3. Pacar Pertamaku

8.4K 452 16
                                    

Dua bulan semenjak perjumpaan kami di koridor menuju perpus pusat, aku dan Feri akhirnya jadian. Akhirnya aku punya pacar. Hahaha. Pacar pertamaku insya Alloh jadi calon suamiku juga eaaa.

Aku memang selalu mencontoh mbakku. Mbak Nisha gak pernah neko-neko, sekolah selalu peringkat 3 besar di kelas. Manut sama orang tua. Bahkan mbak Nisha juga gak pernah pacaran, sekalinya punya pacar eh mau jadi calon suami. Mana calonnya berkualitas lagi hahaha. Pokoknya gitu, aku selalu menjadikan mbak Nisha contoh yang baik bagi hidupku. Dalam segala hal kami sangat mirip bahkan tinggi kami hampir sama mungkin aku sedikit lebih tinggi beberapa senti. Kulit kami sama-sama putih hanya bentuk muka saja yang berbeda. Mbak Nisha bentuk muka oval dengan pipi tirus dan mata sipit. Kalau mukaku bulat dengan pipi chubby dan mata bulat.

"Duh... Yang mau ngedate." Mbak Nisha menghampiriku dan duduk di ranjang.

"Hehehe... Ah mbak Nisha. Mbak Nisha kok gak jalan sama mas Rayyan."

"Mas Rayyan ada operasi mendadak. Di sedang membantu dr. Satrio."

"Oh.... Emangnya mas Rayyan mau ambil spesialis apa nantinya? "

"Bedah. Tapi nanti kayaknya. Nunggu kita nikah dulu."

"Wuih cakep bener dech calonnya mbak. Ah jadi pengen mas Rayyan jadi suamiku dech."

"Apa?" mata mbak Nisha melototiku.

"Hahaha. Maksud Na, pengen suami Na besok kayak mas Rayyan sifatnya."

"Dasar usil kamu." mbak Nisha memukul pelan bahuku. Lalu kami tertawa bersama.

🌷🌷🌷🌷🌷🌷

"Seger ya udaranya." saat ini kami berada di pantai Menganti.

"Iya seger, tapi medan ke sini nya gak kuat aku." aku menggerutu.

"Tapi setimpal khan dengan keindahannya?" ucap Feri.

Aku mengangguk. Benar apa katanya, pantai ini sungguh indah.

Kami terdiam cukup lama menikmati sejuknya udara pantai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kami terdiam cukup lama menikmati sejuknya udara pantai. Tiba-tiba kedua tangannya melingkari bahuku. Aku bergetar, antara takut dan malu. Lama- kelamaan wajahnya memperpendek jarak kami berdua hingga jarak kami hanya sekitar lima senti. Lalu... Hap. Aku meletakkan telapak kananku pada mukanya. Hampir saja fiuh.

Feri nampak kecewa, bisa kulihat dari mukanya.

"Maaf Fer, aku pantang berbuat lebih karena semua akan aku serahkan pada suamiku kelak. Jadi jika kita berjodoh maka semuanya akan aku serahkan kepadamu. Terserah kamu. Kalau kamu mampu bertahan kita lanjut kalau enggak aku gak maksa." tuturku panjang lebar.

Feri hanya terdiam, cukup lama kami saling diam. Tapi kemudian Feri tersenyum lembut kearahku.

"Maaf, aku pikir ini adalah wujud kasih sayangku. Gapapa kok. Aku sayang kamu Na. Aku akan tunggu kamu sampai kita jadi pasangan halal. Tapi janji, harus setia sama aku ya?"

"Iya. Janji. Kamu juga jangan selingkuh ya. Dijaga tuh nafsunya."

"Idih. Emangnya aku cowok apaan?" tuturnya dengan gaya kemayu.

Kami tertawa bersama. Selanjutnya obrolan tercipta dan tidak membahas lagi tentang ciuman yang gagal.

🌷🌷🌷🌷🌷

Tiga bulan sudah kami berpacaran. Suka duka kami lewati bersama. Belajar dari pengalaman di pantai Menganti, aku tak pernah pergi berdua lagi. Selalu aku membawa serta Rosi untuk menemaniku. Biar gak ada setan diantara kami. Tapi bukan Rosi juga setannya.

Sedangkan acara pernikahan mbak Nisha kurang dari satu bulan. Segala persiapan sedang dilakukan. Kadang kulihat mereka jalan berdua untuk membeli segala tetek bengek pernikahan. Hingga kulihat mas Rayyan mengantarkan mbak Nisha pulang. Mereka baru saja tugas malam, terlihat sangat kelelahan. Iseng aku mengintip mereka.

"Langsung mandi, istirahat, gak boleh kemana-mana, gak boleh capek!" titah mas Rayyan.

"Iya. Mas juga. Hati-hati ya pulangnya."

"Iya. Udah masuk gih."

"Mas dulu sana yang pergi. Nanti baru aku masuk."

"Kamu dulu, pokoknya mas baru pergi kalau udah memastikan calon istri mas masuk rumah."

"Tapi aku mau nungguin mas." ya ampun baru tahu kalau mbakku punya bakat manja.

"Hehehe. Ya udah. Mas pulang yah." mas Rayyan menyentuhkan bibirnya ke jari telunjuk dan tengahnya yang menyatu kemudian dia tempelkan ke bibir mbak Nisha. Aw... Aw... Aku kok meleleh ya.

"Ish... Mas mesum." mbak Nisha cemberut tapi pipinya merah.

"Hahaha. Polos sekali calon istriku. Belum diapa-apain udah merah aja. Belum yang iya-...."

"Massss, udah pulang sana." muka mbak Nisha semakin merah.

"Hahaha. Oke mas pulang. Sabar ya cinta sebulan lagi. Muah." mas Rayyan melampaikan kiss bye lewat tangannya. Kemudian melaju membelah jalanan.

Aku segera berlalu takut dikira ngintip, padahal emang ngintip. Hahaha. Dalam hati aku berdoa semoga Feri seperti mas Rayyan. Lelaki baik yang mampu menjaga hati dan menjunjung tinggi kehormatan kami. Amin

3. Bukan Calon Kakak Ipar ( Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang