Pukul 18.30: Ketika hari terburukku terjadi di tempat ini. Akhir dari segalanya.
Pasar malam, tempat yang aku kunjungi di penghujung hari ini.
Tepatnya berada di daerah Jakarta Barat, berada di pinggiran kota. Aku pikir satu jam cukup untuk sampai ke tempat ini. Tapi sepertinya aku lupa keadaan Ibukota. Apalagi saat jam menujukan seluruh penduduk Ibukota akan bersiap pulang kerumah masing-masing. Jadilah aku membutuhkan waktu hampir dua jam lamanya.
Aku menghela napas, sangat dalam dan panjang. Akan kutuntaskan ceritaku hari ini. Tentang dia, aku dan dia. Atau bisa dibilang kita? Di masa lalu, mungkin.
Satu tahun yang lalu. Saat itu hubungan kita berjalan hampir tiga tahun. Awalnya dia mengajakku bertemu dengan Bibinya, tapi entah mengapa niat awal tersebut tidak terlaksanakan. Dia bilang ternyata Bibinya sedang berada di luar kota. Lalu mengapa dia tidak bertanya sebelumnya? Hari itu aku tidak berpikir sampai sana. Tidak mungkin kan dia mengajakku jauh-jauh dari Jakarta Selatan menuju Jakarta Barat hanya untuk suatu hal yang tidak pasti. Tapi hari itu aku benar-benar tidak perduli. Aku hanya merasa senang karena dia kembali mengajakku pergi, setelah hampir satu bulan lamanya kita tidak bertemu.
"Mau beli gulali, boleh?" Aku bertanya saat melihat penjual gulali yang saat itu ramai sekali pembelinya, rata-rata sih anak kecil.
"Boleh."
Setelah membeli gulali aku tidak langsung beranjak. Aku memilih berdiri tidak jauh dari penjual gulali tadi, memperhatikan anak kecil yang sedang berebut gulali sambil memakan gulali ku sendiri. Sungguh, mereka sangat menggemaskan.
"Ayo pulang." Dia mengajakku pulang. Saat aku tanya mengapa cepat sekali, dia menjawabnya dengan kata-kata yang membuat jangtungku hampir berhenti berdetak.
"Aku capek Deev, mau pulang!"
"Deev?" Aku memandangnya tidak percaya. "Iya, Adeeva. Nama kamu kan?"
"Kamu gak pernah lho panggil aku dengan sebutan itu lagi." Selama aku mencintaimu aku akan panggil kamu Eleanor. Aku merasa sangat sakit hati. Aku... takut.
"Emang iya?" Lihat! Aku yakin dia bukan Galen. Tapi tampak sama jika dilihat dari fisik. Aku benar-benar tidak percaya. Aku juga sudah tidak banyak bicara. Aku mengikuti saja kemauan dia. Pulang. Tapi aku merasa kehilangan, di sepanjang jalan dia tidak menggengam tanganku. Itu menjadi kebiasaan lho buat kita selama ini. Dia selalu menggenggam tanganku, dimanapun, kapanpun. Saat sedang berjalan, berada didalam mobil, bahkan saat kita sedang menaiki motor. Ah sudahlah!
Tapi yang lebih menyakitkan adalah saat aku dan dia sudah sampai di depan rumahku, tepat sebelum aku keluar dari mobil tersebut dia mengatakan satu kalimat yang membuat hatiku hancur. Langit seperti runtuh tepat diatas kepalu. Rasanya pening dan pikiranku tidak bekerja. "Kita selesai Deev. Jangan pernah hubungi aku lagi." Bajingan!
Lalu apa yang terjadi?
Aku turun dari mobil. Mau terjebak bersamaku sampai waktu yang sangat lama? Bulshit! Dia bahkan tidak memelukku sama sekali. Padahal dia sangat tahu aku sedang hancur. Aku terduduk lemas didepan pagar rumah. Hampir satu jam lamanya. Menunggu dia kembali. Terlalu naif. Karena pada kenyataanya dia tidak kembali. Sampai saat ini. Aku tidak tahu kabarnya sama sekali. Dia menghilang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Minnena
Historia CortaCERPEN. Ketika kamu merupakan hal yang membekas dalam ingatan.