[iii] ingatan

311 51 2
                                    

"Hummingbird. Hummingbird. Hummingbird. Hummingbird. Humming-"

"Jisung?"

Pemuda yang dipanggil mengalihkan wajahnya dari jendela berisi bunga dan dua ekor hummingbird yang tengah menghisap nektar.

"Ada apa dengan hummingbird?"

"Aku.... hanya bingung."

Changbin mengambil sisi kosong di belakang Jisung untuk menarik pemuda yang tengah merapal hummingbird berulang kali dalam pelukannya. Ia rengkuh bahu Jisung yang terbalut baju hangat miliknya.

"Apa yang membuatmu bingung?"

Jisung menangkup tangan Changbin yang mendekapnya erat. Baju Changbin membuatnya hangat di saat salju menyelimuti seluruh lembah. Dan pelukan Changbin membuatnya merasa jauh lebih hangat.

"Apa ingatan menjadikan kita manusia?"

Ia selalu bisa ingat, bahwa kehadiran Changbin sama seperti matahari pagi di musim semi. Hangat, lembut, membuatnya merasa disambut oleh dunia. Ia memiliki setidaknya kenangan itu tentang Changbin.

Tapi Jisung tidak memiliki kenangan untuk hampir banyak kata. Ia selalu berbicara dengan Changbin tentang banyak hal. Tapi hanya sedikit kata yang membuatnya merasa ia pernah tinggal lama bersamanya.

"Iya. Tapi itu bukan satu-satunya. Ada banyak hal yang menjadikan manusia manusia."

Jisung menyandarkan berat tubuhnya secara keseluruhan pada Changbin. Ia mencari nyaman pada detak Changbin yang samar-samar selalu bisa ia rasakan. "Aku bisa mengingatmu bersamaan dengan musim semi. Aku bisa mengingat dingin bersamaan dengan salju, manis dengan cokelat. Tapi aku tidak tahu kenapa aku tidak bisa mengingat kenangan dari kebanyakan kata yang kugunakan."

Changbin mendengarnya dengan penuh perhatian. Kedua tangannya menangkup tangan Jisung yang mulai terasa dingin. Ia bawa tangan Jisung dan miliknya untuk saling tertaut.

"Jadi kau berusaha untuk mengingat kenangan yang kau punya dari suatu kata?"

"Aku mencobanya. Tapi aku tidak merasakan apapun. Atau terpikirkan apapun. Sekuat apapun aku mencoba, beberapa kata seperti tidak berarti untukku."

Changbin mengayun tubuh keduanya. Ia paham jika Jisung tidak selalu memiliki kenangan untuk semua kata yang ia ucap. "Kata seperti apa yang tidak berarti untukmu?"

"Kata seperti lupa, keluarga, bunga, bahkan hummingbird juga. Aku mencoba mengingat dengan semua foto yang kuambil, tapi aku tidak ingat apapun.  Bahkan sepertinya, aku baru saja mengenal foto karena rasanya aku tidak pernah mengambil gambar dengan benar. Rasanya seperti, aku lupa pernah melihat semua objek dalam fotoku. Kadang aku bertanya apakah aku pernah melihat bunga yang berwarna merah sebelumnya."

Jisung beranjak dari nyamannya tubuh Changbin yang menyangga beratnya. Ia duduk menghadap Changbin dan meraih bahu pemuda dihadapannya. "Aku tidak tahu kenapa aku merasa sangat hilang ketika aku mengingat banyak hal."

Changbin memberi jeda untuk memilih kata apa yang tepat untuk Jisung dengar. Ia menyapu kedua sisi rahang Jisung dengan tangannya. "Aku minta maaf karena kau merasakan semuanya sendirian, Jisung."

Changbin menarik Jisung mendekat lalu mengecup bibirnya beberapa kali. Ia menarik Jisung untuk sepenuhnya duduk di atas pangkuannya. Kedua tangannya mengusap pinggang Jisung yang terasa lembut di bawah jemarinya yang dingin. 

Jisung mendesis saat merasakan tajamnya dingin beradu dengan kulitnya yang telah terbungkus oleh rasa hangat. Ia rangkulkan kedua tangannya pada bahu Changbin untuk mendekat, membalas kecupan yang disematkan oleh kekasihnya. Ia melumat bibir Changbin berharap ia akan bisa mengingat bagaimana bibir Changbin selalu terasa hangat.

Changbin melumat bibir Han dengan perlahan. Ia tak ingin terburu. Mereka memiliki waktu meski tak selamanya.

Ciuman diantara keduanya terhenti ketika tangan Changbin mengukir pola pada punggung Jisung. Pola yang memanjang dari tulang belikatnya hingga tulang ruas bagian bawah. Jisung pernah melihatnya sekilas. Ada garis halus yang memanjang di punggungnya, berjumlah sepasang. Garis yang sangat samar.

Jisung selalu percaya jika Changbin mengatakan ia pernah melalui operasi besar di bagian punggung. Tapi ia tidak pernah berani melempar tanya, apa yang dihilangkan saat ia menerima operasinya. 

Changbin mengusap air mata di pipi Jisung.

"Maafkan aku Jisung."

sorry [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang