Ice terus berlari dan semakin memasuki hutan. Bunyi daun dan ranting kering yang terpijak terdengar sahut-sahutan di antara heningnya hutan itu. Tanpa rasa takut sedikit pun, Ice mengejar mereka yang sengaja melanggar perbatasan wilayah.
Matanya mulai berkilat marah, iris matanya yang semula berwarna cokelat itu kini berubah menjadi aquamarine dengan pupil yang menajam bak predator yang kehausan darah. Bisa dia rasakan tubuhnya mulai memanas seakan darah di dalam tubuhnya mendidih dan meledak sewaktu-waktu. Disusul dengan retakkan tulang yang terasa menyakitkan dan geraman menggelegar memenuhi kesunyian itu sebelum Ice—Blizzard mencabik buruannya.
Pupil mata milik Blizzard—sosok wolf milik Ice menajam bak predator saat sosok yang dia cabik sebelumnya tewas mengenaskan dengan lubang mengangah di perut serigala itu. Satu per satu, mereka yang awalnya bersembunyi dibalik gelapnya hutan mulai menampakkan diri.
Para rogue itu mengepungnya dari segala arah. Geraman demi geraman seakan sahut-sahutan mengintimidasi Blizzard di sana. Tapi serigala putih itu tampak tidak gentar sedikitpun. Mereka mulai menyerang Blizzard secara brutal. Namun lagi-lagi, itu bukan masalah besar untuknya. Tubuh serigalanya bergerak bebas kesana kemari tanpa kesulitan sedikitpun. Di saat yang tepat pula, Blizzard berhasil melumpuhkan mereka dengan cabikan dan gigitan pada area vital mereka—artinya mereka mati saat itu juga.
Bercak darah itu terlihat kontras di bulu putih milik Blizzard. Feromon alpha dominan milik Blizzard menguar hebat dan semakin mengintimidasi para rogue yang mulai kehabisan tenaga dan hampir setengah dari jumlah mereka.
Para rogue itu mulai tertunduk gelisah, mereka bahkan tidak bisa bergerak akibat Blizzard yang benar-benar tidak menahan sedikitpun feromon alpha miliknya.
TRANG!!!
"Tenangkan dirimu, Blizzard."
Anak panah itu jatuh menghantam sebuah dagger sebelum sampai dan melukai tubuh Blizzard. Pemuda itu kemudian kembali melemparkan sebuah dagger ke arah di mana anak panah itu berasal untuk melukai Blizzard yang kehilangan fokusnya sejenak.
Kosong.
Dagger itu menancap di salah satu batang pohon di sana. Pemuda itu berdecih kesal. Dia kecolongan, sosok misterius itu berhasil melarikan diri.
"Blizzard," panggilnya lagi.
Blizzard menggeram marah, namun di saat yang sama, Blizzard juga mematuhi perintahnya. Perlahan, tubuh serigala milik Blizzard mulai mengalami perubahan dan kembali ke dalam wujud manusianya. Namun, Blizzard belum berganti shift dengan Ice. Blizzard masih sepenuhnya memegang kendali atas tubuh Ice.
"Ice mana?" tanya pemuda itu kembali saat dia tahu iris mata itu masih berwarna aquamarine.
"Tidur."
Pemuda itu hanya tersenyum dan menepuk pelan pundak Blizzard, "kerja yang bagus."
Pemuda itu kini mendekati para rogue yang tersisa. Senyuman jenakanya masih terpatri di sana. "Aku harap kalian punya alasan yang benar-benar logis karena menerobos wilayah ini. Dan, sepertinya kalian sudah pernah dengar rumor mengenai Pangeran Mahkota, bukan?"
Pemuda itu menggerakkan tangannya—memerintah para anggota keamanan kerajaan untuk mengamankan para rogue itu.
"Bawa mereka kehadapan Pangeran Mahkota dalam keadaan hidup-hidup. Beritahukan juga bahwa aku dan Ice baik-baik saja."
"Dimengerti, Pangeran."
Mereka menunduk hormat sebelum membawa para rogue tersisa itu. Hingga pada akhirnya, tersisa Blizzard dan pemuda itu saja di sana.
"Kau membiarkan dia kabur?" tanya Blizzard jengkel.
Pemuda itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, kemudian menyengir tidak berdosa ke arah Blizzard. "Aku baru saja menyelamatkanmu, Blizzard. Jangan terlalu dingin seperti Ice, aku merasa tersakiti di sini."
Blizzard merotasikan matanya malas, dia berjalan menjauhi pemuda itu dan disambut teriakan kesal dari pemuda yang ditinggalkannya.
"B-Blizzard?! H-hey! Kau tega meninggalkan saudaramu ini?!"
Blizzard berhenti, pupilnya menajam kembali saat melihat pemuda dibelakangnya, "Blaze, aku bersumpah, jika bukan karena kau adalah saudara Ice, aku benar-benar akan membunuhmu."
Blaze sendiri hanya tertawa kecil. Kelopak matanya menutup sejenak sebelum dia berganti shift dengan wolf miliknya. Saat kelopak matanya terbuka, iris mata Blaze berkilat sejenak, berubah dari warna cokelat menjadi merah bara—kontras dengan milik Blizzard. "Ayolah, jangan terlalu kaku seperti itu, adikku."
Dia Nova—sosok wolf milik Blaze.
"Omong-omong, aku ingin dengar sedikit kondisi mengenai Gempa. Blizzard," Nova menjenak sebentar ucapannya sebelum feromon alpha-nya menguar seketika, "jangan lupakan bahwa aku tidak suka jika adik kecilku terlihat nakal."
Nova tersenyum hangat—mengintimidasi di sana.
"Jadi ... Bisakah aku mendengar ceritanya sekarang?"
***
"Bagaimana sekolahmu, Gem?"
Gempa mendongak saat pertanyaan itu dilontarkan Boboiboy kepadanya.
"Baik, Abang. Di kelas Gempa ada murid baru. Dianya pendiam banget," ujar Gempa pelan. Dia masih merasa malu karena ketahuan memperhatikan—bahkan mengikuti Ice layaknya penguntit profesional. Tanpa sadar, wajahnya memerah padam dan semuanya tampak jelas di mata Boboiboy.
"Dia seorang gadis?" Boboiboy mencoba menerkah apa yang sedang dibayangkan oleh Gempa. Jarang sekali melihat Gempa dengan wajah memerah seperti itu—terkecuali kalau dirinya yang membuat kesal Gempa.
Gempa menepuk pelan pipinya sebelum menggeleng pelan ke arah Boboiboy.
"Nggak, laki-laki. Gempa selalu penasaran dengannya, tapi tadi ... urm ... Gempa malah keliatan kayak penguntit."
BYUR!!!
Boboiboy menyemburkan kopi yang baru saja dia minum. Matanya membola saking terkejutnya. Gempa ... adiknya ... penguntit?!
"Dek...?" panggil Boboiboy menuntut penjelasan.
Sadar bahwa Boboiboy memasang raut tidak peercaya, Gempa menghela napas, "nggak, Gempa nggak nakal. Namanya Ice. Dia pendiam banget, keliatan nggak peduli sekitar. Tapi, dia pintar. Kadang Gempa nggak sadar kalau atensi Gempa terpaku sama Ice. Tadi ... Gempa ketahuan sama Ice. Gempa malu."
Gempa menjelaskan sebagian cerita tentang hari ini kepada Boboiboy—minus bagian dia mengikuti Ice ke dalam hutan tentunya. Oh, bisa Gempa bayangkan omelan Boboiboy yang akan berlangsung satu harian karena Gempa dengan sengaja masuk ke dalam hutan hanya untuk mengikuti orang asing.
"Kamu ada-ada saja, lain kali jangan seperti itu." Boboiboy kembali meneguk kopi hangat miliknya, "oh iya. Abang akhir-akhir ini bakalan pulang larut."
Gempa mendongak untuk melihat Boboiboy di sana, wajah pria itu terlihat lelah karena kasus akhir-akhir ini.
"Ada kasus baru lagi?"
Boboiboy mengangguk, "kasus baru ... dengan kondisi yang sama. Korban hilang, ditemukan beberapa hari setelahnya. Mereka semua mati mengenaskan."
Gempa tahu itu. Akhir-akhir ini, kasus hilangnya masyarakat sekitar meningkat secara dratis. Polisi bahkan selalu berpatroli siang dan malam karena kasus itu. Namun, tetap saja mereka kecolongan. Masih banyak warga yang hilang tanpa jejak.
Anehnya, saat korban ditemukan. Kondisi mereka selalu dalam keadaann yang tidak lazim—mengenaskan.
Organ dalam mereka terberai akibat cabikan besar di sekitar perut mereka. Ada beberapa dengan kepala hampir terlepas dari badannya, atau hanya tersisa beberapa bagian dari tubuh mereka saja. Satu kesamaan dari semua korban yang ditemukan tewas mengenaskan itu adalah kehilangan jantung dan darah mereka yang habis tidak bersisa.[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Bloodbound | ✔ (On Remake)
Fanfiction[S E C O N D P R O J E C T] On Remake Aku tidak tahu perasaan apa ini, seperti ada sesuatu yang hilang tapi aku tidak tahu apa itu. Yang aku tahu, itu sangat terikat padaku. Disclaimer Boboiboy © Animonsta Studio "Bloodbound" Immortal AU | Action |...