RAINBOW

19 2 0
                                    

"Give me one song. Your recommendation. Aku bosen dengerin rainbow mulu."

"Lagu apa?"

Suara hujan di malam ini, sangat mendominasi. Gemuruh hujan itu menutupi suara ponselku yang sedang memutar lagu South border – Rainbow. Sebuah lagu yang baru ku dengar setelah mendapat rekomendasi dirinya beberapa bulan yang lalu. Aku adalah orang yang sangat suka ketika mendapat sebuah rekomendasi lagu. Apalagi lagu itu belum pernah ku dengarkan sama sekali. Jika enak, aku akan mendengarkannya berulang kali. Apalagi jika lagu itu adalah rekomendasi dari orang yang istimewa. Bisa-bisa lagu itu menjadi hymne di setiap hariku.

Setelah seharian hanya berdiam diri di kamar, aku sudah merasakan jenuh. Hari libur yang seharusnya ku pakai untuk beristirahat ternyata tidak dapat bertahan lama. Tangan ini sangat gatal jika tidak mengerjakan sesuatu. Apalagi jika melihat laptop merah itu tertutup di atas meja tanpa menyala sedikitpun. Tanpa pikir panjang, ku buka dan ku nyalakan. Sembari menunggu, aku menyiapkan speaker aktif dan menyeduh teh hangat.

Notifikasi chat di ponselku berbunyi lagi. Pembahasan tentang 'pasangan masa depan' belum selesai juga.

"Tapi pasti ada kok. Buktinya, aku juga bisa sama kamu. Kalau udah ngerasa cocok gitu kan lebih enak kedepannya. Karena buat aku, gak mungkin aku berfikir sendiri, aku butuh seorang pendamping yang juga bisa dijadikan tempat curhat, sharing, bertukar pikiran, debat, dll."

Aku yang merasa kesulitan untuk mendapatkan pasangan, seolah dibantah langsung olehnya. Kutu buku, pemikir, sangat menyukai debat berbobot dan to the point adalah aku. Sejak dahulu, aku sedikit 'sakit' dengan buku dan ilmu pengetahuan. Tapi aku tidak suka belajar. Bagiku belajar membosankan. Aku lebih menyukai diskusi untuk bertukar pikiran. Beberapa pria yang pernah dekat denganku selalu merasa minder. Padahal aku tidak akan mengajak diskusi yang membuat sakit kepala jika lawan bicaraku kurang menyukai hal seperti itu.

Impianku adalah memiliki pasangan yang bisa dikatakan setara denganku. Dan disaat aku mengenal dia, aku merasa sangat beruntung. Karena bertemu dengan orang yang 'sefrekuensi' bukanlah hal yang mudah. Lantas, bagaimana aku tidak berbunga-bunga ketika dia mengatakan kalimat tadi? Rasanya aku sudah bertemu jodohku. Bukan begitu Tuhan?

"Cantik atau Pintar?"

"Cerdas"

"Cerdas?"

"Pintar dan cerdas beda. Orang pintar karena belajar, orang cerdas karena emang itu salah satu gift dari Tuhan. Cantik, otomatis iya. Aku suka cewek yang cerdas.  Cewek cantik kan belum tentu pintar, tapi cewek pintar pasti inner beautynya bakal keluar, cantiknya juga. Dari gaya bicaranya bakal bikin mindblowing pasti. Apalagi kalau cerdas dan cantik, aku langsung insecure. Kaya ke kamu gini."

"Hmm gombal."

Entah mengapa, aku bukan tipe wanita yang mudah untuk dirayu apalagi dengan hal yang klasik. Dipuji cantik atau diberikan gombalan maut ala-ala anak muda. Aku yang cuek sejatinya paham dengan rayuan lelaki, hanya saja aku merasa kurang tertarik dengan hal seperti itu. Satu hal tentang diriku, aku sangat suka dipuji karena kepintaran atau kemampuanku dalam menjawab pertanyaan atau memberi pendapat. Tapi tidak berlebihan, secukupnya.

Dia adalah pria yang selalu berusaha menggunakan bahasa yang detail agar orang lain bisa memahami apa yang dia katakan. Baginya, komunikasi yang baik sangatlah penting. Padahal tanpa perlu menjelaskan sedetail itu, aku sudah paham. Penuh perumpamaan dan retorika, namun aku menyukainya. Dia selalu mampu membuatku tersenyum tanpa sebab yang jelas. Menyebalkan.

Tiba-tiba ponselku berdering. Apalagi jika bukan dia yang selalu tiba-tiba menelpon.

"Eh, kamu kalau habis nikah mau langsung punya anak atau kerja dulu?"

"Hmm ini akan panjang jawabannya"

"C'mon, tell me"

Aku memiliki beberapa jawaban yang pastinya akan memunculkan pertanyaan lagi. Setelah menikah, aku akan menunda untuk memiliki anak sekitar satu atau dua tahun. Aku ingin menghabiskan waktu berdua dengan suamiku dalam ikatan sah. Simpelnya, aku ingin 'pacaran after nikah'. Tapi jika diijinkan, tentu aku ingin bekerja lagi. Semua tergantung aku akan tetap di pekerjaanku sekarang atau aku akan mendapat pekerjaan yang memang impianku. Tapi sebenarnya aku tidak ingin kehilangan momen ketika anakku pertama kali merangkak, berjalan, berguling, menyebutkan suatu kata bahkan menyebutkan "mamah" atau "papah". Itu adalah hal-hal manis yang sangat sayang jika dilewatkan.

"So, mana lagunya?"

"Di otak aku cuma ada Rainbow. Kan cocok lagunya sekarang."

"Kok gitu?"

"There's a rainbow always after the rain."

Setiap percakapan mengenai hubungan dan masa depan, dalam hati sebenarnya aku sedang mengorek tentang apa yang mereka inginkan dalam suatu hubungan. Kata orang jaman sekarang "ingin memantaskan diri". Karena jawaban yang muncul akan menunjukan bagaimana dia dalam memandang sebuah hubungan percintaan. Setiap orang memiliki pandangan dan kriteria tersendiri dalam hal mencari pasangan. Sejatinya, semua adalah tentang, apakah kita akan tetap pada standar yang kita tetapkan, atau kita akan menurunkan standar itu demi orang yang kita sukai?

ÓpioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang