Pakaian atas Widia telah terbuka. Ia mennangis ketakutan dengan perilaku suaminya. padahal, jika Adrian memintanya dengan baik-baik, pasti ia akan memberikannya.
Adrian terpana melihat tubuh mulus istrinya. Ia membungan pikiran kotornya dan menghentikan aktivitasnya melucuti pakaiannya istrinya.
"Keluar dari kamar gue. sekarang!" teriak Adrian dan membuat Widia tambah ketakutan.
Melihat nggak ada pergerakan dari istrinya. Dengan kasar Adrian menarik tangan istrinya dan mendorongnya keluar dari kamarnya.
"Etzzz... tunggu sebentar!" titah Adrian dan masuk kembali ke kamarnya.
Adrian melempar baju ke arah wajah istrinya. Dan berkata"Bawa tuh, baju kotor mu sekalian."Widia langsung memakai kembali bajunya, yang entah kemana kancing-kancingnya. Ia bangkit dan berjalan menuju kamarnya, dengan air mata yang terus menetes.
"Ya Allah, berikan hamba kekuatan untuk menghadapi suami hamba. Apa yang harus hamba lakukan? jujur, hamba tak kuat lagi ya Allah. Tapi, hamba tak mau membuat orang tua dan mertua hamba kecewa."
Widia menghapus air matanya, dan berjalan menghadap ke cermin."Aku harus kuat. Insyaallah, aku pasti bisa menghadapi semua ini!" Kata Widia dengan yakin,
Malam pun tiba, Widia susah tak sanggup menahan rasa laparnya. Ia keluar dan mengambil air putih.
"Mudah-mudahan air ini bisa sedikit mengurangi rasa laparku." ucap Widia dan langsung meminumnya.
"Bukkk..." Adrian melemparkan pelastik di meja.
"Ya Allah mas, Widia kaget tau."
"Emang gue pikirin. Tuh makan!"
"Makasih mas," jawab Widia dengan wajah bahagia.
"Hemm..."
Adrian meninggalkan Widia, dan berjalan ke kamarnya. Sungguh, hari ini sangat membosankan karena sang kekasih sedang sibuk dan memberikan kabar kepadanya.
Setelah selesai makan, Widia membersihkan meja dan mencuci piring. Saat ia hendak berjalan ke kamarnya, ia melihat Suaminya berjalan ke arahnya."Ini uang, gunakan sesuka mu. Anggap saja sebagai bayarmu, karena harus membersihkan Apartemen ku. Dan ya! jangan pernah memasak untuk ku, karena aku tak sudi memakan masakan mu." Kata Adrian dan melemparkan uang itu ke wajah istrinya.
Widia memunguti uang tersebut, sambil menangis. Sungguh menyediakan kehidupan pernikahan yang ia impikan.
"Kalau bukan karena janji ku, mungkin aku akan kabur dari mu, mas."
Sungguh sakit rasanya di perlakukan bagai sampah, oleh orang yang kita cintai. Sungguh, aku akan berusaha mengubur cinta dan impian ku bersamamu, mas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Yang Tak di Harapkan
Teen FictionWidia Astuti sudah membayangkan kehidupan pernikahan yang harmonis dengan laki-laki pilihan orang tuanya. pernikahan ini ia lewati dengan senyuman manisnya, semanis khayalannya. akan tetapi senyuman itu berubah menjadi tangisan setelah pesta berakhi...