Muncak?

5 0 0
                                    

Sebuah kamar bernuansa Soft pink, area dinding dihiasi dengan poster sebuah grup band Internasional, One Direction. Lagu One Thing-One Direction saat itu sedang diputar di MP3. suara desingan laptop terdengar pelan, sedari tadi jemari Vanya disibukkan mengetik di atas keyboard mencari berbagai macam soal untuk persiapan tes beasiswa luar negeri. berbagai macam buku bertebaran dimana-mana membuat kamar itu layaknya seperti kapal pecah.

"Kriettt.." Seseorang membuka pintu kamar.

Wanda sang kakak terkejut melihat kamar sang adek berantakan.

"Eh buset! ini kamar atau kandang hewan."

"Tenang...ntrar adek bersihin."

"Yaudah, kakak nanti pulangnya agak malam ya. Soalnya kakak jadi panitia event harus lembur ngejar target."

Vanya mengangguk, sang kakak bergegas pergi dari kamar itu karena sudah terlambat. Vanya menghentikan kegiatannya dan menghela napas sejenak, pandangannya teralihkan ke sebuah foto yang ada disamping Laptopnya. Foto itu merupakan foto keluarga yang diambil 10 tahun yang lalu di Pantai Jimbaran, Bali. Vanya hanya tersenyum kaku melihat foto itu, merasa rindu dengan kenangan sebelum ayahnya meninggal. Sejak ayahnya meninggal, hari demi hari rasanya sangat hampa. Setiap hari ibunya disibukkan mengurus perusahaan yang ditinggalkan suaminya sedangkan kakaknya di sibukkan dengan aktivitasnya sendiri.

"Piknik keluarga?Hah bercanda?" Batin Vanya, ia kembali meletakkan foto itu. Sentak dirinya teringat dengan live streaming grup band kesayangannya yang tayang saat itu juga. Beberapa jam ia habiskan menatap layar laptop hanya untuk melihat acara itu. Tiba saatnya, matanya mulai terasa lelah membuat gadis itu tertidur.

Vanya tiba-tiba berada di sebuah puncak, saat itu awan halus mulai menyelimuti puncak. Matahari secara perlahan mulai turun meninggalkan bumi, langit bernuansa oren menandakan waktu sudah senja, hembusan angin yang sedikit kencang membuat suasana menjadi sejuk.

"Van tunggu bentar!" Ucap seorang cowok dengan wajah yang tidak begitu jelas, kemudian ia mengeluarkan sesuatu dari saku celananya, ternyata itu sebuah gelang yang terbuat dari kulit.

"Buat Lo." Kata cowok itu yang langsung memasangkan gelang ke tangan Vanya. sudut bibir cowok itu membentuk lengkungan, hampir sedikit lagi wajah cowok itu terlihat jelas.

Tetapi,

"kringgg.... " Suara alarm dari jam weker yang tak kunjung henti, membuat Wanda kesal memasuki kamar itu.

"DEKK BANGUNN!" Suara yang tidak asing terdengar di telinga Vanya membuat ia terbangun dari mimpinya itu. Saat itu jam menunjukkan pukul 06.55 membuat Vanya langsung beranjak dari tempat tidurnya bergegas untuk pergi ke sekolah.

Lima menit berlalu Vanya turun dari kamarnya melewati anak tangga, terlihat sang kakak yang tengah sibuk menyiapkan sarapan. Ia hanya mengambil sepotong roti yang ada di atas meja dan langsung bergegas menuju pintu rumah. "SARAPANNYA GIMANA WOI!" teriak Wanda ke adeknya, namun Vanya tak peduli. Ia langsung berlarian menuju halte bus yang tidak jauh dari rumahnya.

Lima detik sebelum pagar sekolah di tutup, Vanya menyempatkan diri berteriak kepada Pak Didi untuk menunggunya dan mempercepat langkahnya. Untung saja, mood Pak Didi saat itu sedang baik. Dengan napas yang terengah-engah akibat berlarian seratus meter, ia langsung menuju ke kelasnya yang berada di lantai dua tepat di samping anak tangga. Suasana kelas yang ribut sudah menjadi kebiasaan bagi warga 12 IPS 1, Vanya langsung duduk di bangkunya yang berada di tepi jendela nomor tiga dari belakang sambil meletakkan tas nya di atas meja.

"Tumben telat?" tanya Hayun sahabatnya yang pagi-pagi sudah disibukkan dengan soal remedial matematika.

"Nggak tau, semalam gue mimpi aneh jadi kebawa deh." jawab Vanya.

NanjakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang