O1.

1K 188 67
                                    

Orang-orang mengenal Malfoy sebagai sebuah keluarga bangsawan yang hebat, kuat, dan berwibawa. Namun tidak dengan Draco Malfoy, ia selalu menganggap dirinya jauh dari kata hebat dan kuat.

Dari banyaknya anak yang lahir di hari yang sama dengannya, entah mengapa harus ia yang lahir dengan dua penyakit keturunan yang membuat fisiknya jauh lebih lemah dari teman-teman sebayanya. Ayahnya selalu menyembunyikan eksistensinya, membuat massa berpikir bahwa ia mati tepat setelah ia lahir. Terlalu takut reputasi dan nama keluarga Malfoy akan hancur bila dunia luar tahu bahwa ia memiliki seorang putra yang lemah dan sakit-sakitan.

"Kau adalah aristokrat dengan penampilan paling menyedihkan. Satu-satunya Malfoy yang lemah dan tak berwibawa." Adalah kata-kata sang ayah yang selalu terputar di kepalanya seperti kaset rusak.

Tak terhitung berapa kali sang ibu meminta maaf padanya mengingat penyakit yang ada pada dirinya sekarang diturunkan oleh salah satu kakeknya dari keluarga Black. Dan tidak pernah sekalipun Draco menyalahkan sang ibu karena tentu saja bukan keinginannya untuk putranya merasakan sakit dan memiliki hidup yang menyedihkan.

Setiap pagi ketika ia bangun dari tidurnya, ia selalu bertanya-tanya untuk apa Tuhan masih memberinya hidup sampai saat ini jika yang bisa ia rasakan hanya sakit?

Draco selalu ingin tahu rasanya bermain dan berlarian di luar rumah karena yang bisa ia lakukan sejak dulu hanya menatap teman-teman sebayanya yang bermain dari jendela kamarnya. Draco selalu ingin pergi makan es krim, cokelat, dan permen kapas sepuasnya tanpa harus khawatir tentang penyakitnya.

"Draco Malfoy!"

Draco menoleh dan mendapati sang ibu tengah menatapnya khawatir. Oh, mungkin ia kembali melamun dan membuat ibunya harus memanggil namanya berkali-kali.

"Apa ada yang sakit?" Narcissa mengusap pelan rema pirang Draco yang bergerak lembut ketika Draco menggeleng.

"Mother, aku akan pergi ke taman dan kembali ke kamar saat petang seperti biasanya." Draco bangun dari ranjangnya.

"Apa kau butuh kursi roda?"

"Tidak, hari ini aku cukup kuat untuk berjalan sendiri."

"Baiklah. Hati-hati, Dragon."

Draco menghentikan langkahnya lalu menoleh, "Bukankah aku sudah cukup dewasa untuk berhenti mendapat panggilan itu?"

Narcissa tersenyum lalu duduk pada sofa yang berada di sudut kamar, "Di mataku kau tetap putra kecilku."

Draco keluar dari kamarnya dengan sebuah senyum tipis pada bibir pucatnya. Setidaknya ia memiliki ibunya sebagai alasan untuk tetap hidup sampai esok hari dan seterusnya.

beautiful time

Ketika sampai di taman rumah sakit, hamparan rumput hijau, pepohonan yang rindang, dan warna-warni bunga menyambut manik abunya. Draco lalu duduk di salah satu pohon yang terletak di tepi taman.

Ia benci keramaian, namun tak bisa dipungkiri bahwa hanya di tempat ini ia merasa hidup. Hanya di sini orang-orang tidak menatapnya aneh atau prihatin hanya karena sebuah selang di hidungnya dan ransel berisi kantung makanan yang harus selalu ia bawa kemanapun ia pergi.

Draco memejamkan matanya menikmati hembusan angin yang mengusap wajahnya, membiarkan dirinya tenggelam dalam pikirannya sendiri setidaknya sampai ia merasakan seseorang mengisi ruang kosong di sampingnya.

Ia membuka matanya dan mendapati seorang remaja laki-laki dengan rema hitam berantakan dan kacamata bulat yang melapisi manik hijau emeraldnya duduk di sampingnya. Laki-laki itu menggunakan arm sling di tangan kirinya dan beberapa plester luka di wajahnya.

"Hai, aku Harry Potter."

Draco mengeryit dan bertanya dengan nada mengejek, "Apa aku harus memperkenalkan diriku juga sebagai timbal balik?"

"Tentu saja!"

Draco hanya mengalihkan pandangannya tanpa menghiraukan laki-laki konyol tersebut dan ia bisa mendengar dengusan kesal dari seseorang di sampingnya.

"D-Draco...Malfoy?"

Draco menoleh, Harry tengah memiringkan kepalanya berusaha mengeja nama yang tertulis pada gelang pasien Draco.

"Woah, kau seorang Malfoy?" tanya Harry retorik.

"Setelah ini kau akan menertawakanku karena tahu aku adalah seorang Malfoy yang terlihat menyedihkan." Draco kembali mengalihkan pandangannya dengan ekspresi terganggu.

"Tentu saja tidak. Kau tahu kenapa aku menghampirimu?" tanya Harry.

"Karena aku terlihat aneh dan menarik untuk dijadikan bahan olokan?" jawab Draco dengan nada ragu.

"Sebenarnya Draco, kau harus mulai berhenti merendahkan dirimu sendiri." Harry menggaruk pipinya canggung melihat Draco yang masih tidak mau menatapnya.

"Ini hari ketigaku sebagai pasien di sini dan kali ketiga juga aku menemuimu di taman, selalu duduk di bawah pohon ini. Aku menghampirimu karena merasa penasaran bagaiman bisa seseorang hanya dengan sepasang piama dan rambut pirang yang berantakan bisa terlihat sangat indah di bawah sinar matahari?" cerocos Harry tanpa menyadari Draco yang kini tengah merona.

"Terima kasih, tapi aku tidak tersentuh," bohong Draco.

Ia tersentuh tentu saja, tidak pernah ada satu manusiapun yang menyebutnya indah selain sang ibu.

Keduanya bergeming selama beberapa saat sampai akhirnya Harry menawarkan sebungkus cokelat batang yang sejak tadi ia simpan di sakunya pada Draco.

"Kau mau?"

"Aku diabetes," jawab Draco sambil kembali menutup kedua matanya ketika angin berhembus.

"Oh, Maaf."

Lagi-lagi hening, hanya terdengar suara ramai dari pasien lain yang tengah berada di taman juga saat itu. Harry membersihkan tangannya dari sisa cokelat yang dimakannya tadi dengan mengusapnya kedua tangannya pada piamanya mengundang tatapan jijik dari Draco.

"Hei, Draco! Bolehkah aku bertanya lagi?" Harry menatap Draco dengan alis bertaut.

"Kau terlalu banyak bertanya sejak tadi dan berhenti memanggil nama depanku seolah kita berteman akrab." Draco mengerutkan hidungnya tak suka, merasa terganggu.

"Apa selang yang ada di hidungmu itu? Apa itu selang oksigen?" Harry tetap bertanya membuat Draco semakin dongkol.

"Selang ini membantuku makan, bodoh." Draco bangun dari duduknya lalu menenteng ranselnya dan pergi meninggalkan Harry begitu saja.

tbc



beautiful time | drarry. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang