"Beee, tolong bukain pintunya dong. Tanggung nih..."
Aku tau dia pasti ngedumel, manusia yang katanya mirip Hamish Daud ogah banget kalau tidurnya digangguin.
Walaupun dia ngomel-ngomel sambil ngucek-ngucek mata, dia tetap berjalan ke arah pintu apartemenku, dan menemukan sesosok manusia yang shock melihat penampakan Abe yang hanya pakai singlet dan celana pendek doang di balik pintu.
"Siapa sih, Be?" tanyaku sambil berjalan keluar kamar, masih dengan handuk yang bertengger di atas kepalaku, menuju pintu apartemen.
"Eh, papa?!"
Dasar si kutu kupret Abe, bukannya mempersilakan papaku masuk, dia malah menghalangi pandanganku.
"Kalian?! Apa-apaan ini, Jasmine?!"
Aku masih belum ngeuh kenapa papa segitu marahnya, sampai Abe pun memberikan kode melalui matanya.
Ya Gusti Nu Agung...
Aku menemui papa walaupun sudah berpakaian rapi akan pergi ke kampus, tapi itu handuk basah di kepala yang bikin pikiran papa pasti kemana-mana."Papa cuma mau mampir sebentar nganterin stok sayur dan buah." ujar Papa sambil menyerahkan bungkusan berisi sayuran dan buah-buahan hasil kebun.
"Makasih, Pa. Ayo masuk dulu." kataku mempersilakan papa masuk.
"Ga perlu, ini mau langsung ke rumah Kak Rosi."
Fix. Papa marah.
"Abe, papa tunggu kamu besok di rumah."
Aku ga bisa lihat ekspresi muka Abe sekarang. Ditambah ucapan papa barusan yang bikin jantungku hampir berhenti berdetak.
"Ada apa, Pa?" tanya Abe dengan polosnya.
"Untuk mempertanggungjawabkan kelakuan kamu hari ini."
Lalu papa langsung berbalik menuju lift apartemen.
Gue bingung. Abe juga nutup pintu dengan ekspresi yang setengah nyawanya masih melayang.
"Papa pasti mikir yang nggak-nggak nih, Be." kataku sambil menyimpan plastik berisi sayuran dan buah dari Papa. Abe ikut masuk ke pantry, lalu mengambil gelas berisi air putih.
"Padahal dari pada mikir yang nggak-nggak, di-iya-in aja, Min."
Aku melempar Abe dengan apel yang baru ku keluarkan dari plastik yang ditangkap sempurna olehnya.
"Cuci dulu kali, Beeee!" teriakku begitu kulihat dia langsung memakan apelnya.
Dia malah ngeloyor pergi sambil tetap ngunyah, "Sehat, Min."
Setelah memasukan sayur dan buah ke dalam kulkas, aku lalu duduk di samping Abe yang asik menonton berita sambil membawa 2 lembar roti gandum sebagai menu sarapanku.
"Tumben nonton berita pagi."
"Liat dong, siapa yang bawain beritanya."
Oooh, Gemintang... Pantes.
"Minggu depan gue ada jadwal meeting sama dia, Min. Doain supaya goals ya." lanjutnya.
"Project Pertamina itu?" tanyaku, soalnya beberapa minggu kemarin dia sibuk banget handle project dari perusahan minyak ini.
"Bukan, tuh kantornya si Fahmi mau bikin roadshow public speaking gitu."
Aku mengangguk. Jadi keingetan kan, deadline dari Papa untuk aku.
"Be," panggilku sambil menyenggol lengan sebelah kanan Abe.
Dia menoleh.
"Cariin cowo dong, Be. Gue kepikiran omongan Papa nih."
Dia lalu menghentikan aktifitas mengunyahnya dan menatapku.
"Mau cowo yang kayak gimana?" tanyanya.
Aku jadi salah tingkah ditatap Abe kayak gitu.
"Eng, ya, yang baik aja sih." jawabku.
"Yang baik doang mah tuh OB di kantor gue juga baik banget." sahutnya.
"Eh, monyong. Yaa, yang ganteng lah, eh harus mapan juga ya, minimal punya rumah sama mobil sendiri. Terus... Emm, tingginya harus diatas gue, perutnya six pack sama dadanya harus bidang biar enak dipeluk. Yang pake kacamata juga lucu, Be. Atau yang agak kearab-araban lah, yang hidungnya mancung sama bibirnya tip..."
"Lo belum bisa move on, Min?"
Abe langsung memotong omongan panjangku.Aku terdiam menyadari kriteria cowo impianku mirip banget dengan Raka.
"Gue udah move on loh, Be. Buktinya sekarang gue berniat cari cowo lain." kataku setelah 5 menit saling terdiam.
"Ya tapi ga harus kayak Raka banget lah, Min."
Aku kembali terdiam.
"Raka udah bahagia di sana, Min. Kan kata elo, dia udah ketemu bidadari surga. Dia juga pasti pengen liat lo bahagia di sini."
Kurasakan tangan Abe mengusap punggungku. Aku menarik nafas panjang. Air mata sudah menggenang di pelupuk mataku.
"Bantu gue untuk cari cowo yang bisa bahagiain gue, ya, Be?" pintaku padanya.
Abe mengangguk. Lalu mengusap pipiku yang sudah basah oleh air mata.
"Ke kampus jam berapa, Min?" tanyanya memecah keheningan.
Aku lihat jam dinding di atas TV, sudah pukul 7 tepat.
"Bentar lagi lah, Be. Gue ke kamar dulu ya." aku lalu beranjak menuju kamar.
"Gue anterin ke kampus ya, Min."
"Sekalian bimbingan, Be?"
Aku tertawa lihat mukanya langsung berubah kecut. Lalu aku ke kamar untuk mengambil handuk bersih di lemari.
"Nih, mandi dulu sana." aku menyerahkan handuk kecil warna merah padanya. "Abe ga boleh keluar rumah tanpa mandi, ya."
+++
Random banget nih pengen update si Mimin 😄
KAMU SEDANG MEMBACA
Love-Hate Relationship
Storie d'amoreAbe dan Jasmine, bersahabat dari kecil. Abe yang gak banyak omong bisa sabar menghadapi kecerewetan Jasmine. Jasmine yang galau karena deadline menikah dari papanya, dan Abe yang kena batunya. Love-Hate Relationship, kisah benci-benci cinta dari Jas...