Bab 1| Pertemuan pertama

2.7K 190 64
                                    

"Dan sialnya pula, aku yang tak bisa menolak rasamu. Memilih membalasnya dengan segala konsekuensi yang ada."

Hai halo. Apa kabar Gwengs. Stay safe ya! Sebelum baca jangan lupa tinggalkan jejak!

Selamat membaca Gwengs

-

Senja selalu di nanti, penikmatnya pun akan datang sili berganti. Mungkin nyaris seperti itu filosofi dari hati yang mencinta, rasa berdebar yang mematikan syaraf logika itu selalu di nanti tetapi yang bertamu kadang sili berganti, dan yang menetap hanya yang benar-benar menanti.

Orang bilang tidak ada rasa tanpa pertemuan, hati yang memutuskan menciptakan rasa akan selalu di dahului oleh suatu pertemuan, entah itu pertemuan tercipta sengaja atau tanpa sengaja. Hati tidak memandang menjatuhkan dirinya pada siapa, bak hukum alam yang tidak bisa di lawan, entah itu orang yang membersamai sejak kapan tahu atau seseorang yang awalnya di anggap asing.

Kala itu.. sekitar enam tahun lalu, saat sang gadis baru saja lepas dari seragam merah putih dan menjalani hari pertama dengan seragam bitu putih, sebuah pertemuan tercipta, pada sosok yang awalnya dia anggap asing tetapi tak di sangka sanggup membuat hidupnya berubah bahkan di bodohi cinta.

...

"Jeremo jahat banget sih nggak bangunin gue!" rutuk gadis berambut sepundak itu dengan napas tercekal cekal begitu memasuki pekarangan SMP Pelita setelah di arahkan oleh kakak kelas untuk berdiri di barisan siswa yang terlambat.

Sudah jatuh tertimpa tangga pula, dia terlambat bangun di hari pertama masuk sekolah, dan sayang kecepatan kemudi sang supir tidak bisa lebih cepat dari bell sekolah, alhasil di hari upacara pertama itu dia harus berdiri di barisan belakang bersama siswa siswi yanh juga datang terlambat.

Wajahnya sudah cemberut, matanya menyipit—melawan terik mentari yang nyaris menembus retina. Dia gelisah, terlihat mencari cari seseorang di tengah barisan di depan sana. Jerome, dia mencari laki-laki itu yang dengan tega meninggalkannya, dan lebih dulu berangkat tanpa membangunkannya.

"Sahabat macam apaan tuh! Jahat!" gadis itu kembali mengerutu kala ia berhasil menemukan siluet Jerome di barisan paling depan kelas 7B.

Tidak lama, dua lelaki ikut mengambil tempat di sebelahnya—sejajar dengan gadis itu. Elea sedikit mengerling kecil pada laki-laki yang berdiri paling samping dengannya. Sepertinya dia juga terlambat di hari pertama, tetapi Elea tak menegur sebab jangankan orang di sampingnya, satu barisan horisontalnya pun tak ada satupun dia kenali.

Azkha Gavarelio Kalengga. Elea sempat melirik name tagnya. Dia terbilang tinggi dengan postur yang sedikit melebihi murid baru SMP umumnya. Dari wajahnya yang agak Indo—membuat Elea mewajari.

Lalu laki-laki itu ikut melirik padanya, Gavarel kala itu belum setinggi sekarang, masih nyaris Elea mengimbangi. Rambut sepundak dan bando pita merah muda yang di kenakan Elea, agaknya berhasil menarik perhatian Gavarel. Terlihat seperti anak TK, batinnya.

"Eh ini kok anak SD bisa lolos masuk sini, wah nggak benar nih securytinya." Gavarel berseru.

Awalnya Elea tak me-rasa, dia mengira laki-laki itu menujukan kalimatnya untuk orang lain.

"Mana pakai seragam SMP lagi!"

"Lo ngomong sama gue?!" kata Elea, menunjuk dirinya dengan telunjuk kala sadar yang laki-laki bernama Gavarel itu maksud adalah dirinya.

Forever Still YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang