NIRMALA

19 2 0
                                    

Sialan! Ternyata selama ini aku terkurung, sudah sangat lama aku berada dalam kotak itu, bahkan akupun tidak tahu mengapa bisa terkurung sebegitu lama. Setelah terlepas dari kurungan, aku menyadari suatu hal bahwa ternyata hidupku tidak jauh berbeda dengan kisah Putri Constantia dari kerajaan Lovendale. Ya, akupun buta – bukan, tepatnya memang sengaja dibutakan. Sialan sekali! Bedanya aku tidak benar-benar hidup di sebuah negeri dongeng yang memungkinkan Ibu Peri akan datang ketika aku sampai di titik terhancur kemudian memeluk lututku sendiri di sudut dekat jendela. Hingga lututku basah pun, tidak akan mungkin ada suara yang tiba-tiba datang menghapus semua badai di kepalaku dan berucap, "Jangan bersedih, putri, there is a magical for you".

Aku besar sebagai seorang Nirmala, yang terlahir di Republik Pandawa Lima. Aku bertumbuh dengan nasihat-nasihat naif para tetua yang katanya lebih berpengalaman, karena tinggal lebih awal di Republik Pandawa Lima ini. Persetan lah! Aku memang baru 18 tahun, tapi mungkin sudah ada lebih dari seribu juta halaman monolog di dalam kepalaku. Artinya meski masih bau kencur katanya, aku hidup bukan tanpa arah, pun tidak butuh arahan-arahan naif yang justru memperbolehkanku mengubur diriku sendiri hidup-hidup.

Bukan membangkang – aku pun juga butuh mantra-mantra yang mampu membentengiku dari kecewa dan rasa sakit yang mati satu tumbuh seribu ini. Tapi karena nasihat-nasihat naif itu, aku jadi tidak bisa membedakan yang mana malaikat dan yang mana iblis. Di sekitarku membingungkan, kebanyakan mereka hanya sedang memainkan peran sebagai malaikat, bodohnya aku tidak sampai hati memalsukan diri di hadapan malaikat yang ternyata hanya sedang bermain peran saja. Setelah itu, aku terkubur hidup-hidup. Aku terkubur atas salah satu nasihat paling naif dan bangsat, yang sempat-sempatnya kutanam di kepala, "Kalau tidak menemukan yang baik, jadilah baik meski di sekitarmu tidak.".

Sekarang aku ingin melarikan diri menghindari nasihat-nasihat naif itu, demi menyelamatkan diriku sendiri. Nasihat yang naif itu, sama seperti kain penutup mata yang diikatkan di kepala Putri Constantia selama bertahun-tahun. Kemudian sampai akhirnya ia nekat membuka penutup matanya, ia terkagum-kagum dengan sinar langit yang berbeda dengan sinar yang bersumber dari kamar tidurnya. Ternyata lepas dari keindahan yang ia lihat, sosok antagonis mulai muncul dan mengikatnya erat-erat. Aku yang hidup di dunia nyata, sama sekali tidak merasa kasihan, hanya tertawa sambil berkata, "Wahai Putri Constantia! Jangan khawatir, itu semua hanya dongeng, setelah buku sudah sampai di lembar terakhir, kisahmu akan menjelma kisah nirwana dengan 70.000 malaikatnya, Ibu Peri, Ratu dan Raja beserta berjuta pasukannya, akan menyelamatkanmu dari si antagonis itu".

Berbeda denganku Putri, di sini – di Republik Pandawa Lima, ketika aku berhasil terbebas dari kurungan sempit itu, aku harus menghadapi badai bersama diri sendiri, tidak ada Ibu Peri, tidak ada Ibu Ratu dan Paduka Raja, pun tidak ada berjuta pasukannya yang mampu menyelamatkanku dari banyak iblis yang menjelma malaikat. Palsu! Aku bahkan sulit menerka apakah yang dihadapanku adalah si protagonis atau si antagonis. Kadang Iblis lebih cantik dan kadang malaikat begitu menakutkan hingga tergetar-getar seluruh jiwaku. Kadang aku tersontak ketika melihat dengan mata kepalaku terdapat banyak tokoh yang menodai warnanya sendiri, Putri Constantia, kau beruntung, kau hidup dalam negeri dongeng. Sedang aku sebenar-benarnya tidak akan pernah bisa terlepas dari dalam kurungan yang mengikat ini, di Republik Pandawa Lima bahkan alur-alur cerita kadang sulit ditebak, selalu ada, "hah?!", di setiap lembar yang berbeda.

Setiap hari aku berjalan melalui dinding yang berbeda-beda, sampai akhirnya, aku dipertemukan dengan sosok yang merupakan cerminan dari diriku sendiri,

"Jangan bingung, memang sudah seperti ini tokoh yang dibentuk oleh makrokosmos. Sapi diperah agar manusia minum susu, hewan-hewan dipenggal, dipaksa keluar dari habitatnya, dedaunan dibabat, umbi-umbian dicabut dari akarnya, agar manusia tidak kelaparan! Sudah mah begitu, masih saja banyak yang berkeinginan memakan manusia lain, masih kurang sepertinya ya?"

"Banyak yang rakus dan menyembah ego, kebanyakan juga masa bodoh jika yang lain terinjak, yang penting?"

"kenyang".

Ternyata aku tidak benar-benar terbebas dari kurungan ini, aku masih akan terkurung untuk waktu yang lebih lama lagi, tidak tahu kapan akan sampai pada lembar halaman terakhir. Semakin aku merasa telah lepas dari kurungan, semakin banyak kutemui wajah-wajah palsu, hingga akhirnya aku memutuskan untuk mengurung jiwaku dan membebaskannya di alam pikiranku sendiri, mengunci diriku, dan mulai turut bermain dalam kepura-puraan yang ada. Bermain sebagai malaikat, sebagai iblis, dan terkadang semuanya melebur di dalam diriku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 30, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PARALYZEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang