruk tadi.

Siapa yang datang menemuinya? Dia tidak punya siapa-siapa di sini. Ketukan di pintu semakin keras. Tetangga? Jam berapa sekarang? Jin meraih ponsel yang tengah diisi baterainya. Nyaris pukul sepuluh malam. Apa tetangga di sini sebegitu gilanya mengganggu orang baru?

"Siapa?" Jin setengah berteriak.

Tidak ada jawaban. Hanya ketukan yang terdengar lebih kencang. Dengan perasaan kesal, Jin meletakkan poster idolanya di atas kasur dan berderap menuju pintu. Mulutnya sudah menyiapkan makian paling tajam yang dimilikinya. Tangannya meraih ganggang pintu dan ketika makian ingin dilontarkan, tidak ada siapa-siapa di sana.

Jin melongokkan kepala ke lorong. Tidak ada siapa-siapa. Lampu lorong remang-remang. Beberapa mati, sisanya berkedip karena usia. Hujan masih mengguyur deras. Lantai lima adalah lantai teratas. Tempias dan tetesan air hucan yang merembes lewat atap bocor membentuk genangan di lantai.

Sekali lagi dia menyisir sekeliling. Benar, tidak ada siapa-siapa.

Jin menutup pintu keras-keras. Kesal rasanya hari ini berulang kali mendengar ketikuan pintu yang terdengar seperti lelucon tipu daya ini.

Baru selangkah menjauh dari pintu, ketukan kembali terdengar. Jin mematung, membiarkan ketukan berulang. Tangannya mengepal. Dia bertekad untuk tidak membuka pintu. Langkahnya terayun untuk kembali mencari spot terbaik memasang wajah tampan Jin BTS yang akan menjaga kewarasannya di tempat sampahini. Jin baru mengira-ngira sudut kemiringan poster, ketika ketukan di pintu berubah menjadi gedoran yang menuntut dan mengganggu.

Dengan balok kayu yang tadi disiapkannya untuk memaku poster Jin BTS, Jin berderap murka menuju ke pintu. Ditariknya pintu sekuat tenaga dan seketika hawa dingin tak masuk akal menyerbunya. Kegelapan total menyambutnya. Entah ke mana semua lampu-lampu sekarat sialan itu, tetapi lorong terasa gelap. Bulu kuduk Jin meremang.

"Siapa?" tanyanya pada kegelapan yang pekat. "SIAPA?" Dikeraskan suaranya, padahal perlahan ketakutan menjalar dari ujung kakinya.

Saat tangannya hendak mengayunkan pintu, lampu neon panjang dalam kamarnya berkedip-kedip. Jin menoleh dan otomatis gerakan mengayun pintunya terhentu. Dia kembali berbalik ketika sebuah bayangan hitam raksasa menimpa bahunya hingga ke lantai-lantai kamarnya. Jin terkesiap. Jantungnya melompat dan napasnya tersekat. Matanya terpejam erat.

Siapa... bukan, makhluk apa yang mengetuk pintu? Tangan Jin gemetar di daun pintu. Dia kehilangan daya untuk menutupnya. Kakinya berubah jadi agar-agar. Jika bayangannya sebesar ini, jangan-jangan... tidak! Tidak! Di luar mati lampu. Bagaimana mungkin ada bayangan?!

Seketika Jin membuka mata. Perlahan, dia bisa melihat siluet sesosok gelap berdiri di depan pintu. Seiring dengan debar jantung Jin yang memberontak, sosok itu berderap perlahan menuju Jin. Tangan Jin mengetat di pintu. Siapa?

Aroma basah, aroma daun beringin, dan hawa dingin mengepul di sekeliling pintu. Sejengkal lagi dan sosok itu akan menyentuh sisi terang yang dipantulkan oleh cahaya lampu dari kamar Jin. Perempuan itu menahan napas. Dia meyakinkan diri bahwa tangannya yang lain memegang balok kayu yang bisa dilemparnya kepada siapa pun itu. Pertanyaannya adalah apakah dia manusia atau...

Tatapan Jin turun ke lantai di mana sosok itu akan melangkah. Jika menjejak, berarti kayu di tangannya berguna. Jika tidak, malam ini dia akan binasa. Sebentuk kaki melangkah dalam keremangan cahaya dan...

oOo

Gen & GrimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang