02

173 30 16
                                    

Salah satu alasan aku masih menikmati hembusan angin di luar rumah selarut ini adalah menghabiskan sebatang rokok. Jariku yang lain mengacak rambutku yang sudah berantakan.

Seseorang memegang pundakku, membuatku sedikit terperanjat. Malam-malam sepi, tiba-tiba ada yang pegang. Kaget, jelas.

"Kenapa?" tanyaku sok tenang, menyembunyikan kekagetanku.

"Gimana kuliah?" tanyanya.

Aku mengedikan bahu. Indikasi kata-kata yah, gitu.

"Aku gak ngerti." ujarnya membuatku menaikkan satu alis. Ia melanjutkan, "Kenapa kamu kuliah sedangkan uang pun kamu kesulitan?"

"Gak jelas pertanyaanmu," ketusku, memfokuskan pandanganku ke langit malam yang tidak terlihat apa-apanya selain bulan sabit.

Orang disampingku terdiam, mengikuti arah pandangku. Asap rokok samar dari bibirku menghiasi pemandangan.

"Suatu hari nanti, kalau kamu ketemu sama yang emang bener-bener buat kamu, jangan lupa undang aku,"

Sekali lagi, aku mengedikkan bahu. Aku terlalu malas menanggapi percakapan dari siapapun malam ini. Aku... capek.

Ia menepuk bahuku lagi. "Kurangin rokokmu, Mbak,"

Setelah di rasa ia cukup jauh aku mendengus. Merasakan tiap inci tubuhku dibalut hangat.

"Bahkan negara gak ngatur-ngatur soal itu, Jal,"

─────

Ada kuliah pagi-pagi sekali. Kakiku membawaku melangkah melintasi rerumputan dengan tulisan dilarang menginjak rumput. Tetap kuinjak, omong-omong. Aku sudah telat, dosennya killer--lima menit sebelum kelas dimulai sudah telat bagiku.

Tapi sepertinya Tuhan memang selalu punya rencana lain. Aku menabrak orang saat aku berjalan. Klise memang, tapi sepertinya kopinya hampir tumpah. Hampir dan aku bersyukur. Sepatunya terlihat mahal.

Aku meminta maaf, jelas. Tasnya jatuh, semoga tidak terjadi komplikasi apapun pada isi tasnya yang juga terlihat mahal. Ia bilang tidak apa-apa sih. Tapi tetap saja.

Kepalaku mendongak, berusaha menatap mata untuk melihat ketulusan seseorang itu ketika mengatakan, "Iya gak papa, Mbak," dengan logat ibukotanya yang tidak hilang.

Duh, Pak Dosen, saya harus ngapain...

"Maaf ya, Pak, sekali lagi,"

Orang itu menatapku juga. Duh, jadi grogi.

Nyantai dong, Pak, ngeliatnya. Galak bener perasaan.

"Iya, gak papa, Mbak. Dan saya juga mahasiswa di sini,"

Aku, entah bagaimana, mengacungkan jempol dan melengang pergi memikirkan dosen yang akan memberiku nilai E kalau lagi-lagi aku telat kelas.

Beruntungnya, dosennya tidak datang. Aku tidak tahu seharusnya ini berita menyenangkan atau tidak. Aku harus kembali ke rumah kalau memang tidak ada kelas, yang artinya aku harus mendengar celotehan Mama soal lulus.

Aku memejamkan mataku, menghela napas.

─────

notes :

oh ya, kemungkinan ini bakalan kayak kilat selesainya, jadi... i'm so sorry if there are any plot holes yang tampak. kayak yang aku bilang sebelumnya, there will another story as i promised dan mungkin plot holes yang terlihat akan diperbaiki di sana, diungkap dan lain-lain pokoknya gitu.

HAVE A NICE MONDAY EVERYBODY!

i. get back toTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang