Aku membawa kunci Ayyesha yang ketinggalan di mejaku kemarin. Ia pasti melupakannya saat memasukkan semua barangnya kembali ke dalam saku. Hari ini ia masuk seperti biasa, bahkan seperti tidak terjadi apapun padahal kemarin bisa saja Keano melemparkannya ke dalam sumur tua yang penuh ular.
"Absensimu sudah dua kali. Satu kali lagi kau harus membuat pernyataan ke ruang bimbingan konseling."
"I know, I know..." bisiknya sambil meringis ke arah Keano dan melemparkan tasnya yang kemudian merosot di kursi.
Aku tetap berkutat pada ponselku karena ibuku menyuruhku pulang pada liburan tengah semester ketika Keano dan Ayyesha masih melakukan adu kalimat sampai guru kimia kami datang dan menyuruh untuk ke ruang laboraturium. Kita belajar praktek hari ini. Semoga menyenangkan.
Ayyesha termasuk orang orang keluar cepat dengan teman sebangkunya yang sekarang aku tahu namanya adalah Hera. Aku termasuk yang paling akhir memasuki ruangan lab yang sudah terkotak kotakkan menjadi kelompok berdasarkan meja yang siap dengan peralatan.
"Kita akan mencoba memanaskan preparat. Jangan lupa botol spirtus jangan ditiup jika hendak mematikan api. Cukup tutupkan saja tutup botolnya." ucap guru kami sambil menulis sesuatu di papan tulis.
Aku segera mengambil jas lab dan bergabung dengan kelompok terdekat.
Ayyesha berada di meja seberang, cukup diam dan mengherankannya ia memperhatikan apa yang dipraktikkan oleh Pak Lino di depan.
Kami berada di lab sekitar tiga puluh menit dan tiga orang yang sepertinya perwakilan dari OSIS masuk. Salah satu dari mereka mendekat kepada Pak Lino untuk meminta ijin.
Di sekolah lamaku hal seperti ini pertanda ada dua hal, ada yang meninggal atau ada yang sakit. Dari kedua kemungkinannya aku tidak memilih yang lebih baik dari keduanya, sama sama buruk.
Siswa yang meminta ijin kepada Pak Lino kembali kepada dua temannya dan saling mengangguk. Kemudian yang membawa baki sumbangan maju ke depan.
"Ehm, selamat pagi teman teman. Kami perwakilan dari OSIS hendak memberitahukan sebuah berita bahwa salah satu teman kita yang bernama Saka Reindra dari kelas 11-5 mengalami sebuah kecelakaan tadi malam dan sekarang sedang di rumah sakit Kenanga. Dengan ini kami berharap kesediaan teman teman untuk membantu saudara Saka dalam meringankan bebannya dengan dana seikhlasnya."
Aku masih berpikir apakah ini Saka yang aku kenal atau Saka yang lain. Seharusnya Ayyesha tidak mungkin tidak tahu tentang hal ini sebelumnya kalau ini tentang Saka yang aku kenal. Tapi keterkejutannya membuatku bertanya pada Keano yang ada di sebelahku.
"Ini Saka yang kelas sebelah itu?"
Keano mengangguk. "Iya, hanya ada satu nama Saka di sekolahan ini."
Aku memandang Ayyesha lagi, dibanding terkejut secara dramatis. Ia hanya seperti tubuh tanpa jiwa dengan tatapan kosong ke arah meja. Aku bertaruh ia beneran tidak tahu hal ini.
"Hei, kau baik baik saja?" aku langsung mendekatinya saat pelajaran selesai dan kami kembali ke kelas.
"Ya, tentu. Untuk apa aku tidak baik baik saja."
Aku mengernyitkan hidungku. "Aku akan ikut menjenguk nanti, karena Keano butuh teman untuk perwakilan dari kelas dan ia mengajakku. Kau mau ikut?"
Ia mengangkat bahu. "Entahlah."
Hera menyahut, "Kau bisa memboncengku, aku bawa motor hari ini"
"Oh. Oke."
Ini di luar dugaanku. Ayyesha berbeda tapi ia tidak seperti ekspektasiku. Aku berekspektasi setidaknya dia akan menangis atau mengamuk dan apalah yang sangat dirinya dibandingkan cenderung diam seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cross The Line
Teen FictionKetika kau adalah murid baru dan teman pertama yang kau temui adalah seseorang yang beda dari murid lainnya.