3: Hilang Satu Persatu

584 97 55
                                    

Ni-ki berlari kencang. Mencari tempat persembunyian yang bagus. Ia pun memutuskan untuk pergi ke dalam hutan. Memang seharusnya tidak boleh. Namun Ni-ki kira, tak apa jika hanya sembunyi di balik pohon terluar di hutan itu. Toh tidak terlalu ke dalam. Ni-ki terkekeh semangat. Tidak ada yang berani masuk hutan. Pasti tak akan ada yang bisa menemukannya di sini.

"DUA PULUH!"

Begitu mendengar Jay selesai berhitung, Ni-ki menyembunyikan kepalanya. Ia menunggu hingga Jay bisa menemukan dirinya.

.
.
.

Ni-ki menerjapkan matanya. Ia menemukan dirinya sendiri tergeletak di atas tanah. Rupanya ia baru saja tertidur. Sudah berapa lama kah? Ni-ki menatap langit. Sudah gelap! Ia harus segera kembali. "Ini Kak Jay kenapa gak nyariin aku, sih?! Lupa, ya?!" Gerutunya sambil berdiri. Baru saja Ni-ki hendak melangkah, sebuah tangan menariknya ke dalam hutan.

– +×+ –

Semua anak-anak duduk di meja panjang. Siap untuk menyantap sarapan. Suasana ruang makan ramai. Anak-anak kelaparan. Tak sabar untuk makan. Di tengah-tengah kegembiraan itu, Geng 12 terdiam dalam kesedihan. Kursi Ni-ki dibiarkan kosong. Dari semalam, tidak ada yang berani mengucapkan apa-apa. Geng 12 yang biasanya paling kompak dan heboh, sekarang paling sunyi. Semuanya saling menyalahkan dirinya sendiri atas hilangnya Ni-ki. Papa Bang semalam berjanji akan mencarinya. Namun hingga sekarang, belum ada tanda-tanda kemunculan Ni-ki. Bahkan Papa Bang terlihat seakan tak ada masalah apa-apa.

Jake berusaha mencairkan suasana. Ia melirik piring makanan Sunghoon, yang duduk di sebelahnya. Menu makanan hari ini adalah pecel lele. Namun seperti biasa, menu Sunghoon selalu berbeda. Setiap hari, Sunghoon selalu makan daging. Entah daging apa. Warnanya terlihat lebih merah dan empuk dari daging sapi atau ayam.

"Wih, makan apa, bro?" Tanya Jake. Sedetik kemudian, ia langsung menyesali pertanyaannya barusan. Tidak bisakah ia mencari basa-basi yang lebih bermutu sedikit?

Sunghoon menoleh. "Daging."

Jake tersenyum canggung. 'Dasar Jake bego!' Umpatnya dalam hati. Biasanya, mereka berdua tidak canggung. Hanya karena pengaruh hilangnya Ni-ki, semuanya terasa dingin.

"HAI!" Sebuah suara gembira muncul dari pintu ruang makan. Hueningkai dan Beomgyu berjalan menuju meja Geng 12.

Soobin tersenyum. "Eh! Udah sembuh, lu?" Tanyanya.

Hueningkai melakukan break dance di lantai hanya untuk menunjukkan punggungnya yang sudah tak sakit lagi. "Iya, dong. Kan kemaren dipijit sama Kang Pijit Jei Pwark." Hueningkai memonyongkan bibirnya untuk memberikan kesan dramatis.

Mood Jay naik sedikit. "Heh, itu pujian atau hinaan?!" Tanyanya.

Hueningkai menjulurkan lidahnya. "Udah, deh. Gue ambil makan dulu." Katanya. Ia pun berjalan ke arah meja nasi.

Beomgyu masih diam di depan. Ia menatap kursi kosong milik Ni-ki. Tatapannya lalu beralih pada Taehyun. Ia mengarahkan matanya pada kursi kosong. Seakan-akan bertanya "Ni-ki dimana?"

Taehyun tak membuka mulut. Ia mengarahkan bola matanya ke arah jendela. Menjawab "Di luar, masih belum ketemu." Mereka berdua berkomunikasi lewat tatapan mata. Tidak ada yang mengerti pembicaraan mereka.

Jay yang terjepit di antara keduanya bingung. "Ini pada ngomong apa, sih?!" Komentarnya.

Beomgyu terkekeh. "Ngomongin mak lu!"

LET'S RUN AWAY FOR OUR LIVESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang