"Bangsaaaaat!" umpatku begitu masuk mobil dan menutup pintu dengan penuh emosi.
Fahmi yang berada di kursi supir pun kaget mendengarku mengumpat. Dia sampai geleng-geleng kepala, lalu menyalakan mesin dan juga mengatur suhu AC.
"Mau gue bantuin?" tanyanya.
Aku mendelik ke arah Fahmi dan mengangkat alisku.
"Gue bantuin hajar dia sekarang."
Aku malah menangis dan sibuk mencari tisu. Malu banget nangis di depan adik sendiri gara-gara lelaki berengsek.
Fahmi mulai menjalankan mobilnya keluar parkiran. Untungnya kami keluar sebelum konser selesai jadi gak perlu ngantri lama.
Mungkin keputusanku mengikuti Abe kali ini adalah salah. Mending gak usah tahu sekalian. Shit. Makin sakit kan hati gueee...
"Mau makan nasi goreng depan kampus, ga, kak?" Tanpa nunggu jawabanku pun dia pasti mengarahkan mobilnya ke arah kampus.
"Kak... Kalau menurut lo Abe ga pantas buat jadi suami lo, bilang aja. Nanti gue yang bantu jelasin ke Papa, pasti Papa ngerti. Papa juga gak mau, kan, kalau anaknya malah gak bahagia?"
Kudengar Fahmi sangat hati-hati mengucapkannya. Iya, sensitif banget nih hatiku. Lamaran seminggu yang lalu, hari ini aku lihat fakta yang menyakitkan. Dan minggu depan, rencananya... Ah, entahlah. Aku hanya diam sambil terisak.
Kudengar Fahmi menelepon Saba, temannya yang memberikan kami tiket konser. Beberapa kali juga kami pernah ketemu karena keisengan adikku itu, katanya siapa tahu jodoh. Halah, dia aja malah ngebucin sama mantannya.
Handphone-ku berbunyi, panggilan masuk dari Abe. Sengaja gak aku angkat, bodo amat ah, Be. Aku malah mematikan handphone, biarin aku nenangin diri dulu sebelum memutuskan harus bagaimana kedepannya.
Sesampainya di warung tenda nasi goreng, Fahmi turun setelah memastikan bahwa aku mau pesan juga atau ngga. Dan aku jawab dengan gelengan kepala. Tak lama, dia kembali dengan membawa dua bungkus nasi goreng.
"Nih, siapa tau tar malem laper. Karena walau hati sakit, elo tetap butuh tenaga, kak."
Hampir jam 1 malam kami sampai di apartemen. Setelah cuci muka dan ganti baju, aku langsung masuk kamar meninggalkan Fahmi yang sedang duduk di pantry sambil makan nasi goreng.
"Gue tidur duluan, Mi. Jangan lupa cuci lagi piring sama sendoknya, gue gak mau besok ada cucian."
Fahmi hanya mengangkat jempolnya tanda oke.
Ku tutup pintu kamar, dan beranjak menuju kasur. Setelah merapikan posisi bantal dan berdoa, aku mendengar suara bel berbunyi.
Siapa yang malam-malam bertamu?
Eh, tapi yang punya kartu akses naik ke apartemen kan hanya aku, papa dan mama, juga...
Aku buru-buru buka pintu kamar. Ternyata benar, Abe sudah ada di depan pintu yang baru dibuka oleh Fahmi.
"Kak Yayas udah tidur, Bang. Besok lagi aja kalau mau ngomong." sayup-sayup ku dengar Fahmi berbicara.
"Gak bisa, Mi, gue harus ngomong sekarang, kalau nggak kakak lo makin marah." jawaban Abe memang benar. Kalau gak sekarang, besok atau lusa baru bicara, Abe udah paham arahnya kemana.
Aku tahu Fahmi pasti lagi nahan emosi. Sebelum ada adu jotos di apartemen dan bikin tetangga terganggu.
"Gak apa-apa, Mi, suruh masuk aja."
Mau gak mau, Fahmi pun mengizinkan Abe masuk. Masih dengan kaos putih dan celana jeans warna abu, Abe mengikutiku duduk di sofa.
Dan Fahmi sendiri kembali meneruskan makan malamnya yang terganggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love-Hate Relationship
RomanceAbe dan Jasmine, bersahabat dari kecil. Abe yang gak banyak omong bisa sabar menghadapi kecerewetan Jasmine. Jasmine yang galau karena deadline menikah dari papanya, dan Abe yang kena batunya. Love-Hate Relationship, kisah benci-benci cinta dari Jas...