O2.

703 170 50
                                    

Maaf kalo ada banyak kesalahan di bagian medis karena sebenernya aku anak teknik 😔
──

Hari selanjutnya, Draco kembali berniat menghabiskan sore harinya di taman yang sama dan di bawah pohon yang juga sama seperti yang selalu ia lakukan. Langkahnya terhenti ketika dari kejauhan terlihat Harry sudah duduk di bawah pohonnya, kepalanya menunduk tengah sibuk bermain dengan rumput dan beberapa tanaman liar.

"Apa yang kau lakukan di sini?" interupsi Draco membuat Harry terkejut dan berdiri dari posisi sebelumnya. Cengiran terlukis pada bibirnya, sepasang manik emraldnya menatap Draco bersemangat.

"Oh, Hai! Aku menunggumu," jawab Harry masih dengan cengirannya.

"Kali ini apa lagi? Bukankah rasa penasaranmu sudah terobati tempo hari?" Draco duduk dan bersandar pada batang pohon, berusaha membuat nada bicaranya setenang mungkin meskipun ia dongkol bukan main karena rencana menghabiskan sore harinya dengan tenang lagi-lagi diganggu oleh Harry.

"Belum sepenuhnya." Harry ikut duduk di samping Draco.

"Sebenarnya apa tujuanmu mencari tahu tentangku?"

"Karena aku ingin berteman denganmu!" jawab Harry dengan nada semangatnya yang dibalas tawa remeh oleh Draco.

"Hentikan lelucon konyolmu, Potter!" Draco memalingkan wajahnya dari tatapan Harry, lagi.

Tidak pernah ada seorang pun yang ingin menjadi temannya. Draco terbiasa sendirian dan ia tumbuh tanpa mempercayai siapapun kecuali sang ibu.

Harry mengangkat bahunya tidak peduli, apapun yang ia katakan Draco tidak akan menganggapnya serius.

"Bukankah pasien patah tulang ringan bisa menjalani rawat jalan?" Draco menatap arm sling Harry dengan alis terangkat. Akan lebih baik jika Harry pulang secepatnya dan tidak ada lagi yang mengganggunya.

"Aku bisa pulang jika kasusnya aku hanya mematahkan tulangku, tapi di hari yang sama tepatnya beberapa jam sebelum tanganku patah, aku meminum sekotak susu kedaluwarsa dan baru menyadarinya setelah kotak karton itu kosong. Perutku sakit bukan main setelahnya dan aku jatuh menggelinding melewati tiga belas anak tangga," cerocos Harry dengan nada percaya diri. Pandangan si pirang naik dan mendapati sebuah plester luka dan beberapa memar pada dahi Harry membuatnya meringis membayangkan sepusing apa rasanya terjatuh dari tangga.

Draco menggeleng heran, tidak pernah sekali pun di hidupnya ia menemui seseorang sebodoh dan seceroboh Harry Potter.

Tiba-tiba ekspresi Harry berubah khawatir membuat Draco heran, "Hidungmu..."

Draco dengan panik menyambar sapu tangan pada sakunya mendapati banyak darah mengalir dari hidungnya. Bagus, waktunya benar-benar tidak tepat. Draco bangun dari duduknya diikuti Harry yang masih menatapnya khawatir.

"Biarkan aku membantumu." Harry membawa roda infus milik Draco dan menuntunnya menuju lift terdekat.

Pandangannya terlalu kabur dan berputar untuk sekedar menolak tawaran Harry maka ia membiarakan bocah itu membantunya.

"Lantai berapa?"

"Sebelas."

Harry sebisa mungkin berdiri di dekat Draco berjaga-jaga jika saja si pirang kehilangan kesadaran.

Untungnya ketika pintu lift terbuka, tiga perawat yang sebelumnya berniat menggunakan lift berdiri di depan mereka dan setelahnya langsung mengantar Draco menuju kamar rawatnya. Harry terdiam di koridor menatap papan kecil yang menggantung di langit-langit; Bangsal Suites. Kekayaan keluarga Malfoy memang tidak main-main.

Harry tersadar kini tinggal ia sendirian di koridor tersebut, bertelanjang kaki di atas lantai yang dingin. Tidak terlalu banyak kamar di bangsal ini, maka menemukan ruangan dengan papan nama Draco Malfoy pada pintu masuknya bukan hal yang sulit.

Harry hanya berdiri di depan pintu kamar rawat tersebut, setidaknya ia masih memiliki sopan santun untuk tidak langsung memasuki kamar seseorang yang baru mengenalnya satu hari lalu.

Ia terkejut ketika tiba-tiba wanita berema hitam-pirang membuka pintu di hadapannya dan menyambutnya dengan senyum ramah.

"Aku mendengar dari para perawat bahwa seorang anak laki-laki berkacamata membantu Draco untuk sampai ke sini, apa itu kau?" tanya wanita tersebut.

"Y-Ya, aku hanya akan merasa sangat bersalah jika membiarkannya kembali sendirian dan hilang kesadaran di tengah jalan melihat cara berjalannya yang limbung." Harry memilin ujung piamanya gugup.

"Aku sangat berterima kasih kau sudah mau menolong putraku. Jika boleh tahu, siapa namamu?"

"A-Aku Harry Potter, kau orang tuanya Draco? Artinya kau seorang Malfoy juga?" tanya Harry benar-benar retorik.

Narcissa tertawa kecil lalu mengangguk sebagai jawaban.

"Kau sangat lembut, aku pikir semua Malfoy bersikap dingin seperti Draco." Harry mencebikkan bibirnya mengingat bagaimana Draco menjawab setiap pertanyaannya.

"Maaf soal itu, ia tidak pernah benar-benar tahu caranya bersosialisasi."

"Omong-omong, boleh aku menjenguk Draco?"

Narcissa menggeleng membuat Harry mengeryit heran, kenapa?

"Untuk saat ini Draco membutuhkan istirahat yang cukup, mungkin kau bisa kembali ke sini esok hari. Aku akan dengan senang hati menyambutmu," jawan Narcissa membuat Harry mengangguk paham setelahnya.

"Aku akan kembali lagi besok, terima kasih!" Harry tersenyum lalu meninggalkan bangsal tersebut berniat untuk langsung kembali menuju kamar rawatnya.

Narcissa di saat yang bersamaan merasa bahagia dan khawatir. Bahagia ketika putranya memiliki setidaknya satu orang teman yang peduli padanya dan khawatir tentang kondisi Draco yang semakin hari semakin memburuk.

tbc

Ini minum susu basi emngnya bisa bikin masuk rumah sakit? Sotau bgt si ╥﹏╥

beautiful time | drarry. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang