2. Tragedi Pembantaian

497 108 78
                                    

Suara dering telepon berbunyi. Hana mengernyit dan menerima panggilan tanpa melihat siapa nama penelepon.

"Hana?”

"Fika? Ngapain pakai nelpon segala? Masih ingat sama sahabat?"

"Jangan salah paham, Na."

"Apasih?"

"Gue nggak ada waktu buat debat. Intinya, mulai sekarang lo jaga-jaga. Ajak Tasya, atau Arkan setiap kemana lo pergi, okey?"

Dapat terdengar jelas di telinga Hana. Terdengar deru napas Fika yang tidak teratur. Seperti sedang berlari dan dikejar orang. Iya, Hana tidak mungkin salah menduga.

"Fika, jawab gue sekarang! Lo ada dima--"

"J-jngan khawatir gue nggak papa. Last, tolong banget jangan pernah jalan sendirian."

"Ingat pesan gue."

Tut Tut.

Sambungan telepon terputus. Membuat Hana yang tadinya santai, menjadi panik setengah mati.

"KA?"

"FIKA LO NGGAK APA-APA KAN?"

"SHIT, DAMN! KA, ANGKAT TELEPON GUE!"

***

Di lain tempat, seorang gadis yang diketahui bernama Fika berlari tak tentu arah. Deru napasnya terengah-engah. Kakinya mulai melemah tetapi mau tak mau ia harus tetap berlari. Melewati pohon dan semak belukar, tempat yang gelap dan sunyi. Ia telah diculik, oleh dua orang yang berpakaian serba hitam.

Fika sangat ingat. Pemuda dengan kepala yang ditutupi kain, hanya mata dan mulutnya saja yang terlihat. Fika sangat takut. Takut akan apa yang selanjutnya yang terjadi. Takut hidupnya berakhir sampai sini.

"Lo kuat, Fika."

Gadis itu berhenti tepat di balik pohon besar yang ditumbuhi akar-akar. Tangannya mengepal, meremas bajunya dengan sisa tenaga yang ia punya.

"Hana, Tasya. Help me."

"I don't want to stop now."

"Hai ladies?"

Gadis itu tak menjawab, melainkan membungkam mulut dengan sengaja. Keringat dingin bercucuran di pelipis.

Bagiamana ini?

Dua orang pemuda yang tentu tidak Fika kenali mengetahui keberadaannya. Gadis itu syok, tubuhnya bergemetar.

Dibalik kain hitam yang dikenakan, dua pemuda itu menyeringai penuh kemenangan. Nakal sekali gadis di depannya ini, tinggal menurut dan mati. Hasrat membunuhnya sudah terpenuhi. Untung saja, ia tidak sendiri di sini. Jadi tak perlu banyak tenaga untuk mengejar mangsanya yang kabur.

"Ada pesan terakhir?" Kali ini pemuda di sampingnya bersuara.

Mata Fika melotot kala mengenali bahkan sangat sangat mengenali suara tersebut. Suara itu tidak asing.

Dia... .

"Siap?"

Jantungnya berdegup kencang, bahkan organ-organnya seperti sudah tidak berfungsi lagi. Tubuh Fika membeku, bibirnya bungkam saat menyadari sebuah pistol mengarah tepat di jantungnya.

Farhan: Mysterious ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang