Satu,

59 5 0
                                    

Pukul 16.00: Awal dari segalanya.

Sore ini hujun turun membasahi bumi. Tidak seperti sore-sore sebelumnya. Menyejukkan. Dan aku disini, duduk di cafe tempat pertama dia menyatakan perasaannya padaku. Sudah berapa lama ya? Empat tahun yang lalu, mungkin?

Aku menghela napas. Menatap ke arah luar jendela. Hujannya masih begitu deras, membuat dingin menyergap seluruh tubuhku seketika. Mulai dari ujung kepala, menjalar keseluruh tubuhku hingga ujung kaki, kemudian tiba di hatiku. Aku merindukannya.

Bagaimana ya dulu dia menyatakannya?

Ah ya, sepertinya harus aku jelaskan terlebih dahulu.

Malam itu hujan juga turun sama derasnya. Dia menjemputku dari tempat ku les piano. Entah kebetulan darimana tapi hari itu kita memakai baju berwarna senada, hitam.

"Kita serasi Deev!" Aku hanya menanggapinya dengan senyuman, bingung juga mau merespon apa. Karena saat dia mengatakan kalimat tersebut hatiku langsung berdetak begitu kerasnya, sampai aku sendiri rasanya takut jika seluruh dunia mendengarnya.

Tidak langsung pulang sepeti biasanya. Dia mengajakku pergi ke sebuah cafe dengan suasana yang sangat santai. Kita duduk di tempat dengan pemandangan langsung ke jalan raya Ibukota. Dari sini aku bisa melihat mobil-mobil yang berjalan begitu lambat, layaknya kura-kura. Sehabis memesan dia masih berbasa-basi, seperti biasa.

"Deev, aku mencintaimu!" Entah di menit keberapa. Tiba-tiba saja dia menggenggam tanganku sambil melantunkan satu kalimat yang membuat detak jantungku seperti direnggut paksa lalu dikembalikan dengan ritme yang lebih cepat, berkali-kali lipat dari sebelumnya.

"Galen..." aku hanya sanggup memanggil namanya dengan begitu lirih. Aku juga mencintaimu.

"Deev," dia mengecup punggung tanganku. "Aku mencintaimu. Aku serius, Adeeva Afsheen Eleanor.'' Dia menyebut nama panjangku. Pikiranku hari itu tidak bisa digunakkan secara baik. Padahal aku tergolong pintar lho.

"Mau terjebak bersamaku sampai waktu yang sangat lama?" Apa-apaan ini? Dia menatap langsung mataku, sensasinya sampai terasa dihatiku. "Jadi pacarku ya?"

"Ya, aku... mau." Hanya tiga kata. Aku menerimanya. Namun mengapa aku tidak membalas pernyataan perasannya. Aku juga mencintaimu Galen Ray Surendra.

MinnenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang