Pertempuran Awal

15 0 0
                                    

Pulang sekolah lebih petang daripada pegawai sipil sudah menjadi hal biasa, dan aku harus menerima aturan semacam ini, walau ini sangat melelahkan.

Pergi lebih pagi, pulang juga lebih petang, dan menyebalkannnya lagi kami tidak digaji. Kadang aku bingung, aku ini sekolah atau kerja rodi.

Untung saja selalu ada suara orang mengaji setiap menjelang maghrib di masjid-masjid kampung Nyaka yang menjadi hal paling indah dan aku suka setiap harinya sepulang sekolah, Nyaka memang terkenal sebagai kampung salafi, mayoritas warga Nyaka sangat kental dalam beragama. Sedangkan aku dan keluargaku menganut ajaran Marapu, ajaran yang mengagungkan alam semesta sebagai Sang Hyang.

Mega-mega merah di sekitaran awan-awan tipis, lalu lantunan orang mengaji tadi menjadi penanda bagi anak-anak kampung Nyaka untuk pulang ke rumah. Tapi kali ini bagiku itu menjadi penanda bahwa aku harus bersiap-siap, ketakutan serta kekhawatiran menyelimuti diriku.

Apakah aku akan bisa menyelamatkan Nyaka, memang aku seorang Selak dan juga nanti ada Bungan yang sudah pasti tinggi dalam kesaktian. Tapi, apa aku harus bergantung pada Bungan? Apa aku bisa menguasai kutukan ini? Semua pertanyaan dari diriku sendiri membuat pikiranku kacau, rasanya seperti semua keresahan ini mengikat kencang kepalaku dan mau menggantung leherku.

"Nak, jangan takut."

"Ibu? Tidak bu, Fitri tidak takut, hanya saja Fitri masih belum bisa menerima kutukan ini dalam diri Fitri, karena kutukan ini Fitri dijauhi oleh warga Nyaka, karena kutukan ini, keluarga kita menjadi terasingi dan hina, karena kutukan ini masa kecil Fitri terasa sangat suram dan ngeri."

"Nak, jika kau masih belum menerima kutukan itu karena warga Nyaka, maka anggap saja yang malam ini yang akan kau jaga adalah Ibu dan orang-orang lain yang kau cintai seperti Rena."

"Ibu tahu tentang perang malam ini?"

"Bungan yang memberi tahu Ibu tadi, Ibu sudah bukan lagi Selak seperti kalian, jadi ibu hanya bisa mendoakan kalian agar semesta tetap melindungi Nyaka."

Ibu sepertinya paham, kenapa Bungan dan aku tidak memberi tahu warga Nyaka tentang penyerangan malam ini. Bukan soal kami ingin membersihkan nama, tapi kampung sebelah memang terkenal dengan pengguna ilmu hitam yang sakti dan penyerangan malam ini bukan dalam bentuk fisik namun pengiriman santet secara masal ke seluruh warga Nyaka.

Warga Nyaka yang taat beragama tidak mau percaya soal santet, tapi anehnya mereka sangat meyakini keberadaan Selak. Ibu dulunya juga seorang Selak namun kutukan dalam dirinya berpindah ke tubuhku karena memang aku pewaris darah Selak dari ibuku, dan aku adalah keturunan ke lima di garis keluargaku. Begitu pula jika kelak aku punya anak, maka kutukan ini akan berpindah ke tubuhnya, dan berakhir pada generasi ketujuh.

"Nak, kamu tidak ditolak oleh Nyaka, warga Nyaka hanya belum bisa menerima Selak sebagai sesuatu yang ada, mereka masih berlarut dalam kekolotan masyarakat terdahulu. Warga Nyaka hanya butuh sesuatu untuk menyadarkan mereka bahwa Selak bukanlah siluman, terlebih makhluk hina."

"Baik bu, aku paham sekarang, kutukan ini bukan sebagai hukuman bagiku. Kutukan ini adalah hadiah dan penanda bahwa aku adalah orang terpilih untuk melindungi Nyaka, dan akan aku buktikan bahwa Selak bukanlah aib ataupun hal yang memalukan yang dimiliki oleh Nyaka."

Malam sudah mulai larut, pekik burung hantu mulai ramai, malam ini terasa amat sunyi bagiku. Kepalaku mulai berputar, sepertinya kutukan ini mulai bekerja. Jemariku mulai sulit digerakkan, dengan sendirinya aku meringkuk, tubuhku di selimuti aura gelap yang mengganti pakaianku menjadi kain yang menyelimuti tubuhku, panas nyala api mulai terasa di keningku.

Tunggu dulu, aku sadar? Bagaimana mungkin? Apa aku sudah bisa mengendalikan kutukan ini?

"Baguslah kau sudah bisa berdamai dengan kutukanmu, Fit."

NyakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang