AIR DITENGAH SAHARA

8 0 0
                                    


"Halo Ren," suara Bayu terdengar dalam sambungan telepon.

"Kenapa, Bay?" jawab Rena. Ia sedang sibuk mengurusi tanaman-tanaman di kebun mungil yang sengaja ia buat di halaman belakang rumahnya.

"Aku barusan dapat telepon dari Pak Rendy. Ada kabar baaaaguuusss banget untuk kamu." dari nada bicaranya, sudah dapat tergambar bahwa Bayu sedang bersemangat.

"Apa?" tanya Rena. Ia meletakkan pot bunga kecil. Telinganya memberikan aba-aba untuk mendengarkan kabar itu.

"Tapi nggak sekarang. Aku mau ngomong langsung. Supaya kamu terkejut."

"Hmmm proyek rahasia kah?" Rena sepertinya mulai penasaran.

"Ada deh. Pokonya aku jemput kamu sekarang, ya? Nggak sibuk 'kan?"

"Aku—"

"Ya sudah, kamu siap-siap ya. Sebentar lagi aku jemput. Bye, Ren." belum sempat Rena melanjutkan pembicaraannya, seperti biasa Bayu selalu memotongnya. Dan lagi-lagi selalu membuat keputusan sendiri. Padahal sebenarnya hari ini Rena ingin berada di rumahnya saja. Menikmati waktunya bersama bu Mariyah yang sudah ia rindukan. Atau ngopi sambil ngobrol seru bersama pak Slamet di gazebo. Tetapi Bayu merusak rencana-rencananya itu.

"Mbak Rena, mau makan siang dulu?" tiba-tiba suara bu Mariyah terdengar dari arah belakang.

"Nggak usah, Bu. Sebentar lagi aku pergi ke luar untuk membicarakan pekerjaan sama Bayu. Mungkin sekalian makan disana." jawab Rena.

"Oh, ya sudah ndak apa-apa. Sing penting jangan lupa makan, ya?"

"Iya, bu. O ya, Bu. Nanti kalau Bayu datang, suruh tunggu di luar saja, ya?"

"Nggih Mbak. Ibu masuk dulu, ya?"

"Iya, Bu." tutup Rena. Bu Mariyah melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah meninggalkan Rena sendirian di kebun mungil itu.

Langkah kaki Bu Mariyah sudah tidak terlihat lagi. Rena tiba-tiba saja menghentikan kegiatannya. Ia mematung tapi matanya menatap tempat Bu Mariyah berdiri tadi. Ada sesuatu yang bergejolak dalam hatinya. Ia membayangkan bahwa wanita yang tadi menyuruhnya makan siang itu adalah Ibunya sendiri. Mungkin tidak akan ada penolakan darinya. Memorinya terbuka kembali mengingat sosok wanita cantik yang sering memerintahnya makan siang ketika ia sedang bermain bersama teman-teman kecilnya dulu. Meskipun tak jarang juga ia melawan perintah ibunya untuk tidur siang dan lebih memilih bermain. Hal-hal seperti itu yang kini sudah tidak bisa ia rasakan kembali.

"Rena..." terdengar suara laki-laki meneriaki namanya. Ia tiba-tiba tersadar dari lamunan siang bolongnya. Seorang pria memakai kemeja polos berwarna putih dipadukan dengan jins panjang berwarna biru sedang mematung di tempat Bu Mariyah berdiri tadi. Semilir parfume Daviddof Cool Water merasuki indera penciuman Rena. Bayu sedang berdiri menatapnya dengan senyuman manis tersungging dari bibirnya. Ia mengira Rena tengah terkesima melihat penampilannya siang ini. Sementara Rena mengernyitkan dahi dan alisnya, seraya mengisyaratkan kebingungan.

"Reeenaaaa..." panggil Bayu kepada perempuan yang berdiri dengan jarak dua meter dari tempatnya.

Rena tak menjawab. Ia berjalan menghampiri Bayu sambil matanya terus menatap laki-laki itu. Ekspresinya datar.

"Kenapa? keren, ya?" ucap bayu dengan penuh percaya diri.

"Kamu kok ada disini? Kan tadi aku minta—"

"Bu Mariyah? Iyah aku tadi nunggu di luar tapi karena kelamaan jadi aku masuk aja,".

"Kamu mau kemana, Bay? Rapi bener."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 14, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Halaman UtamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang