|5☄

610 102 3
                                    

Sepi. Satu kata, empat huruf itu sekarang sedang mewakili perasaan Alda. Alda punya saudara laki-laki tapi entah dimana sekarang. Mengingat hubungan keluarganya yang kacau, membuat Alda sedikit stress. Apalagi keuangan Alda sedang tidak mendukung. Mungkin uang ini hanya cukup untuk seminggu ke depannya tapi apa pekerjaan yang bisa mencukupi kebutuhan Alda?

Alda berulang kali menghembuskan nafas kasar. Mungkin Alda butuh udara segar. Alda keluar dengan baju tidur miliknya lalu membawa beberapa uang receh.

"Lumayan, cukup buat ongkos" Alda memakai swallownya lalu berjalan keluar.

Kini Alda sedang berada tidak jauh dari rumahnya. Sekitar sini masih ramai walaupun sudah menunjukkan pukul delapan malam. Alda menggesek-gesek telapak tangannya ke tangannya, di luar sedikit dingin. Hujan rintik mulai turun dengan pelan, membasahi bumi dan tubuh Alda. Alda berlari ke restoran terdekat untuk berteduh.

"Kenapa tidak masuk?" Tanya seorang paruh baya kepada Alda.

"Eh tidak usah pak. Saya hanya menumpang berteduh sebentar lalu akan pulang"

"Oooo. Kamu tadi ngapain ke sini?"

"Sebenarnya saya tadi jalan-jalan mencari udara segar, dan sekalian untuk mencari pekerjaan"

"Malam malam seperti ini?"

"Hehehe iya pak"

"Kebetulan kami butuh pegawai baru"

"Serius pak?" Lelaki paruh baya itu hanya mengangguk.

"Kerjaannya sebagai apa pak?"

"Membuat kue. Kamu bisa?"

"Puji Tuhan, bisa pak"

"Ya sudah kamu mulai besok bekerja."

"Jam berapa pak?"

"Sekitar jam 5 bisa?"

"Bisa pak. Makasih banyak ya pak" jawab Alda semangat 45

"Iya. Kamu sudah boleh pulang. Hujan sudah reda"

"Baik pak" Alda sedikit berlari agar cepat sampai di rumahnya. Alda sedikit lega karena sudah mendapatkan pekerjaan. Tanpa mengetuk pintu Alda langsung masuk dan membeku di tempatnya.

"Dimana kamu malam malam seperti ini?" Yosman, ayah Alda menatap Alda dengan sangat tajam.

"Aku baru saja pergi ke supermarket" Alda berbohong.

"Mana barang belanjaan mu?"

"Uang ku ketinggalan makanya aku kembali ke rumah" Yosman hanya mengangguk lalu duduk di sofa.

"Eh Alda sudah pulang?"

Deg

Alda perlahan-lahan mengalihkan pandangannya dan mendapati seorang gadis yang masih muda sedang tersenyum hangat padanya. Alda tidak membalas senyuman itu, cukup untuk perasaan sakit yang menggerogoti hatinya.

"Ibu mu menyapamu! Seharusnya kau menjawab!" Bentak Yosman kepada Alda. Alda memandang Yosman dengan sorot tak terbaca lalu berlari cepat meninggalkan tempat itu. Alda berlari dengan air mata yang mengalir deras tanpa di suruh.

Brak

Alda menutup pintu dengan sangat kuat. Hati hati Alda, itu pintu mahal. Menguncinya agar tidak ada yang bisa masuk. Alda tidak menghiraukan teriakan ayahnya yang menggema di seluruh penjuru rumah. Alda membuka lemari yang selama ini sudah jarang dia buka. Mengambil suatu benda yang sudah menjadi kesukaannya setelah menggosip.

Benda tajam itu seperti memanggil-manggil Alda. Alda tersenyum senang mendapati benda itu. Alda menarik celananya sampai di paha. Sudah banyak bekas goresan yang Alda buat di sana.

"Ayo bermain silet kesayanganku" tawa Alda seperti orang gila.

Srek

"Shhh" Alda bukan merasa kesakitan tapi rasa nikmat yang menjalar di seluruh tubuhnya. Alda mengukir nama seseorang yang sedang bertahta di dalam hatinya. Adit. Setelah selesai mengukir nama Adit, senyum Alda mengembang seketika. Alda menyimpan siletnya itu lalu mengambil handphonenya. Alda mengfotokan itu. Hasilnya bagus. Alda masih waras kan?

Alda terlentang di kasur dengan mata terpejam, membiarkan darah segar terus mengalir sehingga selimutnya sudah basah dengan darah.

.........

Pagi hari menyapa dengan hangat. Alda sudah siap dengan seragamnya. Berulang kali suara perutnya bersuara, bertanda Alda sangat lapar. Alda berlari pelan kebawah dan mendapati ayah dan perempuan itu sedang genggam-genggam lah, pelukanlah, senyum senyum seperti orang gila lah dan itu Alda coba untuk tidak hiraukan. Nata, ibu tiri Alda langsung menjauhkan tubuhnya dari Yosman ketika melihat Alda.

"Sudah bangun Alda?"

"Seperti yang lo liat!"

Plak

Hanya begitu pun Alda di tampar? Gila nih bapak bapak. Alda memegang pipinya dengan wajah santai, seperti tidak ada yang terjadi.

"Makan pak" ucap Alda sedikit konyol.

"Kamu!" Yosman menunjuk wajah Alda dengan murka.

"Apa yang kamu bilang sama ibu kamu tadi? Lo? Kamu pikir kalian itu sebaya?"

"Enggak sih. Tapi keknya sebaya sama bang Aldi. Iya kan?" Alda menjentikkan jarinya, membuat Yosman makin murka. Sudah pak biarkan. Memang Alda sedikit emm aneh. Sudah pak, bapak sudah tua dan tanah sudah mau memanggil bapak.

"Pergi!" Ucap Yosman tajam, dingin dan tak terbantahkan. Alda mengambil semua roti yang sudah di olesi Nata dan membawanya pergi keluar.

"Makasih sarapannya yang sangat berharga" teriak Alda setelah hampir keluar dari pintu masuk. Yosman memijat pelipisnya, pening.

"Amel!" Amel yang sibuk menstatar motornya menoleh kearah Alda.

"Apaan? Mau numpang lo kan?" Alda mengangguk semangat dan dibalas dengan Amel sinis.

"Nih" Alda memakai helm yang diberikan Amel.

"Jom kita pergiiii" Amel sedikit terkekeh lalu melanjutkan perjalanannya.

Sesampainya di sekolah Amel dan Alda berpisah karena Alda ingin ke perpustakaan. Sebenarnya Amel sedikit bingung dengan Alda. Setau Amel, Alda itu sangat membenci buku. Dan ini Alda ke perpustakaan? Sumpah sumpah pasti Alda kerasukan.

Alda duduk di paling pojok. Yang katanya disini angker karena pernah seorang siswi bunuh diri disini karena hamil di luar nikah. Memang disini sangat jarang ada orang karena sedikit gelap. Alda menidurkan kepalanya dilipatan tangannya. Alda ingin tidur sebentar.

.......

Adit mencari-cari Alda di seluruh tempat tapi tak menemukannya. Dan terakhir perpustakaan. Perpustakaan? Melihat perempuan yang urakan seperti Alda ke perpustakaan itu adalah suatu hal yang sangat langka bagi Adit. Adit mencari dan tetap tidak ada. Seorang guru yang menjaga perpustakaan yang melihat Adit mencari sesuatu langsung angkat bicara.

"Cari apa nak?"

"Alda buk" jawab Adit berterus terang.

"Oooo coba kamu lihat di pojokan sana" Adit mengangguk, mengucapkan terimakasih lalu pergi ke arah yang di tunjuk guru itu. Adit terdiam di tempatnya. Adit berjalan pelan duduk tepat di samping Alda. Adit memandangi wajah Alda yang sangat tenang bagaikan air itu. Adit yang melihat rambut Alda yang sangat berantakan langsung berdiri dan mengikat rambut Alda dengan sangat pelan. Alda jika tidur sangat sulit untuk dibangunkan. Walaupun dunia ingin runtuh dan terjadi kiamat, Alda akan tetap tidur dengan posisi senyaman mungkin. Adit mencepol rapi rambut Alda. Melihat ada ikat rambut di pergelangan tangan Alda, dengan hati-hati Adit menariknya. Mengikat rambut itu dan selesai. Adit kembali duduk disamping Alda. Menidurkan dirinya dilipatan tangannya sama seperti Alda.

Ratu Penggosip (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang