Harry benar-benar mengunjungi kamar rawatnya setiap satu minggu sekali—setiap hari selasa. Ia selalu datang dengan sebuket bunga yang sama—bunga krisan dan Narcissa akan memajang bunga tersebut di atas nakas yang berada di samping ranjang Draco, menggantinya setiap Harry membawa buket yang baru.
Draco tahu makna bunga krisan adalah harapan agar lekas sembuh dan Draco dapat menjamin harapan tersebut tidak akan terkabul. Bukannya ia pesimis, ia hanya mencoba menegaskan faktanya.
Ibunya dan Harry akan menghabiskan banyak waktu dan tenggelam dalam konversasi mereka meninggalkan Draco seolah mereka tidak menyadari keberadaannya.
Setiap datang, Harry akan menceritakan apa saja yang ia lalui dalam satu minggu belakangan dengan semangat. Tentang bagaimana ia selalu mencoba untuk melanggar peraturan sekolah dan berakhir di ruang kepala sekolah atau bagaimana ia selalu berbohong kepada sahabatnya bahwa ia melupakan uangnya dan memohon pada sahabat berambut merahnya tersebut untuk membayar es krim untuknya.
Mungkin Draco terlihat tidak peduli dan terganggu, namun nyatanya ia tertarik pada cerita Harry dan selalu berusaha untuk mencuri dengar pembicaraan ibunya dan Harry. Setiap hal yang Harry bicarakan selalu berhasil membuat Draco penasaran tentang seperti apa sebenarnya kehidupan di luar sana.
"Hari libur kemarin aku pergi ke pantai di pinggir kota, enam belas tahun aku tumbuh di kota ini dan aku baru tahu kota ini menyimpan sebuah pantai yang indah," cerocos Harry dengan semangat.
"Tidak terlalu banyak pengunjung di sana, suasananya benar-benar tenang. Ada banyak pohon rindang di tepinya dan beberapa batu karang yang besar, aku suka duduk di atas batu karang tersebut dan menikmati hembusan angin. Aku juga berpikir untuk mengajak Draco pergi ke sana suatu hari nanti." Keduanya menoleh menatap Draco yang berusaha mengalihkan pandangannya, ia merasa tertangkap basah tengah menguping.
Ketika langit mulai gelap, Harry pamit untuk pulang dan seperti biasa ia hanya memberi anggukan pada Draco dan Draco menyimpulkan bahwa Harry benar-benar membuat jarak di antara mereka.
Draco benci untuk mengakuinya namun keberadaan Harry mulai meberikan dampak padanya. Bagaimana ia akan merasa semangat menunggu kedatangan Harry setiap kalendernya menujukkan hari selasa, bagaimana ia ikut merasa kesal ketika Harry menceritakan soal anak-anak yang mengganggunya di sekolah, atau bagaimana Draco akan merasa sedih ketika Harry memutuskan untuk pulang. Ia benar-benar benci kenyataan itu.
beautiful time
Semakin hari keadaannya semakin memburuk dan ia tahu ibunya terus menangis setiap malam. Draco merasa seluruh bagian tubuhnya akan sakit jika ia memaksakan diri untuk bangun dari posisi tidurnya atau ia yang mengalami mimisan jauh lebih sering dari sebelumnya, bahkan bisa dibilang darah mengalir dari hidungnya setiap hari.
Pagi ini ia mengeryit ketika mengecap rasa besi di mulutnya dan manik abunya membola menyadari gusinya mengeluarkan darah. Draco menoleh dan menghela lega mendapati ibunya masih terlelap, maka ia memutuskan untuk turun dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi mengabaikan rasa sakit pada seluruh tubuhnya.
Ia mual melihat pantulan dirinya di cermin, ia bahkan tidak ingat kapan terakhir kali ia bercermin. Kantung mata yang menggelap, tulang pipi yang tampak jelas, bibir pucat pecah-pecah, sepasang manik abu yang tidak memancarkan kehidupan, dan surai pirang-platinanya yang berantakan. Ia benar-benar terlihat lemah.
beautiful time
Hari itu hari Selasa dan Narcissa harus pergi menghadiri sebuah acara milik kolega Lucius. Sempat terjadi banyak drama tentang bagaimana Narcissa tidak tega untuk meninggalkan Draco sendiri dan Draco berhasil meyakinkannya bahwa ia akan baik-baik saja jika harus tinggal sendiri hanya selama beberapa jam.
Terdengar ketukan pada pintu kamarnya dan Draco menjawab dengan nada dingin, "Masuk."
Itu Harry, tengah mengedarkan pandangannya berusaha mencari keberadaan Narcissa karena yang bisa ia temukan hanya Draco yang duduk di atas kursi roda tengah menatap ke luar jendela.
"Ibuku sedang pergi."
Harry mengangguk lalu berjalan mendekati Draco dan meletakan sebuket bunga di atas sofa tepat di samping kursi roda Draco berada.
"Bagaimana kabarmu?" tanya Harry basa-basi.
"Lebih buruk dari kemarin," balas Draco masih dengan nada dinginnya.
"Maaf karena harus mendengar hal itu."
Menit-menit selanjutnya berlalu dengan keheningan dan Harry benci itu karena ia merasa benar-benar canggung.
"Draco, boleh aku menata rambutmu?" tanya Harry membuat Draco menatapnya heran lalu sebuah anggukan ia dapat sebagai jawaban.
Harry terkejut dan melompat dari duduknya. Ia tidak mengekspektasikan jawaban itu, tentu saja. Ia pikir Draco akan menolak keras permintaannya.
Ia dengan cepat mengeluarkan sisir kecil berwarna merah yang selalu ia bawa di ranselnya, kemudian ia berdiri di samping ranjang Draco dan mulai menata surai pirangnya yang Harry anggap sangat lembut, lebih lembut dari yang selalu ia bayangkan.
"Apa bahkan dalam keadaan mu yang dibatasi pergerakannya oleh dokter seperti ini, kamu tidak pernah lupa untuk mencuci rambutmu, ya? Rambutmu sangat wangi dan halus, aku iri," gumam Harry masih dengan tangannya yang sibuk menyisir Draco.
"Aku belum mencucinya minggu ini."
"Oh, terima kasih karena sekarang aku semakin iri." Kali ini Harry menjawab sambil menggerutu membuat Draco mendengus gemas, sedetik kemudian ia menyesali pikirannya yang menganggap remaja di sampingnya gemas.
Ruangan itu mendadak hening. "Potter," panggil Draco memecah keheningan.
"Penglihatanku mulai memburuk," Draco melanjutkan tanpa menunggu sautan dari Harry yang membuat laki-laki bersurai pekat di sampingnya mematung lalu tertawa canggung. "Apa kau terlalu banyak bermain game sehingga penglihatanmu memburuk? Kau akan harus menggunakan kacamata sepertiku ya?"
"Kau tau bukan itu alasannya kan? Penyakitku sedikit demi sedikit mulai menang," balas Draco datar membuat atmosfir ruangan tersebut semakin suram. Harry meletakkan sisirnya namun tangannya tidak berhenti mengelus si pirang, "Suatu hari nanti saat kamu pulih sepenuhnya, ayo kita pergi ke pantai di pinggir kota." Balasnya mengabaikan ucapan Draco sebelumnya.
"Itu tidak akan pernah terjadi, kau juga tau itu kan, Potter? Entah bagian aku yang akan pulih atau aku yang akan pergi ke pantai bersamamu, semuanya akan jadi omong kosong."
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
beautiful time | drarry.
FanficHampa dan rasa sakit membuat Draco menyimpulkan bahwa ia hidup hanya untuk menemui ajalnya, bahwa keputusan Tuhan untuk menciptakannya ke dunia adalah sebuah kesia-siaan, setidaknya sampai seorang bocah konyol yang memperkenalkan dirinya sebagai Har...