1. Tersiksa

25 4 1
                                    

"Izinkan aku untuk tertawa walaupun itu sangat sulit untuk aku dapatkan"

***

"Gak becus banget kamu jadi anak, begitu saja tidak bisa!" Bentak papa sambil menjambak rambut Melisa

"Udah pa, kasian Lisa." Maurin selalu saja mencari muka jika ada papanya.

"Anak tidak berguna ini tidak pantas dikasihani! Sudah pembunuh menyusahkan pula!" Melisa hanya menangis mendengar perkataan papanya.

"Kalo boleh milih Lisa lebih baik gak dilahirin pa, dari pada harus disiksa gini. Setidaknya bunda masih ada kalo gak ada Lisa" Air mata Melisa terus turun dari mata membasahi pipinya.

"Bangun kamu! Ikut saya!" Papa menarik tangan Melisa menuju gudang.

Melisa hanya pasrah dan mengikuti papanya, percuma dia membrontak itu hanya sia-sia saja.

"Malam ini kamu tidur di gudang!" Papa mendorong Melisa masuk ke dalam gudang dan menutup pintu meninggalkan Melisa sendiri.

Tadi Melisa tidak sengaja menumpahkan susu hangat ke baju Maurin. Padahal itu kesalahan Maurin, dia sengaja memalang kakinya di jalan agar Melisa jatuh.

Dan liat sekarang dia malah berpura-pura baik seakan dia kasihan pada Melisa.

Di dalam gudang Melisa terus menangis. Dia merogoh sakunya mengambil sebatang rokok. Melisa menyalakan rokok itu dan menghisapnya.

Asapnya yang keluar dari rokok itu membuatnya sedikit merasa tenang. Dia tersenyum tipis "Bunda maafin Lisa"

Hukuman seperti ini sudah biasa dia terima. Hukuman paling parah yang dia terima adalah di suruh tinggal di rumah belakang yang sangat gelap dan tidak layak tinggal sendiri dan tidak di kasih makan seminggu.

Melisa tidak suka melukai dirinya sendiri dengan menggores tangannya, dia menganggap itu adalah hal bodoh.

Hembusan asap rokok itu menenangkan hati Melisa. Melisa menganggap asap yang terbang membawa kesedihannya.

***

Sial pagi ini Melisa terlambat. Dia berlari keluar mencari angkutan umum. Dia ketiduran karena semalam dia menangis di gudang dan papanya baru membuka gudang.

Melisa berjalan melewati papa dan mama tirinya. "Tidak tau sopan santun" sindir papanya. Melisa tersadar dan menghampiri papanya. "Pa, Lisa berangkat dulu" Melisa menyodorkan tangannya, namun tak ada balasan. Papanya asik membaca koran.

Melisa memakluminya. Melisa menyodorkan tangannya hendak meminta restu pada mamanya. "Hati-hati ya" kata mamanya. Melisa sebenarnya sangat malas dan muak dengan mama tirinya itu.

Sudah dipastikan Maurin pasti sudah di antar supir. Andai dia bisa bertukar nasib sehari saja dengan Maurin.

Sesampainya di sekolah dia langsung masuk. Untung saja gerbang belum ditutup. Dia segera masuk ke kelasnya.

Melisa menatap bingung teman-temannya. Melisa seperti seorang maling yang tertangkap sedang mencuri. Semua menatap Melisa sinis.

Untung saja dia tidak satu kelas dengan saudari tirinya itu.

Melisa berusaha tidak mempedulikan tatapan teman-temannya. Dia duduk ditempatnya, berusaha setenang mungkin.

Seperti MatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang