Hari ini negara sedang diuji,
hari ini kepercayaan dihancurkan, yang pernah meminta kasihan kini berlagak jagoan. Mematikan harapan dibumi pertiwi, mematikan asa yang tersimpan untuk menagih janji.
Jisung memangku kameranya, wajahnya sembab, sisa gusar dan lelah demo kemarin. Pagi ini, ia harus sarapan dahulu, meminta restu ibu lalu berlanjut kembali memotret kerasnya jalanan ibu kota yang dipenuhi mahasiswa
Ia juga mahasiswa, jurusan design komunikasi visual semester 3, di sebuah universitas ternama. Memangku kewajiban atas suara rakyat, para mahasiswa turun ke jalan, menyuarakan hak rakyat, menagih janji para petinggi dan tentu untuk menentang undang-undang cipta kerja yang sangat memberatkan para buruh.
Ponsel Jisung bergetar, ia merogoh almamaternya sambil menyimpan mangkuk bubur dikursi samping.
"Iya?" Katanya malas, sambil menyipitkan mata akibat sorot mentari pagi yang menerpa wajahnya
"Gue sarapan dulu, sekalian nunggu bunda balik dari pasar. Gue gak bakalan pergi kalo belum izin. Lo duluan aja"
"Yaudah, gue duluan ya. Sekarang gue kirim email buat saling lacak lokasi, gps lo nyalain. Gue janjian sama Ziyan kampus sebelah" ucap kawannya dibalik telefon
"iya Ramadipta Hyunjin Anggara yang bawel. Ati-ati lo, sekalian kirim alamat email Ziyan itu, buat alternatif. 15 menit lagi gue berangkat bareng anak DKV"
Jisung menutup teleponnya lalu kembali melahap bubur. Hari ini tugasnya masih sama, memotret, dengan segala resiko yang akan ia tanggung nantinya, entah kameranya diambil paksa atau ia yang akan diambil paksa.
"Asen!" panggil sang adik dari atas balkon
"gak sopan banget lo. apaan?" tanya Jisung sambil berdiri lalu melotot
"lo serius mau ikut demo lagi?" tanyanya serius, wajahnya tak menyebalkan lagi. Mungkin cenderung khawatir
Jisung tertawa lalu mengeluarkan dua lembar lima ribuan, diberikannya ke tukang bubur.
Pria itu mengalungkan kameranya lalu kembali mendongak, menatap adiknya
"Iya, gue serius. Kalo bukan kita, siapa lagi yang berjuang"
"bokap juga berjuang kak, aspirasi mahasiswa mungkin kurang didenger" rengeknya, keluhan itu mungkin mempan membuat seorang Rasendra Jisung Mahardika urung niat untuk ikut demo
Jisung menggeleng, "lain waktu, lo pasti ngerasain diposisi gue, dan apa yang gue lakuin ini bukan semata-mata menampik UU yang dibuat pemerintah. Ini tentang keadilan"
"Gue selalu lacak lo lewat laptop, sampe ketauan check in sama mantan lo. gue laporin bunda!" ancamnya lalu mengacungkan jari tengah
Jisung mengangkat bahunya, merasa konyol atas perkataan sang adik. Lagipula mana bisa ia bertemu mantannya disini, mantan nya hanya satu. Itupun masa SMA, lagipula ia tak tau sang mantan diuniversitas mana.
"Bun, kakak pamit. Doain, semoga kakak bisa lawan ayah, biar sekalian istri barunya kakak serang"
sang ibu hanya tertawa, ia tahu, anaknya hanya bercanda. gurauannya membuat ia lebih tenang melepas anak sulungnya pergi berorasi
"minta doa juga sama papah" ucap ibunya pelan, Jisung mencium tangan ibunya lalu mengangguk ragu. Ia merasa canggung harus meminta doa kepada ayah barunya, ya meski ayah barunya itu baik.
❉❉❉
Keadaan masih kondusif meskipun ditemani teriknya matahari pagi, para mahasiswa masih beriringan long march menuju titik kumpul
KAMU SEDANG MEMBACA
First Meet✓
Fanfiction➳ 1st project special Lee Know's Birthday𖠄࿐ˊˎ- 🎁 : ⤵ ❲🌹❳ Start : 25th October 2020 ❲🥀❳ End : 16th November 2020