Bercerita Kepada Senja 2

28 3 1
                                    


Hi senja...

Tidak hujan kan sekarang, makanya aku bisa menemuimu.

Kau tau tidak nja, andin meneleponku beberapa kali tapi tidak aku jawab, masih kecewa.

Dia mengirim pesan sangat panjang untukku, sama nja seperti dia, andin juga meminta maaf padaku. Harus ya nja aku memaafkan mereka?

Masih kemarin nja, masih belum kering lukanya, kalau saat ini memafkan rasanya belum mampu.

Aku egois ya?

Kalau saja dia tidak menyuruhku untuk menunggunya pada saat itu, mungkin beda ceritanya. Hatiku tidak akan sehancur ini.

Mengingat dulu dia bilang "tunggu aku pulang dari perjuanganku melawan kebodohan, setelah itu kita akan bersama satu atap sampai tua".

Dia bahkan tidak memberitahuku telah pulang njaa.
Dia hilang dan tidak pernah muncul setahun setelah dia mengatakan itu.
Aku masih menunggu, dengan harapan dia akan menghubungiku.

Aku menghubunginya senja, kalau kau berpikir aku hanya menunggu tentu saja tidak, bahkan nomornya saja tidak bisa lagi untuk dihubungi.

Aku pernah lelah nja menunggu dia, sampai aku dekat dengan yang lain tapi rasanya berbeda. Ya karena memang bukan dia.

Selalu saja ya nja tentang dia, kapan dia tergantikan dengan yang lain, rasanya tidak akan ada yang seperti dia, tidak akan pernah ada nja.

Senja aku bingung, haruskah aku datang? Aku memikirkan ini terus-terusan waktu malam, kalau aku tidak datang rasanya seperti pecundang, kalaupun aku datang pasti tangan dan lutut ku bergetar. Perihal ini sepertinya aku lemah nja. Aku kalah.

Senja hujan datang ..
Aku masih ingin bercerita nja, masih banyak yg harus diceritakan, aku tidak bawa payung. Ibuku pasti marah kalau aku hujan-hujanan. Padahal biarkan saja aku hujan-hujanan supaya air mataku menyatu dengan air hujan.
Yasudah ya senja, aku tidak ingin ibuku marah, aku pulang dulu, terimakasih nja sudah mau mendengarkan.








Bercerita Kepada Senja Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang