Back Song ~ Ni Ying Gai Bei Zhen Xi (You Should Be Cherish)
Kamu harus percaya, cinta masih tetap indah
Kamu harus jangan menyerah, berani bermimpiMurid-murid Guiyang No.1 Senior High School berbaris untuk mengambil makan siang. Fan Jia Qi sudah membawa baki berisi semangkuk nasi, sepiring lauk pauk, segelas air minum. Ia berjalan menuju salah satu meja yang kosong. Di samping Jia Qi, seorang perempuan seumuran dengannya mengiringi. Karena menganggap perempuan itu sebagai sahabat, Jia Qi secara lancar menceritakan masalahnya dengan Chen Ming. Ia ceritakan semua yang terjadi, sambil tidak menyiakan makanan di depannya.
"Chen An, aku menyesal karena tidak meminta penjelasan dengan Chen Ming. Apa yang harus aku lakukan?" keluh Jia Qi yang sudah selesai bercerita.
Perempuan berlabel Liu Chen An itu berusaha memahami cerita Jia Qi, lalu berkata, "Jia Qi, kamu seharusnya berpikir dua kali sebelum mengambil keputusan. Kalau sudah seperti ini, aku juga tidak bisa banyak membantumu." Selesai bicara, ia menyuap makanan dengan sumpit ke mulutnya.
Buru-buru Jia Qi menghabiskan makanan di dalam mulut. Matanya penuh harap. Setelah tenggorokannya kosong, ia berbicara, "Kamu kan adiknya. Wo bai tuo ni. Bantu aku bicara dengannya. Bagaimana?"
Chen An menggeleng. "Aku tidak mau. Itu kan masalah kalian berdua."
"Terus aku harus bagaimana? Bagaimana? Chen An...." Nada bicara Jia Qi begitu lembut dan sedikit manja.
"Kamu temui Chen Ming ge saja," balas Chen An, "Aku yakin dia tidak akan menghindari kamu." Sebagai adik dari Chen Ming, Chen An tahu betul bagaimana karakter kakaknya itu.
"Memang benar seperti itu. Dia bersikap seperti tidak terjadi apa-apa. Masalahnya, setiap aku bertemu dengan Chen Ming, aku jadi tidak bisa mengungkapkan pikiranku begitu saja." Jia Qi menunduk lesu. Bibirnya cemberut.
Chen An menaruh sumpit di atas mangkuk, lalu menenggak air minumnya. "Kamu sepertinya memang belum bisa berubah. Bisa jadi itu alasan Chen Ming ge putusin kamu. Dia tidak pernah tahu pikiran kamu."
Jia Qi terbelalak. "Jadi, Chen Ming sering cerita padamu?" Satu hal yang baru ia ketahui. Selama ini tidak ada yang mengomentari bagaimana sikapnya, begitu juga Chen Ming. Chen An juga tidak pernah berkomentar. Apa karena sebagai sahabat bisa menerima apa pun sikap seseorang?
"Tidak. Hanya saja dia sering bertanya tentangmu."
"Apa?" Wajah Jia Qi memerah.
"Tidak bertanya yang aneh-aneh, kamu tenang saja, Jia Qi." Chen An terkekeh.
"Chen An, apa benar seperti itu alasan Chen Ming putusin aku?" Jia Qi memandang mata Chen An dalam, meminta keyakinan.
"Itu kan hanya pendapatku, Jia Qi. Kalau kamu ingin tahu yang sebenarnya, tanyakan langsung pada kakakku," jelas Chen An, "Kalau kamu mau bertanya, aku yakin Chen Ming ge akan cerita padamu."
Jia Qi berpikir sejenak. Ia menggerak-gerakkan bibir yang tertutup rapat.
"Jia Qi, kalau kamu terlalu banyak berpikir, mau sampai kapan pun kamu tidak akan tahu jawabannya. Kamu harus temui Chen Ming ge. Mengerti?" Chen An berusaha menyadarkan sahabatnya itu.
***
Fan Jia Qi melirik Chen Ming yang sedang serius memperhatikan pelajaran. Sementara pikirannya sibuk mencari cara agar bisa bertemu Chen Ming dan bertanya. Ia menghela napas karena semakin dipikirkan malah semakin membingungkan. Selesai kelas, ia buru-buru memasukkan buku pelajarannya ke tas. Rencananya ingin mengajak Chen Ming pulang bersama. Namun, ketika berdiri, kakinya terasa kaku untuk melangkah.
"Chen An, tiba-tiba aku gugup." Jia Qi memandangi Chen An yang masih duduk.
Chen An mendorong lengan Jia Qi. "Jia Qi, cepetan."
"Kalau dia tidak mau menjawab bagaimana?" Betapa cemas mantan Chen Ming itu.
Chen An mengernyit. "Kamu belum juga bertanya. Sudah sana kamu susul Chen Ming."
"Chen An." Jia Qi kembali bersikap seperti anak kecil yang manja.
"Jia Qi." Chen An memelototi Jia Qi agar segera bertindak.
Karena merasa terdorong dengan tatapan tajam Chen An, Jia Qi segera menjauh dari tempat duduknya. Namun, ia baru mengetahui jika Chen Ming sudah keluar dari kelas. Entah sejak kapan. Ia pun keluar dan mencari punggung Chen Ming di koridor, tetapi tidak juga menemukan. Ia mendekati pagar dinding, melihat ke lapangan, masih belum melihat laki-laki setinggi 170 sentimeter itu. Dirinya berbalik dengan lesu dan malahan bertemu dengan Yu Hao Wei yang berjalan santai ke arahnya.
"Kenapa? Kamu ditinggal Chen Ming?" tanya Hao Wei sambil menyampirkan tas ke belakang dengan tangan di bahu kanannya. "Dia buru-buru sekali sudah pulang."
Saat ini, Jia Qi masih belum berminat bertemu dengan Hao Wei. "Dia mau pulang, biarkan saja." Tanpa memandang Hao Wei, dirinya berjalan menghindari.
"Kasihan." Suara Hao Wei agak dikeraskan agar sampai ke Jia Qi.
Mendengar itu, telinga Jia Qi memanas. Ia menghentikan langakah, lalu memperlihatkan pada Hao Wei tatapan sedikit rasa kesal. "Siapa yang kasihan?"
Hao Wei tersenyum karena berhasil menembak ucapannya tepat sasaran. "Siapa yang hari ini melihat Chen Ming terus?" Kakinya bergerak selangkah demi selangkah hingga mengikis jarak antara dirinya dengan Jia Qi. Mulutnya tidak berhenti berucap, "Tetapi tidak dilihat balik oleh Chen Ming? Siapa yang keluar buru-buru untuk mengejar Chen Ming?"
Wajah Jia Qi memanas. "Mengapa kamu memperhatikan aku terus-menerus?"
Hao Wei berdecak, lalu menjelaskan, "Aku duduk tiga baris di belakang kamu. Mataku melihat ke depan. Tentu saja aku bisa melihatmu dengan sangat jelas."
Jia Qi menunjukkan wajah sebal karena sadar dirinya telah jadi pusat perhatian.
Ekspresi yang ditunjukkan Jia Qi membuat Hao Wei memperhatikan dari sudut ke sudut wajah perempuan di depannya itu. "Butuh bantuan?" Semenjak melihat Jia Qi kebingungan di depan gerbang, ia mengerti ada masalah yang terjadi antara Jia Qi dan Chen Ming. Ia memang tidak terlalu akrab dengan Jia Qi, tetapi dirinya mengenal Chen Ming. Sebagai sesama laki-laki, ia bisa mengerti betapa Chen Ming menyukai perempuan di depannya ini. Namun, dirinya tidak menyangka Chen Ming bisa membiarkan seorang perempuan menjadi begitu gelisah.
Meskipun tahu Hao Wei kenal dekat dengan Chen Ming, tetapi Jia Qi belum berani percaya. Ia menggeleng, meyakinkan diri untuk tidak meminta bantuan. "Tidak."
"Aku bisa membuatmu bertemu dengan Chen Ming. Kalau kamu mau." Hao Wei berbicara penuh keyakinan dan ketulusan.
Berkelebat di pikiran, rencana untuk menerima tawaran Hao Wei, tetapi Jia Qi masih berusaha menyangkal. "Bukan urusanmu."
Hao Wei tersenyum, mengerti jika Jia Qi tertarik dengan tawarannya, tetapi takut dengan dirinya. Bagaimanapun ia masuk ke hubungan mereka secara mendadak. Ada keinginan yang muncul dalam hatinya untuk mengembalikan Jia Qi ke keadaan seperti biasanya––pendiam, tenang, ramah. Satu-satunya cara saat ini adalah membuat hubungan Jia Qi dan Chen Ming membaik. "Baiklah kalau tidak mau. Semoga lekas berbaikan dengan Chen Ming, Jia Qi." Ia pun meninggalkan Jia Qi yang masih sibuk berpikir.
Derap langkah cepat terdengar menyusul Hao Wei, membuat laki-laki itu berhenti. Senyum terlukis di bibir. Sekali lagi ia berhasil memancing dengan umpan sebuah bantuan. Jia Qi memanggilnya. Setelah berbalik dan menyapa, ia mendengar Jia Qi menyetujui tawaran yang diberikan. Sambilmengajak Jia Qi berjalan pulang, ia menceritakan rencananya.
Bersambung...
================================
NB:
Wo bai tuo ni = Aku mohon padamu
ge = sapaan "Kak" untuk kakak laki-lakiTerima kasih sudah membaca part kedua ini, ditunggu cerita selanjutnya...
KAMU SEDANG MEMBACA
Terlambat Mengerti 后来我才明白 (REVISI)
Ficção Adolescente[Mandarin Fiction] Fan Jia Qi murid Sekolah Menengah No. 1 Gui Yang yang pendiam diputusi oleh Liu Chen Ming, pacarnya yang juga sekelas dengannya. Yang dilakukan Jia Qi menerima itu, bukan menentang keputusan Chen Ming. Setelah Chen Ming menjauh...