4. Bahagia.

17 2 0
                                    

Sebagian orang mendefinisikan bahagia itu ketika ia mendapatkan duit yang banyak, hidup dengan kenyamanan didalam istana yang mewah.

Padahal, rupiah seringkali memusingkan manusia. Kelimpahan atau kekurangan berupa rupiah, sama-sama meresahkan jiwa penuh dengan berbagai macam kebingungan.

Bagaimana caranya untuk mendapatkan duit?

Mau diapakan ya... duit sebanyak ini?

Rupiah yang berlimpah, membuat pemiliknya bingung mau diapakan dan di kemanakan rupiah tersebut.

Apalah arti dari bahagia, jika hati sama sekali tidak merasakan ketenangan?

Apalah arti dari bahagia, jikalau hati terasa sempit untuk berlapang dada?

Padahal, bahagia sesungguhnya adalah ketika tangan-tangan kita gemar memberi kepada tangan-tanggan yang lain karenaNya. Dan tanpa menaruh harap untuk mendapatkan balasan duniawi yang semestinya tak boleh membaluti amal yang kita laksanakan dalam membantu sesama.

Bahagia sesungguhnya adalah ketika mereka saling tergerak untuk tolong menolong tanpa harus melihat kedudukan siapa yang hendak ditolong. Mereka senantiasa saling merendah diri, dengan tidak bersikap sombong ataupun gengsi untuk meminta tolong. Sebab fitrahnya manusia adalah saling melengkapi. Dan pada kenyataannya, manusia adalah makhluk sosial yang lemah juga terbatas.

Bahagia yang sebenar-benarnya adalah ketika kita mendapatkan sesuatu yang kekal. Bermakna. Dan bermanfaat.

Sebab limpahan harta yang digunakan hanya sekedar berfoya-foya, menghabiskan pada sesuatu yang tidak bermakna, maka yang ia dapatkan adalah sedikit saja kebahagiaan. Bahagianya hanyalah sementara dan samar. Dan hal kesementaraan itu tidak bisa dijadikan sebagai tolak ukur sebuah kebahagian.

Sebab kebahagiaan sesungguhnya adalah ketika ia mampu bersyukur atas apa yang telah Allah anugrahkan rezeki kepadanya.

Bahagia sesungguhnya adalah ketika ia mampu bersabar dalam menjemput rezeki dengan cara-caraNya. Serta menafkahkan rezeki yang telah Allah anugrahkan kepadanya, untuk menjemput sesuatu yang kekal.

Kekekalan-lah yang merupakan inti dari kebahagiaan yang sesungguhnya. Kekekalan yang tidak ada keresahan, ataupun kesedihan didalamnya.

Maka, mana mungkin seseorang tidak bahagia jika yang ia dapatkan adalah sesuatu yang menentramkan jiwa?

Mana mungkin seseorang tidak bahagia dengan ketenangannya, apabila ia bertetangga bersama orang-orang yang sholih, terlebih ada kekasihNya didalam sana?

Yaitu bahagia berada pada kekekalan, di dalam surgaNya.

__________

Pernah RapuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang