Chapter 3 : Si Penjaga Kantin

2.3K 391 154
                                    

Bell sekolah berbunyi, menandakan bahwa waktu pelajaran telah berakhir. Lantas seluruh murid keluar dari dalam kelas sambil memasang ekspresi bahagia mereka masing-masing, mereka berniat untuk segera pergi ke kantin.

Berbanding terbalik dengan para murid, Muzan keluar dari dalam kelas dengan perasaan suram. Wajahnya cemberut dan aura tak mengenakan menguar dari dalam dirinya.

"Sensei, daijobu?" Tanya Tanjirou yang kebetulan berjalan di sampingnya.

"Ah, iya. Aku baik-baik saja," jawab Muzan sambil tersenyum tipis.

Tanjirou tersenyum, lalu mengangguk dan berlari menghampiri Inosuke dan Zenitsu yang berada jauh di depan. Tanjirou melambaikan tangan sembari meneriakkan nama mereka berdua, membuat seluruh atensi orang-orang yang ada di lorong tertuju ke arahnya.

Muzan terdiam sejenak, memperhatikan Tanjirou yang telah sampai di belakang Inosuke dan Zenitsu kemudian menepuk pundak mereka berdua. Zenitsu sedikit berjengit karena kaget, sedangkan Inosuke langsung merangkul Tanjirou sembari tertawa kencang lebar.

Muzan lagi-lagi tersenyum. Memperhatikan anak-anak muda yang menampilkan semangat muda mereka memang menjadi salah satu hobinya. Aneh memang, tapi Muzan tak peduli asalkan itu bisa membahagiakan dirinya.

Muzan kembali melangkah. Dirinya juga ingin segera makan siang dan kembali melaksanakan tugasnya setelah bell berbunyi nanti. Kira-kira apa menu makan siang hari ini? Itulah yang ada di dalam benak Muzan sekarang ini.

Tak butuh waktu lama untuk Muzan sampai di kantin sekolah. Suasana ramai langsung menyambutnya ketika ia menapakkan kaki di wilayah kantin sekolah.

Muzan ikut mengantri bersama siswa-siswi sekolah untuk mendapatkan makan siang. Bau semerbak harum makanan tercium indra penciuman, benar-benar membuatnya tambah lapar.

Ketika ia telah sampai di ujung barisan, seorang pria tampan menyambutnya dan memberikannya sebuah nampan makanan.

"Oh... Anda guru baru di sekolah ini, kah?"

Muzan mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan pria itu. Pria itu terus berbicara sembari meletakkan berbagai macam makanan di atas nampan milik Muzan.

"Nama saya Douma. Boleh saya bertanya siapa nama Anda?"

"Umm... Kibutsuji Muzan."

"Ah... Nama yang mengerikan."

Perempatan sontak muncul di dahi Muzan. Ia kira hanya murid dan guru sekolah ini saja yang aneh, tapi ternyata pegawai sekolah ini juga sama anehnya.

"Silahkan maju. Anda menghalangi jalan, Muzan-san."

Muzan berdecih, kemudian berlalu pergi meninggalkan Douma yang tengah melambaikan tangan sembari tersenyum ke arahnya. Ingin sekali Muzan menghajar wajah pria itu, tapi bisa-bisa dia akan dianggap sebagai orang yang pertama kali memulai perkelahian.

Muzan mencari tempat duduk yang kosong dan tidak perlu waktu lama untuk dia menemukannya. Muzan segera duduk, lalu meletakkan nampan miliknya di atas meja. Nasi kare, kentang tumbuk, dan susu kotak adalah menu makan siang untuk hari ini.

Muzan segera memakan makan siangnya dengan lahap. Dia memakan makanannya sembari menatap tajam ke arah Douma yang masih asik bertegur sapa dengan para murid yang sedang mengantri untuk mendapatkan jatah makan siang dari dirinya.

Puk!

Seseorang menepuk pundaknya. Muzan dengan cepat menoleh dan dirinya mendapati sesosok gadis cantik tengah tersenyum hangat kepadanya.

Gadis itu duduk di sebelah Muzan, lalu meletakkan kotak makan berwarna kuning di atas meja. Gadis itu membuka kotak makannya, memperlihatkan macam-macam makanan seperti nasi, sosis, telur gulung, dan tomat yang dipotong kecil-kecil.

(Nama) mulai menyuap isi kotak makan siangnya ke dalam mulutnya. Ekspresinya saat tengah makan pastilah akan membuat orang yakin bahwa isi kotak makannya benar-benar enak.

"(Nama)-san..." Gumam Muzan.

"Nani?" Tanya (Nama) sembari menoleh ke arahnya.

"Tidak, maksudku... Kenapa kau duduk di sampingku?"

"Eh...? Tidak boleh, kah? Apa kau merasa tidak nyaman?"

"Bu-bukan begitu! Aku... Yah... Kemana pria berambut putih yang selalu bersamamu itu?"

"Ah... Shinazugawa-san? Dia tadi jatuh dari lantai dua saat ingin mengambil buku catatan Kepala Sekolah yang tersangkut karena ulah Kiriya-kun. Sekarang dia ada di UKS, hahaha..."

Muzan mengerutkan kening. Dia kini juga menganggap (Nama) sebagai orang yang aneh. Kenapa (Nama)-san malah tertawa? Itulah yang dipikirkan oleh Muzan.

"Ngomong-ngomong, apa komentarmu untuk hari pertama mengajar di sekolah ini?"

"Hanya satu kata, 'mengerikan'."

(Nama) terkekeh geli. (Nama) yakin jika Muzan telah dijahili oleh para murid sama seperti dirinya saat awal mengajar di sekolah ini.

"Lama-lama kau juga akan terbiasa kok. Semangat, Muzan-san!"

Kemudian (Nama) kembali memakan makanannya, tidak menyadari bahwa Muzan tengah terdiam dikarenakan perkataan yang telah dia ucapkan.

"Ya, aku akan berusaha."

===========================

"Oh, Shinobu-san~," ucap Douma dengan nada dibuat-buat.

Shinobu yang berdiri di hadapannya sembari membawa nampan makanan tersenyum manis. Meski Shinobu tersenyum, nyatanya dia merasa jengkel dengan keberadaan Douma.

"Konnichiwa, Douma-san."

"Ah, kau-"

"Bisakah kalian lebih cepat? Aku sudah lapar," ucap guru olahraga yang tak lain adalah Giyuu.

Giyuu baru saja memotong perbincangan antara Douma dan Shinobu. Giyuu kini tengah berdiri di belakang Shinobu sembari berkacang pinggang dan menunjukkan ekspresi kantuk di wajahnya.

"Ah... Benar, Douma. Bisakah kau lebih cepat? Giyuu-san pastinya sudah lapar dan ingin cepat-cepat makan."

"Baiklah, baiklah..."

Setelah Douma selesai memberikan macam-macam makanan di atas nampan milik Shinobu, Shinobu pun melenggang pergi sambil bersenandung riang.

Douma mengerucutkan bibirnya, tidak senang atas kepergian Shinobu. Lantas kemudian ia menatap lurus ke arah Giyuu. Tatapan mata Douma begitu tajam dan membuat murid-murid yang mengantri di belakang Giyuu bergidik ngeri.

"Giyuu-san..."

"Hah? Nani?" Tanya Giyuu datar.

"Kau punya waktu untuk siang hari nanti?"

"Tidak."

"Mengapa?"

"Tidak."

"Aku tanya mengapa kenapa kau malah menjawab 'tidak'?"

"Tidak."

"Argh!!!"

Douma melompat ke arah Giyuu dan langsung mencekik lehernya. Giyuu sendiri pasrah dan malah tersenyum seolah-olah mengatakan, "Akhirnya aku bebas!"

Muzan tersedak air ketika melihat kejadian itu. (Nama) sendiri tertawa terbahak-bahak, sedangkan Shinobu menutup mulut dengan sebelah tangannya.

Hari itu suasana ricuh memenuhi isi kantin. Tidak ada yang melerai pertengkaran antara Douma dan Giyuu. Seluruh siswa malah asik bersorak dan meneriakkan nama Giyuu dan Douma seolah-olah menyemangati mereka.

"Ayo! Hajar!" Teriak Kepala Sekolah dengan ekspresi penuh kebahagiaan.

Pertengkaran terus berlangsung sampai akhirnya istri sang Kepala Sekolah datang dan melerai perkelahian mereka berdua.

Lagi-lagi kejadian yang tidak mengenakan terjadi, membuat Muzan ingin sekali keluar dan pergi sejauh-jauhnya dari sekolah ini.


[Bersambung]

Stay Away!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang