"Kalo mau dapetin hatinya, minimal usaha buat deketin. Jangan cuman berani stalking media sosialnya." --Aska Dinantara
✨✨✨
Pagi kembali menyapa. Riza dan Anjani telah berada di ruang makan. Nara datang dan menyomot roti yang telah disiapkan Anjani.
"Ma, Pa, aku berangkat dulu," ujarnya mengecup pipi kedua orang tuanya.
"Buru-buru banget," ujar Anjani. "Papa juga belum sarapan tuh."
"Hari ini berangkat sama Linda."
"Yaudah, kalo gitu hati-hati," ujar Riza diangguki Nara. "Kakak belum bangun?"
"Udah, lagi mandi."
Usai menyalimi keduanya, Nara keluar seraya mengunyah roti.
Suara bising dari luar gerbang membuatnya penasaran. Belum sempat gerbang terbuka, dia tercengang saat mendengar suara Linda tengah berdebat dengan Arfan—mantan kekasihnya.
"Pokoknya Nara berangkat sama gue. Titik nggak pake koma." Linda menatapnya sengit.
Arfan menatapnya memelas. "Lin, sekali ini aja. Gue nggak punya banyak kesempatan buat ngasih penjelasan sama Nara."
"Lah, itu mah derita lo! Gue sih nggak perduli." Linda mengibaskan rambutnya. "Lagi jadi cowok jangan bego-bego amat. Udah dikasih yang tulus plus mulus malah ninggalin demi yang mulus doang."
"Kadang gue heran, waktu itu otak lo kemana ya? Ketinggalan di rumah kah, atau dikantongin sama Nenek Lampir itu."
"Lin—."
"Ssssttt ... stop!" Linda meletakkan jari telunjuk di bibir. "Sepanjang kali lebar apapun bacot lo, tetep nggak guna. Semua udah terlanjur terjadi. Bahkan Nara udah muak sama lo."
Baru saja Arfan akan bersuara, gerbang telah terbuka. Nara menatapnya dengan tatapan datar.
"Ngapain?" tanyanya dengan alis terangkat.
"Jemput kamu. Kita perlu bicara, Ra."
Linda memutar bola matanya malas. "Najis. Nggak usah sok lembut deh lo."
Tidak memperdulikan Linda, Arfan kembali berkata, "Please, kasih aku kesempatan sekali lagi."
"Ra, lo denger nggak sih? Kayak ada yang ngomong, tapi nggak ada wujudnya." Linda bergidik ngeri. Menarik tangan Nara menuju motor scoopy-nya. "Buruan pergi deh, ngeri ada setan."
Melihat motor Linda menjauh, Arfan hanya menatapnya nanar. Tak dapat dipungkiri bahwa rasa bersalahnya pada Nara semakin bertambah.
Jika mereka berfikir Arfan akan menyerah begitu saja, maka salah. Semakin Nara menjauh, semakin Arfan kejar.
Semua ini salahnya, maka dia harus menyelesaikan. Walaupun harapan untuk kembali memang ada, tetapi jika mendapat maaf dari Nara saja sudah lebih dari kata cukup.
✨✨✨
Motor yang Linda kendarai telah sampai di parkiran sekolah. Suasana sekolah pun sudah cukup ramai.
"Gila, mantan lo emang kebangetan. Udah tau lo-nya nggak mau berurusan lagi, tapi dia justru kek tai," gerutu Linda.
Nara membenarkan tataan rambut. "Udahlah, biarin. Semakin lo pikirin semakin lo emosi."
"Ya gimana, gue gedek banget sama tuh orang. Dua bulan lalu ketauan selingkuh, tapi justru baru sekarang mau jelasin." Linda mengibas rambutnya kesal. "Kadang gue mikir, otaknya ketinggalan dimana."
KAMU SEDANG MEMBACA
ASKARA (New Version)
Ficção Adolescente"Mendapatkanmu sesulit aku menggapai bulan. Namun saat mendapatkanmu, aku terjatuh ke dalam kesakitan yang teramat dalam." --Aska Dinantara-- _____ Tentang perjuangan yang berujung kesakitan. Aska yang selalu berusaha mendapatkan Nara. Namun, satu f...