Ch 4. Work

3 0 0
                                    

Dunia cerah penuh warna di kota yang sibuk. Sangat kontras dengan penduduknya yang hanya menganggur dan duduk sambil meminta-minta di pinggir jalan. Pada masa sekarang, pekerjaan adalah suatu hal yang wajib dimiliki oleh manusia sebab jika tidak memiliki pekerjaan maka kita tidak akan bisa makan dan mati. Tapi jika aku diberi pilihan, maka aku memilih untuk tidak memiliki pekerjaan.

Aku adalah seorang pria berumur 20an awal, memiliki pekerjaan sampingan sebagai seorang kasir di sebuah supermarket yang terletak dipinggir jalan yang sangat sibuk.

Bisa kau bayangkan setiap hari bertemu dengan orang-orang menyebalkan? Aku membenci manusia terutama anak kecil dan orang sinting.

Anak kecil banyak yang datang bersama dengan orang tua mereka dan menangis ketika mainan atau makanan ringan yang mereka mau tidak dibelikan. Aku yang selalu berdiri dibelakang meja kasir sangat terganggu jika mereka mulai menangis. Ingin rasanya aku mengikat tubuhnya dan menyumpal mulutnya yang berisik itu. Suara tangisan yang bahkan saat sampai didepanku saja masih menangis keras bahkan lebih keras lagi saat mereka melihat mainan yang terpajang didepanku sebagai hadiah. Tolonglah nak, jangan memberi sakit kepala pada kakak yang mulai lelah hidup ini dan berhentilah menangis.

Orang-orang mengataiku sebagai seorang yang dingin dan tidak ramah. Aku tidak pernah bahkan aku sudah lupa kapan terakhir kali aku tersenyum. Orang-orang menyebalkan! Kenapa aku harus bersikap ramah pada mereka? Memuakkan!

Hampir setiap hari datang para berandalan ke toko, datang beramai-ramai hanya untuk membeli sebungkus rokok. Suara berisik karena mereka berbincang dan saling memaki satu sama lain ketika berbicara kadang membuat orang lain yang berbelanja meninggalkan toko tanpa membeli apapun karena takut pada mereka. Heh sialan! Bisakah kau tunggu diluar? Aku akan membeli rokok dan diam semua! Aku berharap menjadi ketua mereka dan mengatakan hal itu.

Empat sampai enam orang berandalan itu masuk, membeli dan terkadang mengancamku untuk memberikan mereka satu bungkus lagi. Ah merepotkan.

Aku adalah seorang yang menyayangi nyawaku sendiri. Aku tidak punya pilihan. Daripada babak belur dihajar mereka, akupun bagaikan orang dungu menuruti kemauannya dengan memberi sebungkus lagi rokok yang sama dengan yang mereka beli.

Tentu hal itu sudah menjadi konsekuensiku. Pemotongan gaji dan kekerasan fisik dilayangkan padaku oleh sang pemilik toko begitu mengetahui aku melakukan hal itu. Dasar. Orang tua gendut itu hanya tau menerima uang dalam jumlah banyak saja, tak pernah sekalipun dia melayani pembeli.

Namun untunglah setelah sesi 'pijat hingga babak belur' dari sang pemilik toko menjadi akhir dari pekerjaanku hari ini dan akupun diperbolehkan pulang.

Mandi air hangat setelah lelah bekerja adalah hal yang menyenangkan jika saja luka memar ini tidak menghalangi.

Dua jam saja cukup sebagai waktu istirahatku. Makan dan tidur secukupnya. Mungkin karena itu juga lah kantung mataku sangat hitam karena setiap hari aku hanya tidur sekitar dua sampai empat jam. Kenapa? Jelas karena aku harus segera pergi ke tempat kerja selanjutnya.

Tempat dari pekerjaan utamaku bisa dibilang 'dimana saja yang penting aku senang.' Ya, dimanapun semauku aku bisa melakukan pekerjaan ini.

Pukul tengah malam kulangkahkan kakiku keluar dari rumah setelah sebelumnya mengenakan baju dan hoodie serba hitam. Aku menurunkan tudung hoodieku hingga separuh wajahku tertutup. Pekerjaan kali ini akan sangat merepotkan, karena harus mengurus lima sampai enam klien tapi biarpun begitu aku menyukai pekerjaan utamaku.

Sebuah gang kecil dipinggiran kota, tempat yang sangat sepi bahkan jika hari masih terang. Aku sudah sempat melihat-lihat lokasi sebelumnya, tempat itu memang lah tempat bertemunya masing-masing klienku. Kali ini mereka sedang duduk dengan masing-masing tangannya memegang sebotol minuman keras, oh sepertinya mereka menungguku. Ku langkahkan kaki menghampiri mereka yang sudah setengah sadar itu sembari menggunakan sebuah masker oksigen.

"Selamat malam, Tuan-Tuan." Ujarku menyapa. Mereka nampak asing dan bingung dengan kehadiranku, namun aku telah mempersiapkan hal ini. Aku pun mengambil sesuatu dari kantung hoodie-ku dan melemparkannya pada mereka. Seketika gang itu penuh dengan asap setelah bunyi boom! terdengar cukup keras. Ahahaha ini lah gunanya masker.

Asap perlahan mulai menghilang bersamaan dengan tubuh klien-klien ku yang tergeletak begitu saja di atas aspal. Inilah bagian paling menyenangkannya, mengambil organ dalam mereka untuk aku jual.

Pekerjaan utamaku adalah sebagai pembunuh, tapi aku bukanlah pembunuh kacangan seperti yang lainnya. Aku memiliki alat-alat canggih yang bahkan tidak dijual kepada sembarang orqng. Sebuah jarum dengan ukuran paling kecil namun kuat di dunia. Sekali suntik dapat menembus langsung pada pada aliran darah dan tentu saja darah mereka akan menyembur keluar bagaikan air mancur.

Seketika gang kecil itu berubah menjadi kolam darah. Aku biasanya tidak melakukan ini jika korbanku adalah laki-laki, namun karena mereka sangat menyebalkan akupun mengambil foto mereka. Mungkin aku akan menyimpannya dalam lemari koleksiku.

Pekerjaan yang mungkin menurut orang menyeramkan, tapi hei siapa yang tidak senang jika melakukan pekerjaan sesuai hobinya? Sayangnya aku ini masih manusia yang lebih memilih wanita; jadi aku tidak terlalu ingin berlama-lama dengan mayat laki-laki. Setelah mengambil beberapa organ penting mereka akupun kembali kerumah, kembali mandi dan juga berganti pakaian.

Keesokan harinya kehebohan mulai terjadi. Seluruh kota membicarakan kasus pembunuhan keji yang terjadi di gang kecil itu. Semua nampak ketakutan; termasuk si pemilik toko tempatku bekerja. Aku yang biasanya pulang sesuai jam kerja karyawan shift malam, dipaksa juga olehnya untuk pulang lebih malam lagi dan menguncikan pintu untuknya. Sungguh menyebalkan.

Haruskah aku bunuh dia juga?





































































End of Ch. 4





Love Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang