Chapter I
"Suster cepat bawa alat defibrillatornya sekarang!"
Suasana di dalam sebuah ruangan yang penuh oleh petugas medis beserta alat-alatnya, yang sedang menyelamatkan pasien kritis karna menderita kanker jantung. Terdapat beberapa dokter yang membantu di dalam, semuanya sibuk dengan tugas-tugasnya masing-masing.
Tiba-tiba garis di elektrokardiogaf tidak berpola denyut jantung lagi, polanya menjadi lurus terbentang,
"Dok.." salah satu dokter memberi isyarat seolah mengatakan 'tidak bisa diselamatkan',Semua dokter yang bekerja diruangan itu sangat putus asa, mereka tidak tahu harus bagaimana.
Tetapi salah satu dokter disana masih terus mencoba menggunakan defibrillator untuk mengembalikan nyawa pasien tersebut, ia merasa kalau semua ini masih bisa diatasi.
"Alisa sudah, tidak ada cara lagi, jantungnya sudah berhenti berdetak" ujar Dokter Ris yang berdiri di sampingnya,
"Dok, tapi ini.. saya... masih... bisa.." jawabnya sambil terus menggunakan defibrillator itu,
Alisa menangis putus asa, ia benar-benar merasa bersalah karna tidak bisa menyelamatkan nyawa pasien tersebut."PAPA!!"
Tiba-tiba seseorang pria bertubuh tinggi dan berjaket merah datang memasukki ruangan itu di berteriak 'Papa',Dokter dan suster yang ada di ruangan tersebut kaget akan kedatangan pria itu, mereka sadar bahwa dia adalah salah satu keluarga dari pasien ini. Dokter Ris pun datang menghampirinya dan memberitahu bahwa Papanya itu sudah tidak bisa diselmatkan.
"Argghhh" pria itu marah dan berlari pergi meninggalkan ruangan tersebut, terlihat dari kejauhan ia pergi menuju atap gedung rumah sakit itu. Dia berlari sambil menangis dan berteriak tidak jelas, seperti da rasa penyesalan dalam dirinya.
Para dokter dan suster di ruangan itu pun segera membereskan semua alat medis, dan jenazah pasien tersebut akan dikembalikan pada keluarganya. Dokter yang bernama Alisa itu merasa bersalah pada pria yang datang tadi, ia pun berencana untuk menyusulnya setelah membereskan ruangan,
"Dokter, mungkin pria tadi adalah anak dari pasien ini" ujar salah satu suster pada Dokter Ris,
"Ya, aku akan memberitahunya" jawab Dokter Ris,
"Tidak, biar aku saja yang memberitahunya" Alisa tiba-tiba menyangkal,
"Kamu tahu dimana dia?" tanya Dokter Ris,
"Tahu dok, aku bisa menyusulnya" ujarnya,
Dokter Ris pun mengangguk dan membiarkan Alisa pergi menyusul anak itu ke atap gedung rumah sakit.Ia berlari sekencang mungkin, karna takut kehilangan jejak pria tersebut. Sesampainya ia di atap gedung, dia melihat pria tersebut sedang berdiri menangis di ujung atap,
"HEI KAMU! JANGAN!" teriak Alisa pada pria itu,
Dia pun menghampiri pria itu, dan mencoba menyuruhnya untuk tidak berdiri disana,
"Kamu pikir mati adalah jalan terbaik? Yang tadi Papa mu kan? Kenapa kamu malah pergi?" Alisa menyetak pria itu,
"Anda siapa? Sudah jangan mendekat!" pria itu membalas sentakan Alisa,
"Hah? Saya dokter yang diruangan tadi! Turun cepatt! Kita bisa bicarain ini baik-baik oke! Ayo turun sekarang tenangkan dirimu!" nada Alisa semakin lantang,Pria itu menoleh ke arah Alisa, ia menatap wajah Alisa yang berada di belakangnya sedang mengkhawatirkannya. Ia pun turun dan menghampiri Alisa,
"Kamu siapa? Kenapa kamu tiba-tiba disini?" wajahnya mendekat ke arah Alisa,
Alisa pun menampar pria itu dengan keras,
"Arghhhh, maksudmu ap-.."
"Apa? Bunuh diri di saat kaya gini bukan jalan terbaik buat nenangin diri kamu! Papa mu udah pergi, kamu harusnya berdoa yang terbaik buatnya, bukan ikut menyusulnya!"
Pria itu tiba tiba terdiam, dia menundukkan kepala nya dan duduk termenung sambil menangis di depan Alisa."Hei, aku tahu kamu sangat sedih karna ini" Alisa duduk di hadapan pria itu sambil memegang pundaknya yang merungkuk,
"Papa mu tidak mau kamu terlihat sedih dari atas sana, ayo jangan patah semangat"
Alisa tersenyum pada pria itu, ia jelas tahu dan bisa merasakan apa yang pria itu rasakan,
"Dokter... ini salahku.." ujar pria itu sambil menangis,
"Tidak.. tidak sama sekali.. ini memang sudah takdir, ayo jangan salahkan dirimu sendiri!"
Pria itu tiba-tiba memeluk tubuh Alisa, dari raut wajahnya yang penuh dengan air mata menandakan bahwa di benar-benar merasa kesepian dan butuh pelukan seperti seorang anak kecil yang merengek karna tersesat.
Alisa seketika terkejut saat pria itu memeluknya, tapi bagaimana pun juga ia bisa merasakan perasaan pria itu yang sedang bersedih, ia pun memeluknya balik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Her (HIATUS)
Fanfiction'Her' is an angel. yeah, she come and save my dark life. Restore all the good things from me that have been lost, that's why i'd call her 'My Angel'.