Langit-langit bercat putih adalah pemandangan pertama yang ia lihat ketika membuka matanya. Kepalanya terasa nyeri dan berputar, ia bisa melihat sang ibu berjalan mendekat dengan wajah khawatir.
"Draco, bagaimana perasaanmu?" Narcissa mengusap pelan rema pirang Draco.
Tidak lebih baik, jawab Draco dalam hati.
"Aku baik-baik saja, Mother."
Draco bisa melihat sepasang manik elok milik sang ibu membengkak dan terlihat lelah, ia pasti menangis lagi dan itu membuat Draco benar-benar merasa bersalah.
Kala itu langit masih gelap dan jam dinding menunjukkan pukul empat pagi, ia tertidur cukup lama rupanya. Draco bersandar pada kepala ranjangnya, tatapannya turun pada pergelangan tangannya dimana dua gelang pasien berbeda warna melingkar. Biru muda dan ungu—harapan hidup rendah.
"Mereka menyuntikkan beberapa obat untuk menghentikan darah dari hidungmu. Beberapa sendimu mengalami pembengakakan dan pendarahan." Narcissa menarik sebuah kursi untuk duduk di samping ranjang Draco.
Draco mendengus dan menutup rapat kedua matanya. Merutuki nasib buruk dan penyakit sialannya.
"Kau tidak diperbolehkan keluar dari kamarmu atau melakukan terlalu banyak aktivitas sampai beberapa hari ke depan, Draco."
Draco hanya mengangguk lesu berusaha menerima kenyataan.
beautiful time
Pukul sepuluh pagi dan yang bisa Draco lakukan hanya duduk di atas ranjangnya memperhatikan sang ibu yang tengah sibuk mengisi kantung makanannya. Kepalanya menoleh cepat ketika mendengar pintu kamarnya diketuk lalu keningnya mengeryit, siapa yang mengunjungi kamarnya dengan ketukan? Para perawat tidak pernah mengetuk pintu dan tidak ada sedikit pun kemungkinan ayahnya berkunjung.
Narcissa dengan cepat membukakan pintu dan manik abu Draco membulat mendapati Harry berdiri di balik pintu. Senyum manis terlukis di bibirnya ketika Narcissa menyambutnya dengan hangat.
"Maaf aku tidak membawakan apapun, aku memiliki banyak cokelat dan makanan manis di kamar rawatku namun Draco bilang ia memiliki diabetes," jelas Harry pada Narcissa.
Narcissa hanya mengangguk paham dan tersenyum lembut lalu menuntun Harry masuk. Draco menatap keduanya heran, sejak kapan mereka menjadi dekat? Apa saja yang sudah ia lewatkan selama tidurnya?
"Draco, aku harus pergi karena dokter memintaku untuk bicara empat mata, aku akan segera kembali. Harry silahkan duduk." Narcissa menepuk bahu Harry pelan lalu melangkah keluar meninggalkan dua remaja laki-laki tersebut dalam keheningan yang canggung.
"Kali ini apa lagi, Potter?" tanya Draco dengan nada pasrah.
"Apa yang apa?" Harry mengedip beberapa kali dan menatap Draco heran.
"Kau mengangguku."
"Aku hanya berniat menjengukmu dan memastikan bahwa kau baik-baik saja!"
"Aku baik-baik saja, kau bisa pergi sekarang."
Harry menatap sepasang manik abu tersebut dengan tatapan tidak percaya dan terluka, ia belum pernah mendapat penolakan secara terang-terangan sebelumnya.
"Aku diperbolehkan pulang lusa, jadi biarkan aku menghabiskan hari ini dan besok dengan melakukan apapun yang aku mau." Harry menunduk untuk mengambil sebungkus permen dari sakunya, mungkin makanan manis dapat mengembalikan suasana hatinya yang baru saja dihancurkan oleh Draco Malfoy.
Berbanding terbalik dengan Harry, Draco justru tersenyum tipis membayangkan hari-hari dimana tidak ada Harry yang mengganggunya akan kembali.
Terdengar derit ketika Harry melempar tubuhnya pada sandaran kursi dan hela napas kasar meluncur dari mulutnya. Ia menatap surai pirang dan garis wajah tegas milik Draco yang tersorot sinar matahari dari jendela kamar, "Aku tidak berbohong ketika mengatakan segala hal yang ada pada dirimu terlihat indah. Caramu bergerak, caramu berbicara dengan tenang, garis wajah, dan semuanya kecuali sifat aroganmu tentu saja."
"Kau berlebihan, Potter," ucap Draco dengan santai namun tidak bisa dipungkiri jantungnya berdebar sangat cepat sekarang dan ia takut jika Harry bisa mendengarnya.
beautiful time
Dua hari benar-benar Harry habiskan dengan melakukan apapun yang ia mau—menetap di kamar rawat Draco dan melakukan banyak hal seperti mengobrol dengan Narcissa, tidur siang di atas sofa empuk yang ada di sudut kamar, menghabiskan parsel buah yang tidak pernah Draco atau Narcissa sentuh sebelumnya, dan pergi ketika langit mulai gelap.
Draco terganggu tentunya, namun melihat bagaimana sang ibu mulai tertawa dan memasang berbagai ekspresi di wajahnya selain sedih atau khawatir membuat Draco selalu mengulur niatnya untuk mengusir Harry.
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
beautiful time | drarry.
أدب الهواةHampa dan rasa sakit membuat Draco menyimpulkan bahwa ia hidup hanya untuk menemui ajalnya, bahwa keputusan Tuhan untuk menciptakannya ke dunia adalah sebuah kesia-siaan, setidaknya sampai seorang bocah konyol yang memperkenalkan dirinya sebagai Har...