Prolog

1.3K 74 7
                                    

#

Anak lelaki berusia lima tahun itu baru saja naik ke mobil jemputannya. Wajahnya terlihat ceria karena hari ini guru memberinya nilai yang bagus untuk gambarnya bersama sang ibu. Ia bahkan mendapat hadiah tiga buah permen lollipop rasa strawberry dari Bu guru.

Ingin rasanya ia cepat-cepat sampai di rumah dan menunjukkan hal itu pada ibunya. Kalau nilai-nilainya bagus, maka ibunya pasti bangga kepadanya. Itulah yang dikatakan Bu guru tadi. Ia yakin, ibunya sayang kepadanya.

Kata tantenya, ibunya sayang kepadanya, hanya saja ibunya tidak bisa menunjukkannya. Ayahnya juga pernah berkata, kalau ibunya tidak sayang kepadanya, tidak mungkin ia bisa terlahir dengan sehat dan kuat seperti sekarang.

Ia melirik ke luar jendela dengan senyum lebar yang menghias wajahnya.

"Pak Yadi....masih lama sampainya?" Tanya Gi tanpa berpaling dari jendela.

"Sebentar lagi sampai Tuan kecil." Jawab sopirnya—Pak Yadi.

Pertanyaan itu sudah tiga kali oleh anak itu semenjak dirinya masuk ke dalam mobil jemputannya, dan setiap kali juga sang sopir akan menjawabnya dengan sabar kalau mereka akan segera sampai.

Diam-diam Pak Yadi menatap penuh simpati lewat kaca spion kearah Tuan kecilnya yang duduk di kursi belakang. Semua orang yang bekerja di keluarga ini juga tahu kalau Nyonya mereka tidak memberi perhatian yang cukup pada Tuan kecil ini, bahkan mungkin cenderung mengabaikannya.

Sedangkan Tuan besar mereka, meski terlihat sangat menyayangi Tuan kecil ini, tapi tetap saja ia lebih banyak sibuk di luar dengan bisnis dan pekerjaannya.

Mobil itu akhirnya memasuki halaman rumah yang tergolong luas dan kemudian berhenti di dekat taman.

Anak itu melesat keluar dari mobil dengan tidak sabar. Lollipop di tangan kirinya dan kertas gambar di tangan kanannya.

Namun baru saja ia akan melangkah masuk ke dalam rumah, sesuatu mendadak jatuh tepat di desampingnya, menghantam taman bunga amarylis merah kesayangan ibunya.

Ia berhenti melangkah, kaki kecilnya tidak jadi masuk melewati pintu itu. Ia mundur dan menengok kesamping, kearah taman.

Wajahnya mendadak terlihat shock mendapati pemandangan yang tidak hanya menghancurkan hatinya tapi juga dunianya

"Ma...Ma....Mama..." Kata itu terucap dari mulutnya kecilnya dengan suara gemetar.

Ia tercekat menatap tubuh sang ibu yang terkapar dihadapannya berlumuran darah.

Sekujur tubuhnya gemetar hebat akibat shock, perlahan air mata mulai mengalir deras di pipinya. Ia tidak ingin mempercayai apa yang dilihatnya. Pemandangan ini akan tertanam kuat dalam ingatannya.

"Mamaaaaa! Mamaaaa!" Pada akhirnya ia berteriak sekeras yang ia bisa. Tubuh kecilnya semakin gemetar.

Pak Yadi yang sempat ikut terpana dengan kejadian itu segera berlari meraih tubuh mungil Tuan kecilnya, menariknya menjauh dari sosok ibunya sendiri yang terkapar berlumuran darah dan berusaha menutup matanya. Tapi anak itu berontak sekuat tenaga.

"Mamaaaaaa!!! Mamaaa!Maamaaaaaa!!!!!"

Teriakkan anak lima tahun itu melengking memenuhi seisi rumah, memanggil semua orang untuk keluar dan ikut terkejut mendapati pemandangan mengerikan itu.

Bocah itu terus memanggil ibunya berulang-ulang tanpa henti diantara isak tangisnya dan juga air matanya.

Saat ayahnya datang dan dengan panik mencoba menekan kepala ibunya yang berdarah, ia masih tidak bisa berhenti berteriak

EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang