Enjoy Your Breakfast

10 2 0
                                    

Pukul 06.00 pagi, Tissa sudah berada di depan kamar Andre. Setelah mengetuk dan diizinkan masuk, Tissa disambut oleh Andre yang sudah duduk rapi dalam setelah kerja, dengan gawai layar datar lebar di tangan.

"Selamat pagi, Kak."
Tidak ada sahutan dari Andre. Tissa melempar senyum meski Andre sudah kembali fokus pada gawainya.

"How's your morning, Kak?" Tissa melempar pertanyaan.

"Bisa bersikap formal? Panggil dengan 'pak' atau 'sir'."

"Kak, please, aku akan lakukan semua prosedur formal lain, tapi bukan panggilan. Mengubah panggilan yang sudah biasa aku gunakan sejak kecil itu susah."

"Susah bukan berarti tidak bisa."

"Ah, terserah Kak Andre deh, tapi aku enggak akan ganti." Tissa beranjak menuju tempat tidur Andre. "Terus, Kak Andre jam segini kok sudah siap rapi? Memangnya jadwal meeting hari ini mulai jam berapa?"

Saat di kamar, Tissa mengamati sekeliling dan mendapati keanehan. Tidak ada yang bisa dia tata kembali. Semua sudah berada pada tempat yang seharusnya sejak Tissa masuk kamar. Keningnya mengerut tipis.

"Tadi ada bagian cleaning yang datang, Kak?" tanya Tissa kemudian, menyuarakan kebingungannya.

"Tidak. Kamu yang terlambat datang."

Bukannya lega, Tissa malah kembali menghadap Andre dan menatapnya dalam diam dengan tangan bersidekap.

"Tidak ada yang perlu dilakukan lagi. Kamu bisa pergi sekarang."

Ketukan di pintu dan kemunculan Robbin mengalihkan keadaan. Tissa mengembuskan napas panjang dengan mata terpejam.

Ekspresi Robbin tidak biasa.

"Andre, I'm so sorry."

Tissa menduga, ada hal yang tidak disenangi Andre, tetapi yang sangat diharapkan Tissa: agenda pertama Andre batal jadi Tissa bisa memanfaatkan waktu untuk mengobrol dengan pria itu atau mengajaknya jalan-jalan, merekomendasikannya tempat yang asyik.

"Kakakku kritis di Indonesia. Aku harus standby di sana untuk membantu dan menemaninya. Jadi—"

"Oke. Segera balik. Sekarang juga." Andre langsung memotong kalimat Robbin tanpa ragu, tanpa menanyakan kebenaran, atau menaruh kecurigaan sedikit pun. Tissa tercekat. Dia tidak menduga hal yang lebih buruk dari perkiraannya yang bakal didengar.

"Lalu bagaimana dengan pekerjaan dan proyek—"

"Jangan pikirkan semua itu. Sekarang fokus urus kakakmu. Dia membutuhkanmu."

"Terima kasih dan ... maaf sudah merepotkanmu karenanya."

Robbin pun berpamitan dan menghilang di balik pintu.

"Kamu ngapain masih diam di situ?"

"Ah, itu—" Tissa tergagap. "Kak, kok Kak Andre langsung percaya ke Robbin? Bisa jadi dia berbohong supaya bisa menghindar dari pekerjaan?"

Andre mengangkat kepalanya. Dia menatap Tissa tajam.

"Oh, okay. Sorry.” Tissa menangkup dua tangannya di dada lalu segera mengikuti arah Robbin tadi.

"Kamu mau ke mana?"

"Hah?" Tissa berbalik. "Keluar. Kan, tadi disuruh pergi," jawab Tissa polos dengan tangan menunjuk pintu.

"Jalankan pekerjaanmu sebagai Butler dan gantikan Robbin selama dia tidak ada."

"Siap!" Tissa berubah antusias.

"Jangan mengacaukan apa yang telah dilakukan Robbin."

"Okay, I'll do it as better as I can."

Bless and CurseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang