Cerita

501 38 2
                                    

Hari ini aku akan pergi menginap di rumah Seli. Niat awalnya hanya mengerjakan tugas sekolah, namun berhubung besok adalah hari sabtu -yang berarti sekolah libur- maka aku memutuskan untuk menginap di rumah Seli dan menghabiskan waktu bersama.

Aku menekan tombol bel. Beberapa detik setelah bel itu berbunyi, pintu yang dihadapanku dengan pelan terbuka dan menampakkan sosok sahabat baikku.

"Masuklah, Ra." Seli menarik tanganku. Aku mengangguk dan mengikuti Seli.

"Dimana mamamu, Sel?"

"Ada di dapur." Seli berhenti tepat di dapur. "Ma, Raib sudah datang."

Mama Seli yang sibuk mengaduk masakannya menoleh ke arah Seli dan juga aku. "Halo, Ra. Apa kamu ingin mengirim terlebih dahulu sebelum mengerjakan tugas?"

Aku menggeleng pelan. "Terimakasih, tante."

Mama Seli tersenyum. "Baiklah, lakukanlah kegiatan kalian. Jangan sampai lupa dengan makan siang kalian. Jika lapar, langsung saja ke dapur, anggaplah rumah sendiri."

Aku mengangguk lantas mengikuti Seli yang kini kembali menarik tanganku.

Di kamar Seli,

"Ra, nanti saja ya mengerjakan tugasnya. Aku punya kerjaan yang lebih penting." Kata Seli sambil mengambil flashdisk miliknya kemudian mengambil laptopnya. Flashdisk tersebut kemudian disatukan pada laptop, dan dengan gesit jari Seli menekan keyboard laptop dengan serius.

Aku mengangguk dan membiarkan Seli hanyut dalam dunianya, walau sebenarnya aku bingung apa yang sekarang Seli lakukan, mungkin aku akan menanyakannya setelah dia selesai. Lihatlah dia begitu serius, aku bahkan tidak pernah melihat seserius ini ketika di kelas.

Sambil menunggu seli selesai dengan 'pekerjaan penting' nya, aku membaca novel yang belum aku selesaikan beberapa hari yang lalu.

Di tengah-tengah aku sedang asyik mendalami cerita novel yang aku baca, Seli tiba-tiba menanyakan pertanyaan yang membuat mood membaca ku menurun.

"Ra, menurutmu Ali itu orang yang seperti apa?" Jari Seli berhenti mengetik dan pandangannya yang awalnya serius menatap layar laptop kini menatap kearahku.

"Tanpa kamu tanya kamu sudah tahu jawabanku, Sel." Aku menjawab Seli tanpa mengalihkan mataku dari novel.

"Ali yang gwi yoe wun?" Seli menatapku dengan tatapan jahilnya. Sungguh, tidak bisakah Seli berhenti menatapku dengan tatapan seperti itu?

Aku memutar bola mataku dengan malas dan menatap Seli. "Ali itu menyebalkan, Seli. Biang kerok, sumber masalah, sombong, suka pamer, tidak tahu waktu, tidak bisa menjaga kesehatan diri sendiri."

Seli hanya tersenyum. "Terimakasih, Ra."

Aku mengernyitkan dahi. "Kenapa kamu berterimakasih, Sel?"

Seli tidak mengindahkan pertanyaanku. Tatapannya kembali fokus pada layar laptop dan jari-jarinya mulai lincah menari-nari di keyboard laptop.

Aku mulai curiga dengan Seli. Novel yang tadinya aku baca aku letakkan sembarang dan aku berjalan ke arah Seli yang berada di kasurnya. (Jadi posisinya tadi Seli dikasur tengkurap gitu terus depannya ada laptop, sedangkan Raib dia duduk di kursi belajar Seli).

"Apa yang kamu kerjakan, Sel?" Aku mencoba mengintip layar laptop Seli, namun Seli dengan cepat menggeser laptopnya ke arah yang tidak bisa aku jangkau dengan mataku. Aku mendengus kesal.

"Kamu akan tahu besok, Ra." Seli tersenyum ke arahku. Aku menghela nafas. "Sabar ya, Ra. Ini kejutan." Seli tertawa kecil.

***

RaSeLiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang