Part 4

24 5 6
                                    


Tak terasa hari perlahan berlalu, waktu terkadang mempermainkan kehidupan, Rania merasakan hari seakan cepat berlalu, tanpa disadari besok ia sudah di hadapkan dengan hari yang selalu membuatnya sibuk mempersiapkan diri, dan waktu seakan berjalan lambat ketika Rania harus menunggu waktu luangnya untuk bertemu sahabatnya.

Dirinya yang terlalu sibuk membuatnya jarang bertemu dengan cowok itu, berangkat sekolah bersama sudah jarang mereka lakukan, jam istirahat ia habiskan di perpustakaan, tak ada makan siang bersama, seperti dulu yang selalu ia lakukan dengan Rama setiap istirahat, tak ada pulang bersama, karena mereka disibukkan kegiatan masing-masing, apalagi Rama juga harus mempersiapkan diri untuk ujiannya, jadi banyak bimbel yang harus ia jalani.

Hari ini Rania diantar oleh sopirnya, terkadang Bu Rani menyuruhnya berangkat lebih awal, seperti sekarang, ini lah yang membuatnya jadi jarang berangkat bersama Rama.

Sesampainya di sekolah Rania langsung menuju ruang guru, dan menemui Bu Rani, kini Bu Rani memberi Rania ringkasan materi dan sekumpulan soal hasil belajarnya kemarin.

“Rania, ini ada ringkasan, dan kumpulan soal, kamu pelajari ya,” ujarnya.
“Iya, Bu,” jawab Rania.
“Nanti kamu belajarnya waktu istirahat saja,” kata Bu Rani.
“waktu jam pulang sekolah gimana, Bu?” tanya Rania.
“Besok kamu kan sudah ada olimpiade, jadi kamu istirahat aja, supaya waktu olimpiade nya kamu bisa fresh,” ujarnya. Rania membalasnya dengan anggukkan.

Beberapa menit kemudian, jam pelajaran pertama akan dimulai. Semua siswa bergegas memasuki ruang kelas masing-masing.

Memasuki jam istirahat, Rania masih sibuk membereskan buku-buku yang ada di atas mejanya, sebelum ia keluar untuk mengerjakan beberapa latihan soal, dan mempelajari lagi materi rangkumannya.

Saat Rania keluar kelas tak sengaja matanya menangkap bayangan sahabatnya, dari pagi ia belum melihat cowok itu, dilihatnya Rama berjalan ke arah kelas Rania, seketika Rania ingat jika hari ini ia tak ada belajar tambahan sepulang sekolah.

“Rama!” panggil Rania, sembari melambaikan tangannya.
“Eh... Rania, masih di sini? Gak ke perpustakaan?” tanya Rama, sesampainya di depan kelas Rania. Rama ke kelas XI IPA 1 berniat menemui Iviola, akhir-akhir ini tak jarang ia menghabiskan waktu dengan gadis itu, Kemarin-kemarin saat ia menemui Iviola di kelas, pasti Rania sudah keluar tapi saat ini tak disangka Rania masih di depan kelasnya. 
“Ini juga mau ke sana,” jawabnya sambil menunjukkan buku, dan lembaran kertas yang ada di tangannya, “Ram, hari ini lo nggak ada bimbel kan?” lanjut Rania bertanya.
“Nggak ada, kenapa?” tanya Rama.
“Gue juga nggak ada belajar tambahan, jadi nanti kita pulang bareng, oke?” ujar Rania, tapi belum sempat Rama mengiyakan, gadis itu sudah pergi dari hadapannya, “gue pergi dulu, Bu Rani pasti udah nunggu,” lanjutnya sembari berlalu menjauhinya.

Saat Rama sibuk memperhatikan kepergian Rania, tiba-tiba Iviola muncul di hadapannya, dan membuyarkan pandangan Rama.

“Rama, ke kantin yuk!” ajak Iviola, kini gadis itu sudah menggandeng tangan Rama, dan menariknya menuju kantin, sesampainya di kantin mereka memesan makanan.

Di tengah mereka menikmati makan siang, tiba-tiba ponsel Iviola berdering tanda ada panggilan masuk, gadis itu melihat layar ponselnya, tertera panggilan dari sang mama, kemudian ia mengangkat telepon itu.

“Halo, Ma, ada apa?” tanya Iviola.
“Tante Ita, masuk rumah sakit,” ucap mamanya memberi tahu alasannya menelpon.
“Kok bisa, Ma?” Iviola kaget mendengarnya.
“Tante Ita,  tiba-tiba pingsan makanya harus cepat dibawah ke rumah sakit,” ujarnya dari sebrang.
“Yaudah, nanti Iviola ke sana,” ucapnya.
“Gak usah, sekarang mama udah di rumah sakit, untuk hari ini biar tante Ita istirahat dulu, besok aja kamu jenguk nya,” kata sang mama.
“iya, Ma,” balas Iviola, setelah berakhir sambungan telepon itu, Iviola meletakkan ponselnya.

“Ada apa?” tanya Rama khawatir, ketika ada nada cemas saat Iviola bertelepon tadi.
“Tante aku masuk rumah sakit,” ucap Iviola.
“Pulang sekolah kamu mau ke sana?” tanya Rama lagi.
“Rencananya sih mau gitu, tapi kata mama besok aja aku jenguk nya, supaya hari ini tante istirahat total,” ujar Iviola.
“Besok, gue anterin lo  ke rumah sakit,” kata Rama.
“Eh... Tapi ....” Belum sempat Iviola menyelesaikan pembicaraannya, Rama sudah memotongnya.
“Gue gak ada acara besok, jadi gue bisa temenin lo.” Rama mengatakan itu tanpa memikirkan dua kali.

Setelah melewati semua serangkaian pelajaran, bel pulang berbunyi, kini Rania menunggu Rama di depan kelasnya, beberapa menit kemudian cowok itu datang.

“Lama nunggunya?” tanya Rama setelah ada di hadapan Rania.
“Enggak kok,” jawab  Rania.
“Yuk pulang!” ajak Rama, ia menggandeng tangan Rania, tapi gadis itu bergeming.
“Kenapa?” tanya Rama, dengan raut muka kebingungan.
“Rama, kita makan dulu yuk, gue belum makan siang,” ujar Rania, dengan raut wajah memelas.
“Kok bisa belum makan? Kalau sakit gimana?” lontar Rama,  dengan khawatir.
“Tadi nggak sempat makan,” ucap Rania.
“lo juga harus perhatiin kesehatan lo!” ujarnya menasihati.
“Iya, bawel,” jawab Rania, “Jadikan, kita makan?” tanyanya.
“Udah izin ke mama lo?” Rama balik bertanya.
“Udah, tadi gue udah telepon mama,” kata Rania.

Kini mereka menuju salah satu kafe  favorit mereka. Sesampainya di tempat tersebut mereka memesan menu andalan  yang biasa mereka pesan, sudah lama mereka tak menghabiskan waktu bersama seperti ini, mereka terlalu sibuk dengan kegiatan masing-masing.

Di tengah mereka menunggu pesanan, pandangan Rama diam-diam memperhatikan wajah cantik yang ada di hadapannya, kini seakan pandangannya tak bisa ia alihkan, tanpa sadar selama satu bulan ini Rama merindukan kehadiran gadis itu.

Kedatangan pelayan membuyarkan pandangan Rama, setelah pesanan diantar mereka menikmati makanan tersebut.

“Rama, besok lo datang kan ke olimpiade gue?” tanya Rania, seketika Rama yang tadinya menikmati makanannya tiba-tiba tersedak ketika mendengar pertanyaan Rania.
“Ini minum dulu.” Rania menyodorkan minuman yang ada di hadapannya.
“Makasih,” ucap Rama, ia baru teringat jika besok sudah waktunya Rania olimpiade, dan tanpa sadar ia sudah berjanji mengantarkan Iviola.

“Lo besok datang kan?” Rania mengulang pertanyaannya.
“Em... gue udah ada janji,” ujar Rama dengan hati-hati, dan perasaan yang tidak enak pada gadis itu.
“Janji?” tanya Rania, dengan raut wajah bertanya.
“Maaf, gue sama sekali lupa kalau besok lo ada olimpiade, jadi tadi waktu istirahat gue udah janji, besok akan nganterin Iviola ke rumah sakit jenguk tantenya.” Jelas Rama dengan berat hati.
“Iviola temen sekelas gue? Sejak kapan kalian kenal?” tanya Rania, kesibukkan nya satu bulan ini ternyata menyita banyak hal, dan waktu dengan sahabatnya, sehingga mereka hampir tak pernah berbincang, walau hanya sekedar bertukar cerita.
“Iya, temen sekelas lo, kita udah kenal satu bulan yang lalu,” jawab Rama.
“Gue kelewat banyak hal ya?” tanya Rania, diiringi tawa hambarnya. “Kalau lo udah ada janji, ya mau gimana lagi, lo harus tepati janji lo itu,” lanjutnya, dalam hati Rania, ada rasa kecewa bahkan dirinya bisa merasakan hatinya seakan memberontak, tapi ia berusaha menahan egonya, dan bersusah payah membuat tampilan senyum yang tak luntur dalam bibirnya, mungkin selama satu bulan ini kehadiran  Iviola berkesan bagi Rama, ia sangat tahu betul sahabatnya itu paling susah kalau harus berurusan dengan rumah sakit, karena Rama tak menyukai bau obat, tapi kini cowok itu rela membuat janji dengan Iviola, untuk mengantarnya ke rumah sakit bahkan cowok itu melupakan hari olimpiade Rania.

Setelah selesai makan bersama, Rama akhirnya mengantar Rania pulang.

“Semangat buat besok olimpiade nya, gue yakin lo pasti menang, jadi gue tunggu traktirannya“ ucapnya, diiringi dengan tawa, sembari mengusap pelan rambut gadis di hadapannya.
“Iya, makasih,” balas Rania, diiringi senyum yang tersisa dalam bibir kecilnya.
“Gue langsung pulang ya,” pamit Rama.
“Iya, hati-hati di jalan.”

Rania memperhatikan kepergian Rama, senyum yang sedari tadi ia paksakan kini perlahan memudar.

PlatonisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang