Suasana tenang dan keheningan dari kamar yang didominasi dengan warna biru itu buyar ketika deringan ponsel tanda ada panggilan masuk menggema dengan volume yang cukup nyaring. Deringan tidak hanya berakhir dalam satu panggilan, akan tetapi terus berlanjut hingga beberapa kali, kedengarnya sangat mengganggu nyaris mengalahkan alarm di pagi hari. Namun sayangnya pagi hari sudah berlalu, matahari telah naik hingga berada di atas kepala, teriknya siap memanggang apa saja yang berada di bawahnya. Panggilan yang tak kunjung dijawab tak juga menyurutkan konsistensi sang penelepon di ujung sambungan yang menuntut dan berharap panggilannya segera mendapatkan jawaban. Setelah menit-menit yang menyengsarakan harus mendengar ponselnya yang terus-terusan berbunyi, tak bisa lagi diacuhkan oleh gadis mungil yang masih bergelung di balik selimutnya yang nyaman.
Dengan seluruh tubuhnya dan sebagian wajahnya yang masih tertutup selimut, gadis mungil itu menjulurkan tangannya keluar dari selimut untuk menggapai ponselnya yang terletak di atas nakas samping tempat tidurnya. Matanya masih terasa lengket, sulit untuk membuka bahkan hanya untuk mengecek kontak si penelepon garis miring pengganggu yang tak tahu diri telah merecoki kedamaian alam mimpinya. Tanpa terlalu memperhatikan dan berpikir panjang, ia menggeser ikon berwarna hijau di layar ponselnya. Bagaimana pun kesalnya karena tidurnya terganggu, ia tetaplah si sweetheart yang tidak begitu tega dan jahatnya sampai menolak panggilan yang dari tadi berkali-kali masuk dari siapa pun itu.
"Winter!" Winter refleks menjauhkan ponselnya dari telinganya begitu hal pertama yang terdengar dari ujung telepon adalah lengkingan suara yang meneriakan namanya dengan segenap hati karena baru saja diuji kesabarannya. Terima kasih juga atas teriakannya yang memekakan telinga karena kini mata Winter yang tadinya masih berat untuk membuka kini secara otomatis terbuka lebar nan segar karena terlalu terkejut.
Walaupun ia sudah mengenali sang penelepon dari suaranya yang telah ia hafal di luar kepala, Winter tetap menoleh pada layar ponselnya untuk mendapati nama salah satu sahabatnya terpampang manis di sana. Giselle. Well, tak biasanya Giselle sampai meneleponnya jika tak ada hal yang penting, Giselle lebih senang merecokinya dengan tiba-tiba mengirimi emoticon tanpa tujuan yang jelas, memamerkan stiker lucu nan annoying yang baru didapatkannya, serta chat-chat panjang lebar untuk mengadukan kejadian-kejadian tak penting yang terjadi dalam 24/7 dalam hidupnya; seperti contohnya mengeluh ketika ia diusir oleh penjaga perpustakaan karena Haechan yang memancingnya bergosip dalam perpustakaan, melapor ketika ia melihat cowok tampan di mana pun ia berada (tak lupa dengan foto yang diambil diam-diam ketika ia berhasil mendapatkannya), mengomel saat ia tergoda memasak mie instan tengah malam dalam kondisi sedang diet demi menemani malam suntuknya yang menjadi pasukan batman; begadang demi mengejar deadline tugas esok hari, serta hal-hal absurd lainnya.
"Hmm, morning, Jel. Lo kangen banget ya sama suara gue sampe nelpon siang bolong gini?" Winter membalas dengan suaranya yang masih serak. Ia tak berusaha menyembunyikan jejak bahwa ia baru saja bangun tidur di saat orang-orang lain telah bergerak mengisi perut untuk makan siang. Tak ada lagi yang perlu ia sembunyikan dari sahabat yang telah mengetahui kebobrokannya yang lebih excellent daripada bangun di siang hari.
"Morning your ass. Jangan mimpi gue pengen kangen-kangenan sama lo." Winter terkikik ketika mendengar Giselle yang mengeluarkan suara seperti mau muntah. Winter tahu bagaimana pun Giselle bereaksi atas tingkah manis dan manjanya yang memuakan, of course Giselle still loves her no matter what.
"Yeah, I know, love you too, Jel."
"Lo baru bangun 'kan?" tanya Giselle dan mengabaikan Winter yang masih meracau entah kemana arahnya sampai hampir membuat Giselle melupakan tujuan utamanya menelepon Winter.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suckseed ❝Jaemin Winter❞
Fanfic[On Hold] It's started from you, then will I end up with you too? ©bananaorenji, 2020.