10_Aborsi?

735 75 2
                                    

"Mau kemana kamu?"

_Kacamata Mertua_

Semaleman suntuk gue terus mikirin soal Rizwan, Rizwan, dan Rizwan. Gue mikir, cowok gue kenapa beli alat tes kehamilan, sementara Mbak Titi aja enggak lagi hamil?

Kalaupun mau coba tes hamil, Mbak Titi juga enggak nyuruh Rizwan buat beli alat itu. Entah kenapa, perasaan ragu menyusup begitu aja dalam hati gue. Gue takut pilihan gue salah memilih Rizwan.

Tok tok tok

"Assalaamualaikum, Teteh," panggil Emak buat gue yang lagi rebahan mau tidak mau harus berpisah sejenak.

"Waalaikumussalam, kenapa, Mak?" tanya gue dengan mata sayu.

"Teteh kenapa? Ada masalah, Teh?" tanya Emak berjalan mendekat pada gue.

Gue menggeleng, "Enggak kok, Mak. Oh iya, maaf Teteh enggak ikut makan malem, ya," kata gue dengan senyum yang bener-bener kaku.

"Teteh kalau enggak mau makan malam, coba bilang sama Emak atau sama Abi, ya. Supaya apa, Teh? Supaya makanannya enggak mubazir," kata Emak lemah lembut.

Pernah enggak sih gue cerita kalau Emak itu bisa lembuttt banget? Belum, ya? Sekarang gue ceritain, ya. Emak itu lembutnya enggak ketulungan, ya meskipun beliau sering banget KDIA. Apa KDIA itu? Kekerasan Dalam Ibu Anak.

"Nanti Teteh makan atuh, Mak, jadi enggak akan mubazir."

"Mau cerita enggak?" tanya Emak buat mata gue yang udah mulai kering kembali basah, gue pengen cerita tapi ada ketakutan yang hinggap gitu aja.

"Emh, nanti kalau masalahnya beneran berat buat Teteh, nanti Teteh cerita ya, sama Emak juga sama Abi."

Emak ngangguk, "Yasudah, sekarang Teteh makan abis itu baru istirahat, ya."

"Iya, Mak."

Dan malam itu, gue makan sambil nangis. Gimana sih rasanya makan sambil nangis? Air mata asin itu ikut masuk dalem mulut dan makin buat gue susah nahan lebih lama lagi. Terus juga, gue nahan suara tangis gue, dan itu buat gue sakit.

Sakit cuy kalau nangis nahan suara. Meskipun belum jelas segalanya, namun tetap aja gue ngerasa sesuatu udah nikam ulu hati gue.

_Kacamata Mertua_

Pagi itu, gue harus cepet-cepet menuju perpustakaan buat ambil beberapa buku sebagai bahan buat ngisi soal yang dikasih dosen di kampus. Gue yang sakit kepala akibat nangis semalem makin pening aja karena belum ngerjain tugas, ahh menyenangkan apa bagaimana itu?

Tepat saat gue mau belok kanan, gue cepet-cepet sembunyi lagi di balik tembok. Kenapa pagi-pagi buta Rizwan sama Rista udah stand by di kampus, ya? Mana berduaan di tempat sepi lagi.

"Gue sebelumnya udah berusaha buat lakuin hal itu, Wan," itu suara Rista kayaknya sambil nahan tangis deh.

"Seharusnya setelah kita lakuinnya, lo harus cepet minum pil yang gue kasih, Ta."

Pil? Pil apaan, ya? Kok perasaan gue makin enggak enak, sih?

"Jujur aja, Wan, gue... sebenernya jatuh cinta sama lo. Apalagi semenjak kita sering berhubungan setelah malam itu, perasaan gue semakin membuncah setiap deket lo," kata Rista buat gue lemes seketika.

"Azura," panggilan itu buat gue segera nengok Pak Rama dan mengisyaratkan beliau untuk diam, karena gue masih pengen dengerin tentang Rizwan dan Rista.

𝙼𝙰𝙽𝚃𝚄-𝙰𝚋𝚕𝚎✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang