5

13 2 0
                                    

Begitu berita itu berakhir lalu digantikan dengan berita lainnya, Sakura cepat-cepat merogoh ponselnya yang tersimpan di nakas lalu men-diall nomor telepon Sai cepat kilat.

Nada sambung yang bunyinya seperti monitor nyawa di rumah sakit itu terus berdengung di telinganya. Pertanda bahwa sang pemilik belum mengangkat panggilannya.

"Sai ayo angkat!"

Sakura mematikan panggilan itu lalu terus mencoba memanggil Sai kembali setelahnya. Berulang dan terus berulang hingga tak terhitung seberapa banyak ia mencoba menelpon pria itu. Namun, Sai tak kunjung menjawab teleponnya juga.

"Argh! sial."

Sakura menyerah. Ia membanting ponselnya asal ke alas karpet buludru itu begitu merasa frustasi karena lagi-lagi kesempatan muncul di hadapannya saat ia tidak tau harus apa dan melakukan apa.

Sakura memegang dahinya dengan tangan lalu menghembuskan nafasnya kasar.

"Kenapa begitu sulit sekali untuk menemuimu?" memutar tubuhnya yang terbentang lalu mengubahnya menjadi posisi miring, "Haruskah aku pergi ke stasiun tv?"

Sakura bermonolog menimbang-nimbang tentang haruskah ia pergi ke tempat stasiun tv sekarang atau tidak. Ia begitu sangat ingin menemui pria itu, sungguh. Bahkan di jam malam seperti ini. Tetapi, ia juga tidak yakin akan bertemu langsung dengannya disana. Sebab, dilihat dari tayangan tv beberapa saat yang lalu, tayangan itu bukan berita yang disiarkan secara live.

Semakin pupus saja harapannya untuk bertemu pria itu.

Malam semakin larut begitu pun dengan kelopak mata teduh itu kian menutup karena lelah yang menghantarkannya pergi ke dunia mimpi.

Sakura tertidur dengan posisi kepala diatas sofa dan tubuh yang menyentuh karpet. Mungkin karena saking lelahnya, posisi tidur yang tidak ideal itu tetap membuatnya tertidur dengan tenang.

♡♡♡

Keesokan paginya Sakura terbangun dan bergegas cepat membereskan apartemen dan membersihkan tubuhnya untuk mengunjungi Sai di kantor sang Ayah.

Sakura yakin pria itu ada disana hari ini. Karena kerap kali Ayah selalu meminta Sai untuk datang ke kantornya lalu menyuruh Sai untuk pergi ke Apartnya.

Sebenarnya, Sakura bisa saja menunggu sampai Sai datang ke Apartnya tapi ia tidak mau. Ia jadi tidak begitu sabaran jika ini menyangkut Uchiha Sasuke ーpria yang memporakporandakan jam kehidupannya saat ini.

Begitu selesai dengan urusannya, Sakura keluar dari Apart lalu bergegas mengendarai mobil menuju kantor sang Ayah.

Tidak memakan banyak waktu untuk sampai disana, 15 menit juga sampai kok.

Sakura masuk ke lobby Kantor lalu disambut sopan dan ramah oleh beberapa pegawai kantor ayahnya disana. Tak lupa mereka juga mengucapkan selamat pagi padanya yang dibalas senyuman manis olehnya.

Sakura masuk ke dalam lift dan memijit tombol 5 untuk menemui ayahnya disana. Begitu lift terbuka Sakura segera keluar dan berjalan disebuah lorong yang cukup luas dengan pemandangan langit yang terpampang secara transparan disisi kanan lorong. Semakain membuat kesan luas saja rasanya.

Mengetuk 3 kali pintu kaca setebal 10 mm itu dengan punggung tangannya, lalu ia mendorong pintu itu dan melenggang masuk ke dalam.

Suasana yang pertama kali dirasakannya dalam ruangan itu adalah kesunyian. Mungkin Sai belum diperintah Ayah untuk datang.

Dengan tanpa mengatakan satu patah apapun pada sang Ayah Sakura langsung mendudukan dirinya di sofa lalu memakan buah apel yang masih utuh disana dengan duduk menumpangkan kaki.

Terkesan sangat Bossy sekali. Ayolah, Sakura kan anak direktur pimpinan jadi sepertinya tidak masalah jikaー

Pandangannya kini terpaku pada sosok didepannya. Apel yang tergantung hendak ia gigit pun seakan membeku tepat didepan mulutnya begitu melihat sosok itu. Sosok yang kini sama-sama mengalihkan pandangannya dengan sang Ayah yang menatap cengo padanya.





"K-kamu.."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 26, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang