Anak Perempuan

1.7K 180 54
                                    

*Warning: kata kasar, kekerasan.
⠀⠀
⠀⠀
⠀⠀

"Aku mau udahan."

"Ga usah bercanda."

"Aku cape sama kamu."

"Kenapa sih? Aku salah apa, Chan?! Aku turutin kemauan kamu. Aku selalu kasih kamu uang berapapun itu, tapi kenapa? Siapa jablay yang berani bikin kamu jadi begini?!" Somi mengambil tangan Bangchan dan meremasnya, namun ditepis dengan kasar.

"Apaan si? Ga jelas tau ga. Kamu itu egois. Kamu selalu ngekang aku, kamu selalu mentingin diri kamu sendiri. Kamu pikir aku ga cape? Ibu aku lagi dirumah sakit, dan kamu maksa aku buat nemenin kamu nonton. Bodohnya aku malah nurutin kamu. Dan kamu tau? Sekarang Ibu aku harus masuk UGD lagi. Sekarang kamu malah nahan aku dan ngancem aku ini itu. Kamu ga waras, ya?"

Bangchan pergi begitu saja meninggalkan Somi yang mematung didepan pintu kafe. Somi meneriaki Bangchan berkali-kali, namun Bangchan menulikan telinganya. Ia menangis sejadi-jadinya. Bangchan bahkan tidak mau menyempatkan diri mengantarnya pulang.

Hubungan Somi dan Bangchan sudah hampir menginjak dua tahun. Namun akhir-akhir ini, mereka sering bertengkar bahkan hanya karena hal sepele. Bangchan yang lelah diatur Somi, dan Somi yang selalu merasa bahwa Bangchan selingkuh dibelakangnya kalau Bangchan menolak menghabiskan waktu bersamanya. Dan tadi adalah pertama kalinya Bangchan menyatakan bahwa ia tidak tahan lagi dengan sifat egois Somi.

Somi tidak tahu bagaimana rasanya diperlakukan layaknya putri oleh seorang laki-laki. Patah hati pertamanya adalah Ayahnya sendiri. Ketika ia bertemu Bangchan, ia merasa kalau Bangchan orang yang lembut dan penuh perhatian, berbeda dengan Ayahnya.

Somi mengalami trauma karena Ayahnya sendiri. Somi menganggap semua laki-laki sama seperti Ayahnya. Jadi, ketika Bangchan hadir, ia merasa Bangchan berbeda dan ia ingin menggantungkan hidupnya pada Bangchan. Ia ingin merasakan apa yang dirasakan perempuan lainnya.

Ia sangat frustasi akhir-akhir ini karena pertengkarannya dengan Bangchan. Ia hanya ingin Bangchan selalu ada untuknya. Ia ingin Bangchan selalu disampingnya apapun keadaannya. Tapi, sepertinya Somi tidak sadar bahwa Bangchan juga tidak bisa dijadikan sebagai pengganti seorang Ayah. Apalagi, Ayah tirinya—Ayah Ziya—jarang menghabiskan waktunya untuk keluarga.

Somi menelepon Bangchan berkali-kali, namun nomornya tidak aktif. Ia masih menangis dan menggigiti jarinya sambil berjongkok didepan pintu kafe, menarik perhatian orang-orang yang lewat. Tak kunjung mendapat balasan dari Bangchan, ia segera memesan ojek online dan menghapus air matanya. Ia ingin pulang dan mencoba mendinginkan pikirannya.
⠀⠀

⠀⠀
⠀⠀
⠀⠀
┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈
⠀⠀

⠀⠀


⠀⠀
Ziya yang sedang mencuci piring terkejut mendengar suara pintu yang dibanting. Ia mendapati Somi yang terlihat berantakan dan kesal. Jarang sekali Somi pulang secepat ini.

"Ziya! Sini lo!" teriak Somi.

"Kenapa, kak?"

"Dress gue yang kemaren udah lo gosok belum? Mau gue pake sekarang."

"Eh, t-tapi dress-nya baru a-aku jemur tadi, kak."

Somi melotot. Kemarin, Somi menyuruh Ziya mencuci dress yang baru ia beli, karena ia ingin memakainya sekarang. Ia kira Ziya sudah menggantungnya di lemari.

Ziya tidak siap dan sangat kaget ketika Somi menampar pipinya dengan keras hingga ia jatuh. Somi menginjak-injak perut Ziya sekuat tenaga hingga Ziya kesulitan bernapas. Air matanya mulai mengalir, sakit sekali. Keadaan Ziya juga diperburuk oleh maagnya yang sedang kambuh. Ia tidak sempat makan karena sibuk menjemur baju dan menyiapkan makan siang.

𝐁𝐮𝐥𝐥𝐲 | 𝐋𝐞𝐞 𝐉𝐞𝐧𝐨 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang