Hari-hari perlahan telah berganti, dentingan waktu seakan cepat berlalu, tahun silih berganti beriringan degan banyaknya rekaman memori yang selalu terisi, panjangnya hari seakan sekejap mata kala kita lewati tawa bersama.
Sudah jauh jalinan persahabatan yang terikat, bukan tentang tak merasakan perjalanan kehidupan ini, hanya saja mereka menikmati setiap kebersaman yang selalu mereka ciptakan. Janji yang pernah mereka buat masih erat mereka jaga, dari pertemuan yang sesederhana itu berubah menjadi persahabatan yang selalu menciptakan tawa. Rama juga menepati perkataannya untuk selalu menjaga Rania.
Pagi ini memang tak ada bedanya dari pagi-pagi sebelumnya, seperti biasa pagi ini mereka berangkat bersama, menghabiskan waktu sebelum bel masuk sekolah berbunyi.
Dentingan waktu mulai mengalun perlahan, dan kini bel masuk mulai terdengar.Semua siswa bergegas memasuki ruang kelas masing-masing. Di tengah kefokusan pelajaran ada sebuah info yang disampaikan melalui ruang informasi yang berisi, “panggilan untuk Rania Agatha, kelas XI IPA 1 harap ke ruang guru untuk menemui Bu Rani sepulang sekolah, sekian informasi ini terima kasih.”
Mentari mulai naik dan semakin menyinarkan sinarnya, jam pulang kini berdenting di setiap sudut sekolah.
“Ram, lo pulang duluan deh, gue mau ke ruang guru ketemu sama Bu Rani,” ucap Rania pada Rama, sejak bel pulang berbunyi ia sudah menunggu Rania di depan kelasnya.
“Gak, nanti lo pulang sama siapa?” Tolak Rama.
“Nanti gue bisa kok pulang sendiri,” timpal Rania.
“Nanti kalo lo diganggu atau kenapa-kenapa gimana?” tanyanya.
“Gue udah besar nggak anak kecil lagi, gue bisa kok jaga diri gue sendiri,” ujarnya percaya diri.
“Nggak!” Tolaknya keras kepala.
“Lo hari ini sepulang sekolah ada bimbel kan? Lo nggak lupa kan, kalau sekarang lo udah kelas dua belas?” tanya Rania, seketika cowok itu terdiam, ia lupa kalau hari ini ada bimbel tambahan.
“Udah, pulang sana!” desak Rania.
“Iya, tapi nanti hati-hati di jalan, dan jangan lupa hubungi gue,” ujarnya sembari meninggalkan gadis itu.
Rania tertawa melihat kelakuan sahabatnya itu, selama hampir sepuluh tahun cowok itu berusaha menjaganya, terkadang sikapnya yang seperti itu membuat Rania menjadi tertawa sendiri. Lalu gadis itu menuju ruang guru untuk memenuhi panggilannya tadi.
“Apa benar, Bu Rani tadi memanggil saya?” tanyanya setelah ia sampai pada ruang Bu Rani.
“Iya benar, silahkan duduk.” Kemudian ia duduk menghadap Bu Rani yang tadi memanggilnya.
“Ada apa ya, Bu Rani memanggil saya?” tanya Rania.
“Jadi gini, pada bulan depan akan diadakan olimpiade matematika, dan dalam olimpiade tersebut harus ada perwakilan dari setiap sekolah, jadi Bu Rani memutuskan untuk kamu yang mengikuti olimpiade tersebut,” kata Bu Rani langsung pada tujuannya. Rania memang termasuk siswa yang cerdas waktu kenaikan kelas ia mendapat peringkat pertama umum di sekolahnya jadi tak heran jika dirinya dipercaya untuk mengikuti olimpiade tersebut.
“Gimana menurut kamu, kamu setuju?” tanya Bu Rani.
“Iya Bu, saya menyetujuinya,” ucap Rania menyetujui.
“Sekarang kamu sibuk nggak?” tanya Bu Rani.
“Tidak, Bu,” jawabnya.
“Saya mau memberi tahu materi apa saja yang akan keluar dalam olimpiade, jadi nanti kamu bisa pelajari di rumah, dan mulai besok sepulang sekolah, Bu Rani bakal menjelaskan lagi dan mengevaluasi hasil belajarnya,” ujar Bu Rani, kemudian ia mengambil salah satu buku matematika yang ada dalam rak buku, lalu guru tersebut memberi tahu dan menjelaskan materi yang harus dipelajari oleh Rania.
Tak terasa satu jam telah berlalu, Bu Rani menyudahi penjelasannya kali ini.
“Buku ini gak terlalu lengkap, dan tadi waktu istirahat Bu Rani sudah coba cari di perpustakaan, tapi buku di sana nggak ada yang lengkap dengan materi olimpiade, jadi tolong kamu coba ke toko buku, cari buku yang lengkap supaya proses belajarnya tambah lancar. Bu Rani tadinya mau cari sendiri tapi akhir-akhir ini Bu Rani sibuk banget,” kata Bu Rani.
“Iya, Bu, nanti saya akan cari bukunya,” jawab Rania mengiyakan permintaan gurunya.
Setelah keluar dari ruang guru Rania memilih untuk pulang terlebih dahulu, gadis itu tadinya akan langsung menuju toko buku tapi setelah ia pikir lagi, ia akan pulang dan membersihkan tubuhnya terlebih dahulu, karena dirinya sudah tak tahan sepanjang hari terpapar matahari dan debu.
Sesampainya di rumah ia segera mandi, setelah merasa segar sehabis membersihkan diri, gadis itu bersiap-siap akan ke toko buku. Setelah mendapat izin dari mamanya Rania pergi sendiri dengan taksi, biasanya ia akan pergi keluar bersama Rama tapi kini cowok itu tak bisa menemaninya.
Setelah Rania sampai pada salah satu mall yang ada di Jakarta, gadis itu langsung menuju toko buku, ia memilih buku yang berisi materi lengkap mengenai matematika. Beberapa menit berkutat memilih buku akhirnya ia menemukan buku yang ia harapkan, kemudian ia menuju ke kasir dan melakukan pembayaran.
Ketika Rania keluar dari toko tersebut gadis itu teringat jika dirinya belum memberi tahu masalah olimpiade ke sahabat terbaiknya, dilihatnya jam pada tangannya, sekarang jam tersebut menunjukkan pukul enam kurang lima belas menit dan kebetulan lima belas menit lagi Rama sudah pulang dari bimbelnya.
Akhirnya ia meraih ponsel dalam tasnya dan mengirimkan pesan singkat pada Rama, supaya setelah pulang bimbel cowok itu bisa datang ke salah satu kafe yang biasa mereka datangi.
Rania langsung menuju ke kafe tersebut. Setelah gadis itu memasuki kafe beberapa menit kemudian hujan turun, ia menatap ke arah jendela yang menampakkan rintikan hujan yang lumayan lebat. Rania hanya butuh waktu sepuluh menit menunggu Rama, sahabatnya itu langsung datang setelah ia pulang dari bimbelnya, tak heran karena tempat bimbel Rama tak terlalu jauh dari kafe tersebut, jadi ia hanya butuh waktu sepuluh menit untuk sampai di tempat itu. Tadinya Rania pikir akan butuh waktu yang lebih lama untuk menunggu Rama karena hujan, tapi ternyata cowok itu menerobos rintikan hujan di luar sana, setelah Rama datang ia langsung duduk di hadapan Rania dengan rambut dan baju yang sedikit basah kuyup.
“Rama, kok lo hujan-hujanan sih!” lontar Rania, kemudian ia mengambil tisu di dalam tasnya.
“Tadi pas gue udah di jalan hujannya turun, udah dekat juga sekalian terobos aja hujannya,” jawab Rama. Kini Rania mengelap wajah sahabatnya yang basah, tanpa ia sadari jarak wajah mereka sangat dekat, dan tanpa sengaja tatapan mereka bertabrakan, sedetik kemudian Rania mengalihkan pandangannya, setelah ia rasa wajah sahabatnya sudah tidak lagi basah, ia menghentikan aktivitasnya itu.
“Dari mana?” tanya Rama ketika ia melihat kantong plastik bawaan Rania.
“Dari toko buku,” balasnya.
“Sendiri?” tanyanya lagi.
“Iya,” jawabnya singkat.
“Tumben berani,” ujar Rama, entahlah apakah itu pujian atau ejekan.
“Gue kan dari dulu pemberani!” tutur Rania membanggakan diri, lalu dibalas dengan tawa oleh Rama.
Kemudian mereka memesan menu andalan yang sudah biasa mereka pesan, beberapa menit menunggu akhirnya pelayan membawakan pesanan mereka.
Di tengah mereka menikmati makanannya Rania menyampaikan tentang olimpiade nya, “Ram, ada yang mau gue omongin,” ujarnya.
“Apa?” tanyanya, kini Rama mengalihkan pandangan dari makanannya, dan beralih pada gadis di hadapannya.
“Gue dipilih sama Bu Rani untuk ikut olimpiade matematika,” ungkap Rania.
“Bagus dong, selamat ya!” kata Rama, yang diikuti senyuman karena ia turut bahagia atas info itu.
Kemudian mereka melanjutkan perbincangan, mengenai olimpiade maupun hal yang lainya, sembari menghabiskan makanan mereka.
Tak terasa langit perlahan mengelap, sudah satu jam mereka menghabiskan waktu. Akhirnya mereka beranjak pulang, sekarang Rama mengantar Rania pulang. Sesampainya di depan rumah, Rania akan masuk ke dalam, tapi belum sempat gadis itu masuk Rama mengatakan sesuatu yang membuat dirinya lebih bahagia.
“Semangat ya!” kata Rama, ia memandang Rania sambil tersenyum tulus.
Ada rasa hangat dalam dada gadis itu, seakan ia selalu mendapatkan sinar mentari yang buat hari-harinya berwarna, Rania membalasnya dengan anggukan dan senyum yang merekah indah dalam wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Platonis
Teen Fiction"Jalinan kita hanya teman, namun kuharap kau adalah masa depan." Kata orang tidak ada persahabatan yang murni antara lelaki dan perempuan. Lalu bagaimana dengan Rania dan Rama yang sudah menjalin persahabatan sejak kecil? Adakah perasaan aneh yang m...