7

38 4 2
                                    


"Sayaa... huhhh.. apa kalian pernah dengar nama Fay?" Tanya Raya,

"Hah, Fay? Bentar deh. Maksudnya Fay yang multi talenta itu? Yang jenius dunia itu kan? Ada apa dengan Fay? Dia bukannya sudah lama gak muncul ya?" Sahut Fira kebingungan.

"Iya dia. Saya Fay," jawab Raya yang membuat Fira serta Icha terkejut sampai rahangnya terbuka,

Mereka membuka mulutnya lalu menutup lagi seakan ingin mengatakan sesuatu namun tidak jadi.

Raya yang melihat ini akhirnya menghela nafas dan mulai menceritakan,

"Dulu pertama kali saya ikut pertandingan basket sampai tingkat nasional melalui salah satu club basket."

"Waktu itu saya peserta paling muda yang ada di tim karena rata-rata sudah berusia 13 tahun tapi saya baru berusia 9 tahun."

"Kalian bisa banyangkan kan perbedaan tubuh kita, namun itu yang membuat saya lebih menonjol karena saya lebih lincah, saya juga punya teknik yang hanya saya sendiri yang bisa melakukan, saya setiap hari akan pergi latihan dan menghabiskan banyak upaya untuk melatih fisik karena prinsip saya waktu itu walaupun kecil saya tidak ingin kalah saat adu body," ujar Raya sambil nenghela nafas,

Raya menjeda ceritanya sejenak, kemudian melanjutkan,

"Dari tingkat nasional lanjut ke tingkat ASEAN, lalu ke ASIA sampai tingkat Internasional."

"Ajang Internasional itu dilaksanakan di USA, kala itu akhirnya saya dan tim berhasil keluar sebagai Juara pertama."

"Setelah pertandingan di USA selama satu bulan, kami diizinkan untuk menikmati liburan sejenak, saya menusuri kota disana."

"Tepat saat itu saya sampai di museum kimia gitu dan saya bertemu dengan salah satu profesor di Universitas Harvard namanya Profesor Albert,"

Raya menghentikan ucapannya lalu menghela nafas  sebelum melanjutkan cerita,

"Pertemuan yang cukup panjang sampai akhirnya beliau merekomendasikan untuk ikut kelas jenius, maka saya mencoba ikut."

"Yah yang kalian ketahui bagaimana kelanjutan dari Fay, tapi itu semua tidak sepenuhnya benar karena alasan saya menutupi identitas saya semua bermula dari kejadian dua bulan setelah saya  memegang gelar S3 di beberapa jurusan Universitas Harvard."

" Waktu itu malam hari mungkin sekitar tengah malam, mereka penjaga berpakaian hitam mengelilingi rumah saya."

"Waktu itu suara tembakan saling bersautan yang memecah keheningan malam, teriakan putus asa dari orang tua saya,"

"saya masih ingat dengan jelas."

"Saya tidak tahu harus apa sampai akhirnya saya memutuskan bersembunyi dan melarikan diri."

"Saya tidak tahu sejauh apa saya  berlari, selama apa saya berenang melintasi pulau untuk melarikan diri, saya tidak tahu."

"Waktu berlalu begitu cepat dan yang saya pikirkan hanya untuk melarikan diri sampai akhirnya saya berakhir di ujung tebing dan tidak ada jalan lagi."

"Saya menghabiskan banyak waktu di hutan itu, mempertahankan diri bukan hanya dari manusia tapi juga hewan liar yang ada disana."

"Saya dikepung, sampai akhirnya saya ditembak dan jatuh ke aliran air yang dalam."

"Kala itu pandangan saya langsung menggelap, saya pikir saya sudah tidak berada di dunia ini."

" Namun tuhan sangat adil, Dia mengizinkan saya untuk tetap hidup sampai saat ini."

"Dari situ saya takut, saya takut mereka akan mengejar saya lagi,"

Raya menceritakan dengan emosi yang terus membuncah dan air mata yang tak dapat ditampung.

Icha dan Fira yang melihat ini ikut sedih dan mengeluarkan air mata.

Mereka tak menyangkan kehidupan yang merka anggap menyenangkan ternyata penuh dengan ancaman.

"Sayaa... sayaa.. sayaa tidak tahu harus berbuat apa waktu itu, dan akhirnya salah satu orang kepercayaan ayah saya yang selamat menemukan saya bersama profesor saya, dan orang-orang dari PBB, namun saya memutuskan untuk berhenti bertidak terlihat, saya ingin transparan."

"Saya memasang profil rendah dengan harapan saya masih bisa hidup."

"Selama ini saya masih ikut serta dalam kegiatan PBB di berbagai belahan dunia sebagai bentuk ucapan terimakasih ke mereka, tapi saya memutuskan untuk menggunakan topeng, dan menggunakan identitas lain yaitu PIB, dan beruntung saya sampai hari ini masih bisa hidup aman,"

Raya menghentikan ceritanya sambik menghela nafas, ia tak tahu harus berkata apa lagi.

Hal-hal yang dikatakan ini adalah titik lemahnya yang ia kubur selama ini.

Icha yang mendengar ini masih bersedih, sambil merenung.

"PIB... PIB... PIB... hah kamu... kamu.. kamu PIB?" Tanya Icha tak kuasa menahan penasaran,

Raya hanya tersenyum, kemudian menganggukkan kepalanya.

"Aya, PIB yang pemusik sekaligus penjelajah dunia sebagai duta PBB itu?" Tanya Fira,

Dan lagi Raya hanya menganggukan kepalanya sambil tersenyum.

"Kalian sudah saya anggap sahabat saya, jadi tolong rahasiakan."

Raya  mengatakan ini dengan mata hitam dalamnya penuh harapan, putus asa dan acuh tak acuh yang sejujurnya tak dapat ditebak oleh yang lain makna dari tatapannya.

Icha dan Fira yang melihat dan mendengar ini saling pandang.

Kemudian mereka meraih masing-masing tangan Raya.

"Aya, kamu temen aku. Kita bersahabat, dengan apapun identitas dan kondisi kamu. Kita akan selalu dukung kamu," Fira mulai menyemangati.

"Iya Aya, kita sahabat. Dengan apapun kondisinya," timpal Icha,

"Terimakasih semuanya," ujar Raya sambil menghapus air mata yang masih mengalir di pipinya. Kemudian Raya kembali menenakan topeng kulit manusianya dan kembali ke keadaan awal wajahnya.

Disisi lain, Fahri sedang berkumpul bersama  teman-temannya di tempat tongkrongan mereka.

Asap rokok memenuhi udara namun tak satupun dari mereka yang menganggap itu menjengkelkan atau berbahaya.

"Wih Ri hebat juga kemampuan lo, bisa sampe pacaran sama Raya si Ice girl. Salut dah gue," seru seorang anak tongkrongan sambil memegang rokok di tangannya.

"Haha bisa aja lo bang," sahut Fahri sambil menghembuskan rokoknya.

Matanya yang agak basah itu menunjukkan binar jijik dan kekejaman.

Namun tak ada satupun yang memperhatikannya atau memang tak ada yang memahaminya.



...

HėtėrogėnėouşTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang