Training 1

46 11 0
                                    


"Ngapain, senyum-senyum sendiri, kesambet? Udah malam mas. Tidur... Tidur..." Bagas melempar bantal ke arah Satrio yang bisa ditangkap dengan sigap.

"Ah, mau tahu aja. Udah siapin diri untuk training besok?" komentar Satrio, sembari mencari posisi tidur yang enak. Bagas mencibir sang kakak yang sok bijak, padahal diri sendiri juga belum tentu.

"Sebodo. Besok masih ada dua ulangan, mending buat merem dulu lah, masalah training... gampang, yang ngajarin juga Mbak plus Emak sendiri ini," gumam Bagas, sebelum terbang ke alam mimpi.

*

Pukul tiga sore, Satrio dan Bagas yang selalu pulang barengan terlihat letih. Tenaga terkuras. Bagas merasa telah bekerja keras menjawab soal ulangan harian matematika dan fisika, sedangkan Satrio telah memforsir hampir seluruh tenaganya di lapangan basket. Ia tak mau terlihat loyo di depan para cewek, walaupun tadi masih sesi latihan.

"Lemes amat?" tegur Mbak Ratih yang tengah beristirahat sejenak sebelum melanjutkan setrikaan yang sudah mulai melandai itu.

"Biasa Mbak, anak sekolah lagi sok sibuk jadinya ya gini deh," jawab Bagas asal. Sementara Ratih hanya senyum-senyum membatin, gaya anak sekolah jaman now yang kebanyakan mengeluh. "Entahlah, apa memang jaman sudah benar-benar berubah," gumamnya sambil mengunyah permen peppermint. 'Nafas segar, pelanggan betah' slogan yang selalu Ratih dengungkan, sebagai bentuk service yang memuaskan.

Sore mulai beranjak, burung-burung mulai kembali ke sarang. Demikian pula Saodah dan Arum, keduanya memasuki halaman rumah bertepatan dengan azan magrib yang mulai berkumandang.

"Emak sama Mbak Arum minum dulu nih, teh hangat spesial."

"Hmm, spesial pakai apa nih?" tanya Arum, yang duduk di samping Saodah.

"Pakai gula lah Mbak, masa pakai telur!" jawab Bagas ketus. Arum dan Saodah tergelak melihat tampang Bagas yang terlihat seperti lagi banyak pikiran.

"Ngapain manyun gitu, jelek tahu. Kepikiran soal training ya? Hati-hati, trainer hari pertama kejam lo, habis isya dimulai," seru Arum, sebelum ngeloyor pergi ke kamar mandi.

Seusai salat maghrib berjama'ah, keluarga Somad kembali berkumpul di meja makan. Masing-masing menceritakan hal-hal seru apa yang dialami sepanjang hari tadi. Hingga giliran Satrio, ia yang paling bersemangat. "Tim basket sekolah lolos mewakili DKI Jakarta untuk berlaga di tingkat nasional lo. Doakan menang ya." Satrio meminta dukungan pada orang-orang yang amat ia sayangi.

"Beres, Bapak pasti dukung seratus persen. Iya kan Mak?" Somad mengerling ke arah Saodah, dan perempuan yang semakin hari terlihat semakin subur itu mengacungkan dua jempol ke arah Satrio.

Sehabis makan rasa kantuk tak tertahankan, sebenarnya ingin sekali mengajukan usul kepada Emak supaya training hari ini di undur, tapi Satrio takut kalau-kalau motor impiannya bakal melayang bila terlalu banyak alasan.

"Oke, guys sudah siap. Semangat!" pekik Arum, membakar semangat kedua adiknya. Satrio dan Bagas mengangguk lemah. "Kalau nggak karena motor baru, mata ini udah merem dari tadi kali," desis Bagas yang mendapat anggukan setuju dari Bagas.

Pada pertemuan pertama, Arum memberitahu alat-alat apa saja yang digunakan untuk gosok keliling. Walaupun, Bagas dan Satrio sudah sering melihat dirinya dan Emak mempersiapkan semuanya, tapi demi keamanan dan tingkat pemahaman, Arum mengulanginya sekali lagi, termasuk jenis-jenis kain sebagai pengetahuan dasar.

"Coba deh, sekarang Mbak mau lihat kalau kalian setrika pakai setrika uap. Kita langsung praktik di motor, yang memang sudah di desain khusus sama Bapak sebagai meja setrika," ujar Arum sambil menyerahkan setrika ke tangan Satrio.

"Lah, kok aku? Bagas duluan deh. Secara dia yang paling bontot," seru Satrio berusaha mencari-cari alasan."

"Ish... Ish... Mas Satrio yang di suruh duluan ngapain Bagas."

Arum mendesah pelan, melihat tingkah adik-adiknya. Ia pun akhirnya mengeluarkan jurus andalan yaitu, mau lapor ke Emak, kalau motornya batal. "Jalan kaki atau naik angkutan umum pastinya lebih menantang bukan?" goda Arum, seraya mengedipkan sebelah matanya.

"Nggak... Jangan Mbakk, plisss..." teriak keduanya serempak. Arum, ngakak, merasa gertakannya berhasil.

Dengan ogah-ogahan Satrio mencoba fokus menyetrika kemeja miliknya. Arum sambil mengarahkan supaya Satrio teliti semuanya, mulai dari membentangkan baju di atas papan atau meja setrika, segala sisi baju diperhatikan jangan sampai ada yang terlipat termasuk saku. Bila baju tersebut memiliki kantong.

Bagas yang berdiri di sisi Satrio mau tak mau juga memerhatikan, jangan sampai luput dari perhatian karena pastinya pelanggan taruhannya. Arum puas dengan kerja kedua adiknya. Training hari kedua rencananya lusa, dan Saodah yang akan terjun langsung sebagai trainer Satrio dan Bagas.

Keesokan harinya, Pagi selalu menjadi hari yang sibuk bagi keluarga Somad tak ada istilah bersantai, kecuali libur yang memang direncanakan jauh-jauh hari, karena usaha mereka yang bergerak di bidang jasa, tentunya berhubungan dengan banyak orang dan tak bisa seenaknya untuk libur.

Saodah dan Arum telah siap mengenakan seragam baru mereka, demikian juga Somad dan Ratih. Ya, Somad memang ingin usaha keluarga mereka ini serius dan tidak dianggap sebelah mata oleh sebagian orang. Kaos lengan pendek warna biru laut di pilih dengan tulisan 'Keluarga Gokil' warna putih dibagian punggung belakang.

"Punya kita mana nih Pak?" protes Bagas

"Ih, tunggu lulus training dulu lah, baru bisa dapetin ini," sambar Arum, sembari meng iming-imingi dua buah kaos di tangannya.

"Iya deh, kita berangkat sekolah dulu. Ntar kesiangan lagi," ujar Satrio sambil mencium punggung tangan Somad dan Saodah.

Rencana hari ini, Saodah dan Arum mau berangkat agak pagi biar pulangnya nggak kemalaman. Dengan tampilan baru, setidaknya menjadi semangat tersendiri. Odah bersenandung kecil sepanjang perjalanan menuju rumah pelanggan. Ia dan Arum berpisah dimulut gang. Saodah berbelok ke arah kanan sementara Arum ke arah kiri.

Sesekali Odah melirik jam di pergelangan tangan kanannya. Ia membuat janji dengan Bu Wiwik sekitar pukul setengah delapan. Masih banyak waktu, Odah melajukan sepeda motornya dengan santai. Di jalan pun masih belum terlalu banyak berpapasan dengan kendaraan lain.

Lima belas menit waktu yang di tempuh Saodah untuk sampai di rumah Bu Wiwik. Dengan cekatan Odah menekan bel rumah, yang terletak di sisi kiri pagar bercat hitam. Sedetik kemudian muncul sesosok perempuan paruh baya kisaran usia enam puluh-tujuh puluh tahunan.

"Oh, Bu Saodah ya... mari-mari, masuk sini saja motornya," seru Bu Wiwik ramah.

Saodah, langsung memasang perlengkapannya, kemudian menimbang terlebih dahulu baju atau celana yang akan disetrika. Baru setelah itu mulai mengeksekusi baju kusut menjadi rapi kembali. Nggak butuh waktu lama, hanya sekitar setengah jam pekerjaan Saodah selesai dan Bu Wiwik, berulang kali memuji hasil setrikaan Saodah.

"Oalah, rapinya... terima kasih. Besok-besok kalau Bibik di rumah pas pulang kampung seperti hari ini, saya panggil Bu Odah lagi ya," celotehnya dengan mata berbinar.

"Siap Bu Wiwik, silakan hubungi gokil kapan saja," jawab Saodah dengan senang hati.

Saodah pun mohon diri dan mengarahkan kendaraannya menuju pusat kota, baru setengah perjalanan tiba-tiba ia dihadang dua buah motor, di jalanan yang sepi.

"Berhenti," seru salah seorang yang memakai helm warna hitam lengkap dengan masker yang menutupi wajahnya dan hanya menyisakan sepasang mata yang memandang tajam ke arah Saodah. 

Keluarga GokilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang