Chapter 2 : Change

410 91 250
                                    

Setiap manusia setidaknya pernah berada pada titik terpuruk yang tidak bisa terbendung lagi. Terjatuh dan mengalami kendala untuk bangkit dan berpikir jika menghilang adalah pilihan terbaik. Tujuan hidup seakan lenyap dari tubuh yang kecil nan rapuh. Kehangatan yang mereka dapatkan telah pergi. Sesungguhnya mereka hanya membutuhkan setidaknya satu orang untuk membangkitkan kembali harapan yang tinggal secuil.

Untuk pertama kalinya hal itu datang pada Eui. Cahaya harapan telah datang untuk hidup yang diselimuti kegelapan. Membangkitkan alasan untuk tetap hidup dan menikmati dunia sedikit lebih lama. Pria berjas coat yang muncul malam itu telah memberikan kehidupan yang tidak pernah terpikirkan. Dia sungguh membuktikan ucapannya.

Eui menatap lurus ke arah cermin. Melihat seorang wanita bergaun gelap dengan kerah di leher dan bagian bahu yang terbuka. Seulas senyuman terlihat. Wajahnya ia raba kala rasa tidak percaya masih membayang. Wanita itu beberapa kali memutar tubuhnya di depan cermin untuk memastikannya. Namun, meski dilihat sebanyak apapun, itu tetap saja dirinya.

Eui tidak pernah berpikir jika salah satu keluaran dari brand yang hanya bisa dinikmati oleh mata telah tersemat di tubuhnya. Wanita itu kini  mengenakan gaun bermerek Louis Vuiton yang diberikan pagi ini. Yang paling mengejutkan adalah itu baru salah satunya, belum lagi yang ada di dalam lemari. Eui bisa menemukan berbagai brand disana. Deretan kosmetik serta benda-benda perawatan yang belum pernah Eui lihat berjajaran memenuhi meja rias. Semua yang tidak pernah terpikirkan telah diberikan untuknya. Hanya karena keputusannya malam itu.

"Jangan berhenti untuk hidup. Berikan aku kesempatan untuk mengubah hidupmu. Aku pasti bisa memberikan kebahagiaan untukmu."

Eui menangis. Ia menatap lekat pada sosok yang ada dihadapnya. Wajahnya tidak terlihat begitu jelas.  Entah efek penerangan yang remang-remang atau penglihatannya yang agak kabur karena tubuhnya tidak dalam keadaan baik sekarang.

"Benarkah? Kau sungguh bisa memberikannya? Aku merasa sangat sesak, tuan. Belenggu ini terus mengikatku dan tidak ingin membiarkanku lepas. Aku sudah tidak sanggup lagi." Dadanya terasa terhimpit. Air matanya tidak berhenti mengalir. Eui sangat rapuh dan kesakitan.

"Kau tidak akan merasakannya lagi. Biarkan aku mengubahmu. Aku akan memberikan segalanya untukmu. Jadi, ikutlah bersamaku."

Dengan netra yang kembali berkaca-kaca. Perlahan tangan Eui diarahkan untuk meraih tangan orang itu. Eui akan percaya meski nantinya orang ini menipunya. Wanita itu hanya ingin menjauh dari kehidupan buruknya.

"Tolong bebaskan aku, tuan."

Tidak perlu lagi berpikir terlalu keras untuk menimbang. Tidak perlu juga menghindar dan meminta tambahan waktu seperti drama yang ia tonton. Pilihannya hanya ada dua. Tetap sengsara atau bebas. Tentu Eui akan memilih opsi kedua. Dirinya benar-benar lelah menghadapi hidup yang kelewat jauh dari kata baik-baik saja. Hanya ada siksaan dan keterpurukan tiap harinya.

Jika diingat kembali, semuanya terasa begitu tidak nyata saat malaikat tidak bersayap itu menghampiri. Tidak ayal Eui merasa dirinya hanya disuguhkan oleh fatamorgana. Sebuah khayalan yang dibentuk oleh saraf otaknya agar wanita itu melupakan hari buruknya sejenak.

Eui melihat seseorang berjalan ke arahnya lewat pantulan kaca. Pelayan yang ada di sana segera keluar saat orang itu memberi tanda. Pria itu tersenyum ke arah Eui saat mata mereka bertemu. Lengan kekarnya dilingkarkan pada perut Eui saat ia sudah berada di belakang wanita itu.

"Suka dengan apa yang sekarang kau punya?" Pria itu menggerak-gerakkan kepalanya pada perpotongan leher Eui. Mencari posisi ternyaman untuk disandarkan. Sedangkan Eui mendadak kaku dibuatnya.

"Kau sangat kaya tuan." Eui memuji kekayaan yang pria itu miliki. Tepat di samping bangunan utama, terdapat bangunan khusus untuk mobil yang ia koleksi. Belum lagi lapangan luas di belakang rumah yang Eui terka sebagai tempat untuk bermain golf. Eui melihat ada stik golf yang terpajang saat pertama kali masuk ke rumah.

"Jungkook," ujar orang itu. "Namaku bukan tuan tapi Gwang Jungkook. Hanya pelayan yang memanggilku seperti itu."

Eui menjadi tidak nyaman saat Jungkook semakin menenggelamkan wajahnya di ceruk lehernya. Nafas hangat Jungkook sangat terasa mengikis kulit, memberikan efek remang. Wanita itu tidak bisa melepaskan dirinya sekarang. Pria itu memeluknya sangat erat dan Eui juga tidak ingin atmosfer diantara mereka menjadi canggung jika menjauh.

Eui memberanikan diri untuk menyentuh tangan Jungkook. Mencoba melonggarkan dekapan pria itu namun dalam sekejap posisinya berubah. Tangan Jungkook sekarang berada di atas tangannya. Jungkook menggenggam tangan Eui diantara pelukannya.

"Tidak nyaman?"

Sepertinya Jungkook sadar. Ia sedikit melonggarkan dekapannya, namun tidak melepaskan tangan Eui.

"Bolehkah aku bertanya?"

Deheman diberikan sebagai persetujuan. Jungkook sedang memejam seraya  menikmati aroma rose yang menguar dari tubuh Eui. Dia menyukai posisinya sekarang.

"Apa tujuanmu hingga memberikan banyak hal padaku yang biasa ini? Kenapa menolongku?"

Banyak yang telah Jungkook lakukan. Selain memberikan banyak gaun dan hidup mewah, Jungkook bahkan membayar semua hutang keluarganya tanpa tersisa. Sekoper uang juga diberikan untuk ayahnya yang gila berjudi. Jungkook telah mengangkat beban yang Eui sendiri tak akan pernah bisa mengangkatnya seorang diri.

Eui melihat wajah Jungkook dari kaca. Memperhatikan setiap inci dari wajah itu. Eui tidak dapat berbohong jika Jungkook benar-benar tampan. Pahatan yang begitu sempurna!Wajahnya sungguh meneduhkan.

"Tidak ada yang gratis di dunia ini."

Eui tersentak saat Jungkook kembali bersuara dengan keadaan memejam. Eui pikir Jungkook telah berselancar di alam mimpi, mengingat pria itu tidak meresponnya dengan cepat.

"Istilah itu juga berlaku untukmu."

Eui tidak akan heran jika pria itu akan meminta bayaran karena menolongnya. Wanita itu sudah siap menerima konsekuansi dari pilihannya.

Jungkook mengecup singkat permukaan kulit Eui. Wanita itu mendadak merinding. Geli dan sensasi aneh kini bercampur menjadi satu. Memberikan efek menggelitik dan menegangkan. Pria itu kini meraih tangan Eui. Melihat kuku Eui yang telah dibubuhi dengan koteks. Jungkook menautkan tangannya di sela jari Eui lalu menciumnya.

"Kau harus melakukan apapun yang ku inginkan. Dengan begitu semua ini akan tetap menjadi milikmu. Aku akan membuatmu merasakan kehidupan sang ratu yang tidak pernah kau rasakan sebelumnya." Jungkook mengusap-usap tangan Eui seakan tak bosan menyentuh tangan itu. Tangan kirinya masih berada di posisi yang sama seakan tidak ada niat untuk melepaskan dekapannya dari Eui.

Eui melihat cermin. Membayangkan dirinya yang lusuh dengan rambut yang urak-urakan dengan penampilannya yang sekarang. Perbedaan yang terlampau jauh dan sangat mencolok. Jungkook telah memberikan kesempatan seumur hidup. Dan pilihannya hanya pada Eui. Kembali ke masa dimana ia selalu mendapat penderitaan, kekerasan dan juga penghinaan, atau menerima uluran tangan Jungkook dengan menerima persyaratan yang pria itu berikan. Eui memejam sebelum memberikan keputusannya.

"Apapun itu, aku akan melakukannya."

Keputusannya sudah bulat. Eui sudah sangat lelah untuk kembali ke kehidupannnya yang lama. Setidaknya Eui tidak perlu lagi mengotori tangannya untuk bekerja. Gwang Jungkook sudah menjamin hidupnya dan Eui tidak akan menyia-nyiakan kesempatan emas ini.

Jungkook memamerkan senyum smriknya. Senang saat Eui menerima persyaratannya.  Tangannya beralih menyentuh surai Eui, menyapu hingga ke ujung rambut. "Kita mulai dengan yang paling mendasar. Aku suka rambut lurus dan cokelat."

Secara tidak langsung, Jungkook menyindir model rambut Eui yang bergelombang dan berwarna hitam pekat.

Jungkook membalik tubuh Eui agar wanita itu melihatnya. "Mari kita merombak segalanya dari dirimu."

---

TBC

FORKERTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang