Bab 16

6 0 0
                                    

Pukul lima petang, Dean baru saja sampai di rumah. Selepas kerja kelompok bersama teman-temannya, Dean langsung pulang. Sejak Dian tak lagi di sini, Dean jarang pergi nongkrong bersama teman-temannya seperti biasa. Rasanya berbeda, Dean tak lagi betah berada di luar lebih lama. Ia seakan baru merasa kalau rumah memang tempat ternyaman. Tempat terbaik melepas lelah setelah seharian belajar.

Yang Dean lakukan setelah itu hanya berdiam diri di ruang tamu sembari menunggu ayah pulang. Dean tak pernah menunggu mama pulang karena akan percuma. Mama pulang selepas mereka makan malam atau justru tengah malam, saat Dean telah terlelap. Tapi Dean tak masalah. Selagi mama nyaman bekerja seperti itu dan ayah tidak melarang, apa salahnya.

Namun tiba-tiba Dean kepikiran foto kemarin. Masih tak mengerti mengapa orang itu mengirim foto-foto tak jelas padanya. Sekedar memberitahu kalau ia berhasil bertemu mama dan berfoto bersama atau justru ada sesuatu yang tak Dean tahu?

Dean tidak bisa menebaknya sekarang. Semuanya masih terlalu abu-abu. Dean juga tidak bisa menyalahkan mama jika memang terjadi sesuatu yang tak pernah Dean harapkan. Masih terlalu dini untuk berburuk sangka. Dean tak ingin gegabah.

Lalu saat sedang asik bermain ponsel, Dean melihat satu mobil berhenti tepat di depan pagar rumah mereka. Dean bangkit dari duduknya lalu mengintip dari celah-celah gorden. Meski samar, gadis itu masih bisa melihat siluet seorang wanita yang turun dari mobil itu.

Dean cukup terkejut saat melihat wanita itu ternyata mama. Entah siapa yang berada di posisi kemudi, Dean yakin itu bukan ayah. Ayah tak pernah menaiki atau memiliki mobil model seperti itu. Sayangnya, gadis itu tak bisa melihat siapa pengemudinya. Setidaknya dengan mengetahuinya, Dean tidak berpikiran yang aneh-aneh.

Mama memasuki gerbang lalu berjalan perlahan. Dean masih berada di tempat, hingga beberapa detik kemudian ia membuka pintu dan disambut dengan raut terkejut mama. Mama menoleh ke arah di mana mobil itu sebelumnya berada, mengembuskan napas lega karena mobil itu tak lagi terlihat.

Dean yang melihatnya tentu merasa bingung. Mengapa mama terkejut saat melihatnya dan menoleh pada posisi mobil tadi cukup lama.

"Mama kenapa? Kok kayak kaget gitu." Mama menggeleng. Kemudian mengamit lengan Dean dan mengajaknya masuk.

"Mama kira siapa. Biasanya, kan jam segini kamu masih di kamar."

"Bosen sendirian di kamar, jadi aku duduk di ruang tamu aja sambil nunggu Ayah pulang. Mama juga kok tumben udah pulang jam segini, nggak ada jadwal lain?"

Mama tersenyum saat itu. "Nggak ada. Setelah shooting tadi nggak ada jadwal lain, makanya jam sekarang udah pulang."

"Tadi pulang sama siapa? Tumben juga nggak dijemput Ayah."

"Sama staff kok. Ayah kamu bilang nggak bisa jemput. Jadi Mama minta nebeng aja." Dean mengangguk. Lalu menatap Mama. Mencari tahu apakah ada keraguan di matanya. Tapi yang Dean lihat hanya raut wajah mama yang terlihat sedikit panik dan gelisah.

"Aku jadi penasaran, deh. Mama tuh pulangnya malem banget. Aku penasaran Mama kerjanya sesibuk apa. Pengen juga lihat behind the scene-nya Mama pas shooting. Kapan-kapan ajak aku, dong," kata Dean sembari kembali menatap Mama yang saat itu masih sibuk melepas sepatu dan kaos kaki yang ia pakai.

Mama terlihat cukup terkejut saat Dean mengatakan kalimatnya. Ia tak berbohong saat mengatakan penasaran dan ingin tahu bagaimana Mama bekerja. Padahal bisa dibilang, Mama bukan artis tenar yang jadwalnya setinggi langit, shooting sana shooting sini. Mama cuma bekerja sebagai presenter salah satu program di TV swasta, tapi kerjanya macam artis top. Meski kadang ada jadwal pemotretan dan menjadi pemain sampingan dalam sinetron, Dean masih cukup yakin kalau pekerjaan mama tak sesibuk kelihatannya.

"Iya. Kapan-kapan Mama ajak kamu ke lokasi. Mama mandi dulu, kamu siap-siap. Bentar lagi maghrib. Mungkin Ayah juga udah mau sampe." Dean mengangguk saja. Membiarkan mama membersihkan diri.

Jujur saja, melihat respon mama yang cukup aneh saat ia bertanya tadi, membuatnya bertanya-tanya. Dean tidak ingin berburuk sangka, tapi sikap mama akhir-akhir ini dan foto yang baru saja ia dapatkan menguatkan pikiran Dean kalau sebenarnya ada hal besar yang mama sembunyikan dari mereka.

Dean seketika teringat surat yang waktu itu Dian beri. Ia segera pergi ke kamar, mencari keberadaan surat itu. Setelah beberapa saat mengubek-ubek isi laci meja belajarnya, Dean menemukan surat itu. Sesegera mungkin ia membuka surat itu lalu membacanya diam-diam.

Tak ada yang aneh. Hanya ucapan minta maaf karena Dian tak bisa mendampingi dan membantu kakaknya lagi. Namun saat tiba di paragraf terakhir, gadis itu mengernyitkan dahi. Ada sesuatu yang tak bisa Dean pahami.

Suatu hari nanti, kamu pasti akan tahu alasan mengapa aku memilih untuk pergi. Dan ketika saat itu tiba aku harap, kamu nggak lagi marah. Ini mungkin cuma ketakutanku aja, tapi percayalah. Cepat atau lambat, semuanya pasti akan terbongkar. Tinggal tunggu saat yang tepat.

Dean bingung, tentu aja. Pasti ada sesuatu yang Dian ketahui. Tapi apa? Selama ini Dean mengira keluarganya baik-baik saja. Tak ada yang mereka sembunyikan dan apa yang terjadi memang murni apa adanya. Namun ternyata tidak, mungkin ada banyak rahasia yang tidak Dean ketahui itu apa. Ada banyak pura-pura yang tak Dean sadari.

Pikirannya kacau sekarang. Ada banyak yang Dean pikirkan sekarang. Kemungkinan-kemungkinan buruk yang bahkan ia sendiri tak tahu apakah benar terjadi atau tidak. Dean benar-benar bingung sekarang.

☘☘☘


Yang Dean lakukan setelah makan malam hanya diam terduduk di kursi meja belajar. Dean tak lagi bernafsu untuk belajar. Ia bahkan melupakan tugas-tugas yang harusnya ia kerjakan sekarang. Ia masih bingung. Meski setelah mengamati diam-diam perlakuan kedua orang tuanya, seperti tak terjadi apa-apa. Mereka berdua masih sama seperti sebelumnya. Tak ada yang aneh, hanya saja mereka lebih diam dari biasanya. Walaupun masih ada satu dua patah kata yang mereka lontarkan masing-masing. Atau sekedar bertanya bagaimana sekolahnya.

Malam itu tak ada percakapan tentang Dian dalam obrolan mereka bertiga. Meski hanya sekedar obrolan formalitas belaka. Dan sayangnya Dean baru sadar sekarang kalau mama benar-benar menghindari percakapan yang berhubungan dengan Dian. Saat ayah mengatakan ia merindukan Dian dan ingin pergi menjenguk saat ada waktu nanti, mama sama sekali tidak merespon dan Dean hanya merespon apa adanya. Tidak terlihat terlalu berminat.

Apa sebenarnya yang bermasalah adalah Dian dan Mama? Apakah hubungan mereka merenggang? Tapi kenapa? Masih ada banyak pertanyaan yang sekarang memenuhi otak Dean, sebelum semuanya teralihkan pada empat pesan yang muncul di notifikasi ponselnya.

Ali:

Lima hari lalu, Dian nanya kabar lo gimana. Soalnya dia nelfon rumah nggak ada yang ngangkat, sempet nelfon si om tapi nggak lama. Maaf, gue juga lupa ngabarin. Kayaknya dia kangen banget sama lo. Tolong turunin dikit aja ego lo itu. Dia cuma pengen tahu kabar keluarganya tapi susah banget.

Dah gitu aja.

Gue cuma mau bilang, dia nggak salah apa-apa. Dan lo harusnya lebih dewasa dan ngehargai apa pun yang jadi keputusan saudara lo sendiri. Bukan malah menghindar kayak gini.

Sorry to say, lo kekanakan banget kalau sampe sekarang nggak bisa nerima keputusan Dian.

☘☘☘

110121

Dear DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang