Menemukan

940 33 0
                                    

“ Tidak harus mencari masalah untuk menemukan bukti, tapi cari kebenaran lewat bukti. ”

Kenzo Haidar

|*|
|*|
|*|

Zelline diam membeku. Tak ada satu patah kata pun keluar dari bibirnya. Ia sedikit ragu untuk menjawab. Bukannya dia punya pacar atau apa tapi dia sedang menimbang baik buruk atas jawabannya. Kalau dia berbohong tentang dia yang sudah memiliki pacar mungkin kedua orang tua dari kedua belah pihak berencana menjodohkan mereka akan batal, kan?

Zelline memandang Theo ragu, melihat tampilan tampan dan bersih khas pria dewasa yang terkena cahaya bulan membuat ia sedikit terkesima dan merasa pemandangan itu cukup indah. Kepalanya tanpa sadar mengangguk-angguk saat teori tadi melintasi pikirannya.

“ Udah punya? ” nadanya agak terkejut saat melihat remaja itu mengangguk ringan dengan tampilan berpikir.

Zelline tersentak tersadar dari pikirannya, “ Eh, apa? Iya-iya! ” gagapnya dengan sedikit nada paksaan di akhir dan kepalanya bergerak naik turun menyetujui.

Theo tertegun. Antara gemas dengan tingkahnya dan ingin membantah pernyatannya karena ekspresi yang agak tidak meyakinkan membuat matanya menatap Zelline dengan emosi kompleks.

Zelline juga menatap mata Theo gugup, takut cowok itu menyadari kebohongannya. Jari mungilnya tanpa sadar saling bertautan dan memilin ujung gaunnya. Dia menggigit bibir dalamnya mencoba menahannya agar tetap diam atau dia akan tidak sengaja mengucapkan kebenarannya. Apalagi ini adalah kali pertama dia berbohong pada orang lain jadi rasanya sangat tegang dan menakutkan.

Sudut bibir Theo berkedut melihat ‘sesuatu’ yang tampak di depan matanya. Ia kembali tersenyum lembut, “ Mm? Cowok mana yang bisa menempati hati lo? ” pancingnya.

Tanpa peringatan bayangan salah satu teman cowok yang baru dikenal dan seangkatan dengannya tampil di benaknya membuat sudut bibirnya tertarik dengan kenyamanan yang tampil seolah dia memang menempati hatinya. Matanya menatap Theo dengan percaya diri, “ Dia... Rav. Aarav Brian Kusuma. ”

Kali ini Theo benar-benar terdiam cukup lama. Ia ragu dengan matanya sendiri karena sebelumnya sempat melihat keraguan di wajah cewek itu.

“ Kak... Theo? ” panggil Zelline ragu melihat tatapan kosong Theo terpaku padanya.

Zelline menyentuh tangan Theo menyadarkannya dari pemikiran tak pastinya. Theo memandang Zelline dengan rumit. Bahkan lebih rumit dari sebelumnya.

Theo mengkerjapkan matanya lalu kembali tersenyum, Masih pacar kan belom istri.

“ Ya-ya, tau gue yang nggak jomblo. Ganti topik aja, deh, nanti kalo dilanjut gue nggak bakal nyambung lagi. ” respon Theo seraya mempertontonkan gigi rapinya.

Zelline tertawa, “ Kakak sih terlalu setia. ” celetuknya.

“ Iya dong, cowok itu harus setia. Tapi setia yang gimana dulu nih, kalo setia hati gue mah jagonya. ” ujar Theo dengan nada bangga.

Zelline mencibir, “ Dih, sok ngomongin setia yang kek gitu begitu tar ketemu yang lebih cantik dari ceweknya langsung diembat. ”

Theo mencubit bibir Zelline sebal, “ Licin banget mulut lo, minta diseretin? ”

Zelline menaikkan sebelah alisnya menantang, “ Emang bisa? Pake apaan? ” tanyanya songong.

“ Pake parutan. Mau nyoba? ”

My Daisy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang