🎲 After Break

6.4K 310 12
                                    

Setelah pulang liburan, Vara memutuskan kembali ke MedVoice. Kembali bekerja dan melupakan masalah percintaannya. Dia yakin sahabat-sahabatnya akan membantunya bangkit, sama seperti kakak-kakaknya. Kak Andara benar, dia dikelilingi oleh orang-orang yang sangat baik.

Setibanya di kantor, Kanaya langsung memeluknya hangat dan menyinggung soal liburannya.

"Kak Mery yang punya rencana, Ay. Dia yang ngebiayain semuanya. Gue cuma modal pakaian ganti doang."

"Enak banget, sih punya kakak kayak gitu. Kalau patah hati nanti gue mau deket-deket Kak Mery juga, ah!"

"Cari pacar dulu baru bisa patah hati," balas Vara sambil menyambar kertas memo di atas meja. "Apa ini? Gue disuruh ketemu Mas Eka pagi ini?" tanya Vara setelah membaca apa yang tertulis di kertas.

"Kerjaan Mbak Tami kayaknya. Sudah ada waktu gue datang tadi. Mungkin karena lu nyuekin Mbak Tami makanya dapet memo." Kanaya mengintip memo yang ada di tangan Vara untuk mengetahui isinya.

"Gue sudah hubungin Mbak Tami, kok. Dia nggak bilang kalau harus ketemu Mas Eka. Kesel gue, nggak bisa, ya nggak harus berhubungan sama orang satu itu?"

"Ya udahlah, toh masalah Homie sudah terselesaikan. Temui aja dia. Kasih dia kesempatan."

Vara mengernyit. Kesempatan? Kesempatan untuk menyindirnya pasti. Vara memutar bola matanya dan berjalan keluar menuju ruangan Mas Eka.

Biasanya ada evaluasi meeting setiap Senin pagi, tapi kata Kanaya ditiadakan karena anak iklan sibuk mengurusi pekan promosi di Senayan. Lagi pula omset mereka sudah tutup poin berkat Homie yang kontrak langsung tiga bulan.

"Siapapun orangnya yang bisa mendapatkan Homie benar-benar luar biasa. Salut gue. Nilai kontraknya lebih gede dari sebelumnya," kata Kanaya tadi. Dia mendengar desas-desusnya dari anak iklan, siapa lagi kalau bukan Jo dan Vicky.

Setelah mengetuk pintu ruangan Mas Eka dan terdengar suara yang mempersilakannya masuk, baru Vara memutar knop pintu dan mendorongnya pelan. Ternyata di dalam ruangan, Mas Eka tidak sendirian. Ada beberapa koordinator sedang berdiri mengelilingi mejanya.

"Nah, Vara, kebetulan kamu datang. Saya mau kasih kamu tugas pagi ini. Ada beberapa klien yang mendesak minta ketemu pagi ini dan booth pameran kita bakal kosong padahal hari ini pembukaan. Kamu, kan nggak ada kerjaan. Jadi kamu pergi ke Senayan, gih jagain booth kita hari ini."

Vara yang masih merasa tak enak soal Homie memutuskan tidak memberikan komentar apa-apa tentang penugasannya selain mengangguk kecil.

"Ada lagi, Mas?"

"Tanya Tami aja, deh, saya sibuk. O, ya, kamu sendirian di booth jadi cobalah konsentrasi dan dapetin peluang. Jangan bikin kecerobohan baru lagi. Kan, sudah enak kamu kemarin liburan nggak kerja, jadi jangan cari gara-gara kali ini!" ancam Mas Eka. Vara memahami maksudnya, hanya saja dia merasa ada sesuatu yang direncanakan atasannya itu.

Namun dia tidak sempat menaruh curiga. Dia bergegas menemui Mbak Utami dan menyampaikan apa yang dikatakan Mas Eka. Mbak Utami memberinya memo dan menyuruhnya pergi ke bagian keuangan.

"Dari sana kamu langsung saja ke lokasi, ya. Mana tahu di sana mereka membutuhkan bantuan. Pembukaan katanya jam sepuluh."

Vara mengangguk. Tak menunggu lama, dia pergi ke bagian keuangan untuk mendapatkan uang transportasi dan makan, lalu berpamitan pada Kanaya. Enak juga hari ini dia tugas keluar, pikirnya. Sepertinya Mas Eka tahu apa yang diperlukannya. Sedikit menjauh dari rutinitas kantor dan cuci mata di pameran. Siapa tahu dia punya peluang menggaet klien perusahaan dan klien hatinya yang baru. Toh, dia lajang sekarang. Jadi seperti kata Kak Mery, nikmati saja hidup.

14 HARI SEBELUM PUTUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang